Haji dan Persatuan Umat Islam



Oleh : Khansa Mubshiratun Nisa
(Mahasiswi, Pegiat Dakwah)

Tak lama lagi umat Islam seluruh dunia akan bersatu di Tanah Suci bagi yang menjalankan rukun Islam yang ke lima yaitu Haji. Haji hukumnya wajib bagi yang mampu mejalankannya. Sebagaimana perintah Allah SWT. :
"Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam". (TQS Ali Imran [3]: 97).
Ibadah haji adalah ibadah jamaah yang dilaksanakan pada waktu dan tempat yang sama. Dimulai dari tanggal 8 Dzulhijjah hingga 13 Dzulhijjah. Mereka disatukan oleh akidah, pandangan hidup dan tujuan yang sama.
Selain itu, mereka juga solid, terbukti bahwa mereka bisa melakukan manasik yang sama, pada waktu dan tempat yang sama, bukan digerakkan oleh kekuatan fisik pemimpin mereka, tetapi kekuatan akidah dan pemahaman agama. Mereka bisa menyatu dan mengalir begitu kuatnya seperti air yang mengalir menuju tiap titik manasik, dan tidak ada siapapun kekuatan yang bisa membendung aliran mereka. Semuanya ini membuktikan bahwa umat ini adalah umat yang satu; umat yang kuat dan tidak bisa dikalahkan oleh siapapun karena persatuan mereka.
Kekuatan yang luar biasa ini didukung oleh kekuatan mental dan spiritual mereka, sebagaimana yang ditanamkan ibadah. Kita diminta berangkat dari Tanah Air menuju Tanah Suci, meninggalkan rumah kita menuju rumah Allah (baitullah). Lalu menanggalkan seluruh pakaian kita. Pakaian yang sering kali menjadi simbol identitas yang mengkotak-kotakkan hingga mencerai-berai: pejabat-rakyat, ningrat-priayi, kaya-miskin, etnis ini dan itu, dan lain-lain. Meninggalkan ego dan memakai seragam berupa selembar kain putih untuk kemudian melebur dan menyatu dalam satu gerakan saat tawaf mengelilingi Ka’bah. Tak ada lagi saya, Anda, atau dia. Yang ada hanyalah kita: umat (ummah). Jika saja kekuatan umat yang dahsyat ini ditransformasikan dalam kehidupan nyata pasca haji, maka umat ini akan menjadi umat terbaik, terkuat, superior dan adidaya tak terkalahkan.
Namun sangat disayangkan, realitas saat ini kaum Muslim masih mementingkan ego kebangsaan masing-masing. Mereka bahkan tak peduli pada kondisi saudaranya. Yang lebih ironis, beberapa negara Muslim seperti Arab Saudi, Qatar, Kuwait dan Uni Emirat Arab malah memberikan dukungan kepada pemerintah Komunis Cina yang melakukan kezaliman terhadap umat Muslim Uighur.

Hari ini kaum Muslim berada di titik terlemah karena terpecah-belah. Tak sanggup membela diri dan memberikan perlindungan kepada sesama Muslim. Mereka malah membiarkan saudara seiman sekarat di tengah penderitaan. Umat Islam sedunia tentu wajib memberikan pertolongan kepada mereka dan menyelesaikan pertikaian yang ada serta menghentikan kezaliman. Allah SWT berfirman:

"Kaum Mukmin itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) kedua saudara kalian itu dan takutlah terhadap Allah supaya kalian mendapat rahmat." (TQS al-Hujurat [49]: 10).

Semestinya ibadah haji menjadi pembelajaran penting untuk mengakhiri petaka politik identitas yang saat ini semakin menguat dan sebagai konferensi akbar untuk membangun kesadaran umat, bahwa mereka kini telah tercerai-berai. Banyak permasalahan umat yang harus diselesaikan secara bersama. Oleh sebab itu, saat ini diperlukan pemimpin yang dapat mempersatukan umat bukan hanya dalam ranah ibadah haji saja tapi juga dalam seluruh aspek kehidupan. Mari kita rekatkan kembali ikatan ukhuwah islamiyah kita. Campakkan ego kebangsaan dan kelompok yang telah membuat kita tercerai-berai, yang membuat musuh terus-menerus menguasai kita.

Persatuan umat adalah jika kaum muslimin tidak hanya terlihat saat manasik di Baitullah saja tetapi karena adanya shilah ukhuwah Islamiyyah yang terbentuk karena ikatan akidah serta arahan pemimpin penerap syariah. Oleh karena itu persatuan umat yang hakiki hanya akan  terwujud manakala figur pemersatu umat telah tegak di muka bumi ini, sejalan dengan tuntunan syariah (aturan dan hukum Allah),  dalam Insitusi Islam (al Khilafah Rasyidah) sesuai thariqah Rasulullah Saw.

Demikianlah gambaran ril persatuan dan kesatuan umat berdasar tuntunan syara'. Permasalahan umat yang seolah tak berujung akan segera tersolusikan saat umat menyadari kekuatan ukhuwah Islamiyyah akan terjalin erat dalam aqidah yang satu, komando yang satu yakni Islam. Allah SWT berfirman:

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk". (TQS Ali Imran[3]: 103).

Wallahu a'lam bi ash-shawab. []

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak