Oleh: Zahra Aulia
Aktivis Dakwah Kampus dan Member Akademi Menulis Kreatif
Pernikahan yang berawal dari kehamilan diluar nikah sudah menjadi hal yang lumrah di masyarakat,bahkan itu menjadi langganan tiap tahun, bulan bahkan minggu. Begitu pun pernikahan yang baru-baru terjadi di kamp pengungsian Palu. Gadis yang bernama Dini (nama samaran) mengaku terpaksa menikah di usia yang masih dini (17 thn) karena hamil di luar nikah. (Kompas.com, 26/07/2019 ). kemudian yang lebih parah lagi adalah kasus remaja di Balikpapan yang tega membunuh bayinya dengan alasan belum siap menikah. (okezone.com, 28/07/2019)
Rata-rata yang terlibat dalam kasus demikian adalah generasi muda. Generasi yang seharusnya menjadi garda terdepan yang membawa perubahan bagi agama dan negara, namun pada kenyataanya harapan tak sesuai dengan realita. Generasi muda sudah terpapar pergaulan bebas hingga melahirkan kriminalitas lainnya dan bahkan krisis moralitas dan tanggungjawab.
Di usia yang belia harusnya menjadi seorang yang berpengaruh bagi umat bukan malah menjadi sumber masalah bagi umat. Penyebab dari semua ini tentu tidak terlepas dari didikan orang tua, pendidikan di sekolah, lingkungan dan masyarakat serta sistem aturan kehidupan yang ada.
Pertama, pendidikan dari orang tua merupakan pondasi utama bagi anak-anak. Peran ibu yang menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya dan juga tidak lepas dari peran ayah yang akan mendidik dan mendampingi serta menafkahi anak-anaknya dengan rizki yang halal. Namun, realita yang ada orang tua tidak fokus membentuk kepribadian anak-anaknya tetapi sibuk dengan karir dan pekerjaan yang mereka miliki hingga anak-anak pun diserahkan kepada tempat penitipan anak dan tak segan-segan menyerahkan sepenuhnya ke sekolah untuk membentuk pribadi anak-anak mereka. Sungguh sebuah ironi.
Kedua, pendidikan di sekolah pun sangat mempengaruhi kepribadian anak-anak. Karena dari pagi hingga siang bahkan hingga sore hari anak-anak menghabiskan waktu mereka di sekolah. Maka peran guru dan aturan sekolah pun sangat berpengaruh bagi kepribadian mereka apakah akan menjadi pribadi yang sekuler, sosialis, atau islami?. Kalau kita melirik sistem pendidikan yang ada saat ini, realitanya tidak mampu membentuk kepribadian yang diharapkan karena anak-anak disibukkan dengan tugas-tugas sekolah yang hanya mengasah kemampuan otak tetapi bukan membentuk kepribadian mereka. Bahkan pendidikan yang ada mengarahkan peserta didik menjadi orang-orang yang materialistik. Karena setelah lulus sekolah mereka di tuntun untuk bekerja dan itu semua untuk mendapatkan uang semata. Disamping itu, guru sebagai pendidik pun disibukkan oleh sistem yang ada. Gaji guru pun tidak sesuai dengan harapan hingga guru harus mencari pekerjaan sampingan untuk menunjang kehidupan yang serba sulit. Hingga tugas sebagai pendidik yang diemban tidak terfokuskan.
Ketiga, Lingkungan dan Masyarakat, kebiasaan, adat, budaya, dan bahkan tontonan sangat berpengaruh bagi pembentukan pribadi generasi. Dan kalau kita melirik tontonan yang ditayangkan di Televisi adalah tontonan yang memang mengarahkan generasi menjadi pribadi yang bebas untuk melakukan apa saja tampa takut dengan dosa dan siksa. Contoh saja sinetron Dilan yang mengajarkan generasi untuk menjalin hubungan di luar nikah (baca; Pacaran) dan film Dua Garis Biru yang secara tidak langsung mengajarkan untuk hamil diluar nikah. Inilah adanya tontonan pembentuk moral generasi saat ini. Seharusnya tontotan yang di perlihatkan adalah yang menjadi tuntunan yang membawa ke jalan yang benar sesuai syariat.
sistem pemerintahan serta kehidupan yang dijalani oleh masyarakat secara umum tidak akan pernah lepas dari aturan yang dibuat oleh pemerintah. Namun pada faktanya sekarang sistem yang menguasai adalah sistem yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Jadi tidak heran orang hanya akan merasa terikat dengan aturan Allah ketika melaksanakan ibadah mahdho saja.
Itulah beberapa hal yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian generasi menurut hemat penulis.
Pandangan Islam
Islam adalah agama yang paripurna yang mengatur seluruh lini kehidupan mulai dari aqidah, ibadah, muamalah, uqubat, dan siyasah. Apatah lagi aspek kepribadian sangat diperhatikan dalam Islam. Ajaran Islam bukan sebatas menjadi pemahaman untuk mengasah intelektualitas namun wajib untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun cara untuk membentuk kepribadian Islami yakni:
Membina keimanan
Pembinaan keimanan ini dilakukan dalam lingkungan keluarga sejak dini yakni dengan mengajarkan keyakinan bahwa Allah senantiasa melihat dan menyertai manusia dimanapun berada; menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasulullah saw. serta menjadikan Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya sebagai teladan dalam mengarungi kehidupan.
Pembinaan Ibadah
Pembinaan Ibadah dilakukan dengan cara terus mendorong pelaksanaan sholat wajib, ajakan melakukan ibadah sunah, serta ajakan sholat berjamaah di masjid. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-‘Ankabut ayat 45 bahwa ibadah solat akan mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Kemudian membiasakan anak melaksanakan puasa sunah karena puasa akan menguatkan daya kontrol anak terhadap segala keinginan. Mereka akan terbiasa sabar dan tabah. Demikian pula dengan amalan ibadah lainnya yang harus dibiasakan untuk dilaksanakan anak-anak agar mereka mempunyai keterikatan dengan hukum-hukum Allah SWT.
Pendidikan Akhlak
Akhlak adalah perangai yang dibentuk. Dalam pendidikan akhlak ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Adab (baik saat bergaul dan interaksi) adalah prioritas dalam Pendidikan akhlak. Dari adab yang baik akan lahir kebiasaan baik dan perilaku terpuji yang melahirkan amal shalih. Sabaliknya adab yang buruk akan merusak pola pikir yang melahirkan kebiasaan buruk, membentuk prilaku hina dan rendah serta melahirkan amal-amal buruk, seperti halnya pergaulan bebas, membunuh, tidak bertanggung jawab dan yang lainnya.
Pembentukan Jiwa
Pembentukan jiwa dilakukan dengan cara memberikan perhatian dan kasih sayang dalam bentuk langsung yang terasa secara fisik seperti belaian, bermain dan bercanda dengan mereka serta menyatakan rasa sayang dengan lisan. Hal itu gar mereka menjadi pribadi yang tidak tertutup dan emosional.
Pembentukan Intelektual
Orang tua harus memotivasi anak agar semangat mencari dan mencintai ilmu. Menuntut ilmu adalah kewajiban utam bagi setiap muslim maka pada usia anak-anak adalah masa emas untuk mendidik mereka agar mencintai ilmu, orang tua harus membimbing anak-anak memahami hukum-hukum Islam dan mencarikan guru yang shalih, mendidik anak terampil berbahasa Arab dan bahasa asing yang diperlukan,
Pembinaan Kemasyarakatan
Hidup ini tidak lepas dari interaksi sosial maka sejak dini anak-anak diajarkan untuk melakukan interasksi sosial bersama masyarakat. Menumbuhkan rasa kepedulian dan tanggungjawab terhadap persoalan umat. Ketika mereka berinteraksi di tengah masyarakat harus dibekali dengan ilmu yang matang. Apatah lagi ketika anak-anak menginjak usia baligh mereka harus dipahamkan bagaimana interaksi antara wanita dan laki-laki dalam Islam (baca: Sistem Pergaulan Islam).
Dari sinilah akan terbentuk generasi yang akan membawa perubahan bagi agama dan negara disamping memerlukan keluarga yang memahami Ideologi Islam, masyarakat yang menganut dan memahami syariat Islam, serta negara yang menerapkan sistem Pendidikan Islam.Tampa semua itu, pembentukan generasi yang memliki syaksiyah Islam sangat sulit diwujudkan.
Wallahu a’lam bi ash-shawab