Gelap Yang Mengajak Merenung



Oleh: Arin RM, S.Si

Pemadaman listrik dalam waktu dekat ini menjadi sesuatu yang fenomenal. Durasi lama dan jangkauan luas menjadikan tanggapan akan kejadian byar pet ini hangat diperbincangkan. Terlebih di era sosial media telah menyentuh hampir semua lapisan masyarakat seperti saat ini, maka peristiwa apapun sangat cepat naik menjadi berita yang bisa dikonsumsi banyak orang. Naiknya berita perlu media, yaitu gadget yang nyalanya mengandalkan energy listrik. Sehingga sangat wajar jika listrik terganggu, pengguna gadget mudah saling mengabarkan kejadian. Dalam bentuk analisis, meme, ataukah satire tentang peristiwa yang tengah berlangsung.

Terkait masalah pemadaman ini, banyak pelajaran yang bisa direnungkan. Terganggunya aktivitas sebagian masyarakat sudah pasti, sebab banyak sekali kegiatan masyarakat yang dewasa ini mengandalkan tenaga listrik. Dinyatakan oleh Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang  memperkirakan, kerugian sektor usaha dan layanan publik akibat listrik padam bisa mencapai triliunan rupiah. "Kita agak sulit menghitung angka kerugian, tetapi jika dilihat dari banyaknya sektor usaha dan pelayanan publik yang terimbas, bisa mencapai triliunan," ujar Sarman, Selasa (6/8/2019). 

Pemadaman listrik selama hampir 8 jam, kata Sarman, telah melumpuhkan berbagai aktivitas bisnis dan pelayanan publik. Sebab, aktivitas bisnis dan pelayanan publik sangat bergantung pada pelayanan PLN. Sejumlah industri yang mengalami kerugian di antaranya industri kuliner, konveksi, restoran, kafe, katering, transportasi online, SPBU, bengkel, hingga mebel. Sementara itu, pelayanan publik yang hampir lumpuh antara lain moda raya terpadu (MRT), commuter line, ATM, pelayanan pintu tol, jaringan komunikasi, pelayanan kesehatan, dan lalu lintas (megapolitan.kompas.com, 07/08/2019). 

Dari sini kemudian muncul pertanyaan besar siapa yang harus bertanggung jawab. Pasalnya penyebab kematian listrik sempat dituduhkan ke pohon sengon. Bahkan CNBCIndonesia.com (06/08/2019), menuliskan selain pohong sengon, rupanya ada lima pohon lain yang diduga menjadi penyebab blackout wilayah Jabodetabek dan sebagian pulai Jawa pada 4-5 Agustus 2019 kemarin. Kini pohon-pohon itu tengah diselidiki oleh pihak kepolisian.

Sesuatu yang perlu mendalam sekali direnungkan, bahwa dalam kondisi gelap seperti ini, investigasi dilakukan pada benda di luar manusia dan piranti jaringan itu sendiri. Mengapa tidak fokus pada jalur yang terganggu? Murni pohon ataukah memang ada problem lainnya? Ada pengoperasian yang melewati standar atau bagaimana? Seyogyanya ada pendetailan di piranti terkait sebelum ke yang lain. Terlebih gangguang listrik menyangkut hajat hidup orang banyak. Tak dapat dikesampingkan. Justru harus mendapat perhatian utama.

Perenungan terkait hajat hidup orang banyak ini akhirnya sampai pada masa lalu, tatkala Islam masih dijadikan patokan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam mengatur energy kelistrikan. Dalam pandangan Islam, listrik merupakan bahan bakar masuk dalam kategori ’api (energi)’ yang merupakan milik umum. Nabi bersabda: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput (kebun/hutan), air, dan api (energi)." [HR Ahmad]. Termasuk dalam kategori api (energi) tersebut adalah berbagai sarana dan prasarana penyediaan listrik seperti tiang listrik, gardu, mesin pembangkit, dan sebagainya.

Sebagai milik umum yang keberadaannya juga membutuhkan energy, maka sumber energy bagi listrik juga milik umum. Abyadh bin Hammal ra. bercerita: "Ia pernah datang kepada Rasulullah saw. dan meminta diberi tambang garam. Lalu Rosulullah memberikannya. Ketika ia pergi, seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata kepada Rosulullah, “Ya Rosulullah, tahukah Anda apa yang Anda berikan, tidak lain Anda memberinya laksana air yang terus mengalir.” Kemudian Rosulullah menarik pemberiannya dari Abyadh bin Hammal." [HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hibban]. Karena milik umum, bahan tambang seperti migas dan batu bara tidak boleh dikelola secara komersil baik oleh perusahaan milik negara maupun pihak swasta. Juga tidak boleh mengkomersilkan hasil olahannya seperti listrik.

Dengan demikian,  Islam mengharuskan negara bertanggung-jawab, sedemikian rupa sehingga setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhan listriknya baik dari sisi kualitas maupun kuantitas dengan harga murah bahkan gratis (jika memungkinkan). Untuk seluruh rakyat baik kaya atau miskin, muslim maupun non muslim. Hanya saja konsep ini tidak akan berjalan indah jika kapitalisme masih dijadikan acuaan. Sebab ianya akan terus menggandeng swasta untuk liberalisasi sumber energy. Untung rugi masih mendominasi sehingga pelayanan seolah bergeser menjadi jual beli. Patut direnungkan bagaimana bisa segera disudahi dan kembali pada konsep Islam, agar gelap akibat pemadaman tak lagi dijumpai. 

sumber gambar: tribunnews.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak