Oleh: Meliana Chasanah
Anda semua pasti mengenal ormas FPI bukan? FPI merupakan singkatan dari Front Pembela Islam, yang diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1998 dan dipelopori oleh Habaib Rizieq Shihab. Ketika deklarasi itu dilaksanakan lokasinya berada di halaman Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, di Selatan Jakarta oleh sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh, dan Aktivis Muslim lainnya dan disaksikan oleh ratusan santri yang berasal dari daerah Jabodetabek.
Meskipun usia ormas tersebut baru 21 tahun, namun kemunculannya yang fenomenal karena sering mengadakan pengajian, tabligh akbar, audiensi dengan unsur-unsur pemerintahan, serta silaturahmi dengan tokoh-tokoh agama terkemuka. Dan tujuan utama dibentuknya FPI tidak lain dan tidaklah bukan untuk menjadi wadah kerja sama antara ulama dan juga umat Islam dalam menyerukan serta menegakkan amar ma'ruf nahi munkar di segala lini kehidupan.
Aksi dan dakwahnya yang tak kalah fenomenal yang juga dilakukan oleh cabang ormas ini yaitu LPI (Laskar Pembela Islam). Mereka selalu sigap dalam aksi penutupan klub malam, tempat pelacuran, dan tempat-tempat lain yang diklaim sebagai tempat para pelaku maksiat.
Selain itu mereka pun sangat terdepan dalam aksi-aksi kemanusiaan. Seperti halnya mengirim relawan ke daerah yang terkena bencana, bantuan logistik pasca tsunami Banten, dan masih banyak lagi aktivitas kemanusiaan yang melibatkan ormas FPI.
Namun kini muncul wacana Pembubaran FPI dan juga petisi yang menyatakan "Stop Izin FPI". Wacana pembubaran FPI bukanlah kali pertama muncul. Hal serupa pernah terjadi pada tahun 2006 lalu, yang dilakukan oleh kelompok liberal, karena merasa jengah dengan kehadiran FPI serta upaya menolak dan mencegah perbuatan maksiat di negeri ini. Namun mereka (kelompok liberal) menganggap FPI bak preman yang sangat frontal. Seharusnya mereka bersyukur dengan hadirnya FPI negeri ini terhindar dari azab dan murkanya Allah SWT. Bukan malah sebaliknya menjastifikasi serta memberi stigma buruk terhadap FPI dan menganggap bahwa kehadirannya bisa mengancam keamanan NKRI.
Sebagaimana yang telah dilansir oleh cnnindonesia.com (01/08/2019) -- Ketua Bantuan Hukum Front Pembela Islam (FPI) Sugito Atmo Prawiro menuding ada kekuatan modal dari pengelola usaha 'underground' atau bawah tanah yang mendorong bubarnya FPI. Sugito menyebut usaha 'bawah tanah' ini merujuk pada bisnis dan pemakaian narkoba, pelacuran, perjudian, hingga hiburan malam yang selama ini berseberangan dengan FPI.
"Kita memaklumi ada banyak kekuatan modal yang mengelola usaha 'underground' dan anti pada kiprah FPI. Kelompok ini gusar dengan intensitas kerja FPI yang dianggap mengancam bisnis mereka,"— ujar Sugito melalui keterangan tertulis, Kamis (1/8).
Adapun Surat Keterangan Terdaftar Ormas FPI yang terdapat dalam SKT 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 yang akan berakhir pada 20 Juni 2019. Dan masa berlaku SKT tersebut dari 20 Juni 2014 sampai dengan 20 Juni 2019.
Presiden Jokowi sendiri memberi penjelasan bahwa kemungkinan pemerintah tidak akan memperpanjang izin FPI sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas). Ormas yang sangat lekat dengan Habaib Rizieq Shihab ini menurut Jokowi — tidak sejalan dengan Ideologi bangsa dan dapat mengancam keamanan wilayah NKRI—. Dari pengakuan Jokowi ini, merupakan bentuk keprihatinan pemerintah terhadap suatu kelompok karena dapat mengancam reputasi Indonesia. Sebab, dengan kehadirannya yang menggabungkan antara Islam dan demokrasi.
Tak hanya sampai di situ, menurutnya kelompok tersebut kerap kali bertentangan dengan Ideologi negara. Dan ini yang dikhawatirkan akan mengancam kerukunan sesama bangsa Indonesia.
Kemudian, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menegaskan— pengakuan Ideologi Pancasila oleh FPI (Front Pembela Islam) menjadi tolak ukur — apakah permohonan izin organisasi kemasyarakatan (ormas) FPI itu akan diperpanjang, atau malah sebaliknya tidak memperpanjang izin FPI.
Dalih pengecaman anti Pancasila menjadi salah satu alat untuk membungkam FPI. Sebab itulah kini rezim akan kembali menginventarisasi semua kegiatan yang dilakukan oleh FPI, sebagai dasar untuk mencabut status terdaftarnya FPI sebagai ormas, seperti yang pernah dilakukan terhadap HTI.
Seolah semua kebaikan dan peran utama ormas untuk menghadapi musuh negeri ini terabaikan dan terlupakan begitu saja. Namun secara hukum, tudingan semacam itu sulit untuk dibuktikan meskipun melalui pengadilan yang lebih independen.
Tudingan tanpa adanya alasan dan dasar hukum yang jelas, karena kasus ini lebih mengarah pada muatan politik terutama dalam upaya pembuktian sering kalinya akan membawa negara ini jatuh ke dalam Negara kekuasaan (Machstaat). Yang di mana pemerintah bertindak secara extractive institution dengan dalih contractive actus.
Menyebutkan siapa yang sebenarnya anti Pancasila dan siapa yang paling Pancasila sudah menjadi mantra sakral para penjilat kekuasaan, dan akan menjadi absurb ketika pengakuan tersebut sebenarnya hanyalah bualan belaka untuk menutupi kebencian rezim terhadap ormas Islam. Tafsir tunggal Pancasila untuk dan atas nama kekuasaan telah menjadi representasi kalangan Islamophobia untuk mendepak Islam politik yang berpotensi mengganggu tujuan kekuasaan yang dibangun.
Jika disebutkan contohnya satu persatu, sesungguhnya semua tudingan anti Pancasila terhadap FPI merupakan fitnah yang begitu kejam. Pasalnya yang mengkhianati Pancasila dalam praktik kehidupan sehari-hari merupakan orang-orang yang sama kebenciannya terhadap ormas Islam yang konsisten memperjuangkan tegaknya syariat.
Seperti contoh yang pertama, melegalkan klub malam, tempat pelacuran, perjudian, bukanlah FPI. Justru FPI yang memberangus tempat-tempat yang berbau maksiat tersebut.
Contoh kedua, pengkhianatan terhadap norma Pancasila dengan cara menjadi bandar narkoba yang dapat merusak mental generasi muda bangsa Indonesia, bukan pula FPI.
Ketiga, pengkhianatan terhadap norma Pancasila dengan cara korupsi, merenggut semua kekayaan negara, dan asyik bermain dengan kolusi dan nepotisme dalam menjualbelikan jabatan publik, bukanlah FPI. Karena yang saya tahu, bahwa FPI hanyalah ormas Islam bukan partai politik dan tidak turut serta dalam parlemen. Mana mungkin mereka bermain kotor dengan cara jual beli jabatan.
Semua tuduhan yang menyebutkan bahwa FPI anti Pancasila dan tidak sejalan dengan Ideologi bangsa, maka dari bukti terkait tak ada satu pun pengkhianatan yang dilakukan oleh FPI.
Menjadi alibi anti Pancasila untuk memberangus peran politik kelompok umat Islam merupakan salah satu wujud dari Islamophobia (rasa takut yang berlebihan terhadap Islam). Mereka menggunakan semua dalih ini layaknya pecundang dan juga membuka peluang bagi politik kapitalis liberal untuk berkuasa. Mereka sejatinya takut dan khawatir bila mana umat Islam yang berkuasa serta menegakkan kembali aturan syariat Islam.
Dan pada kesempatan yang sama, umat Islam sejatinya sedang dijadikan alat sebagai Islam yang moderat, agar segala pandangan hidup menjadi toleransi terhadap perbedaan, menjunjung tinggi kebudayaan nenek moyang walaupun di dalam Islam sangat bertentangan. Umat Islam tidak boleh ekstrem, apa lagi sampai bertentangan dengan pemerintah. Sebaliknya, umat Islam harus patuh dan tunduk pada pemerintah, jika pun pemerintah berbuat zalim. Dan apa bila sampai mengkritik pemerintah akan dijerat dengan Pasal UU ITE dan disebut juga sebagai ujaran kebencian.
Maka jelas sekali bahwa saat ini sekularisme tengah mendera pemikiran umat Islam. Bahkan dalam pemerintahan semua hukum dan kekuasaan sampai mereka berani mengganti aturan Allah SWT dengan aturan buatan manusia. Yang mereka anggap bahwa aturan yang diterapkan sudah lebih baik dari pada aturan Islam. Karena sebab itu pula, kerusakan di muka bumi yang timbul diakibatkan kekufuran yang diperbuat oleh manusia.
Cacat logika semacam ini dapat menimbulkan pertentangan dari banyak pihak. Maka wajar jika banyak sekali dari umat menginginkan perubahan yang hakiki, terutama kehadiran ormas FPI yang selalu fenomenal dengan aksi-aksinya. Mereka sangat lantang menyerukan kebenaran. Dirasa pula bahwa sudah saatnya kebenaran memimpin negeri ini.
Jika membubarkan ormas FPI merupakan cara rezim melenyapkan keadilan di negeri ini, dan itu menandakan bahwa rezim sangat alergi terhadap ormas Islam. Lalu mau jadi apa negara ini, jika menyerukan kebenaran dianggap ancaman bagi negara? Bahkan perbuatan FPI sebenarnya tidak ada yang bertentangan dengan nilai dan norma-norma Pancasila sedikit pun. Karena mereka hanya ingin patuh dan tunduk pada aturan dan perintah Allah SWT untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Sudah saatnya kita semua selaku umat Islam sadar, bahwa membenci saudara se-aqidah merupakan perbuatan yang kufur. Tidak ada yang salah dengan FPI, tapi salahkanlah sistem negara yang katanya menerapkan prinsip demokrasi “Kedaulatan ada di tangan rakyat”. Namun buktinya semua itu hanyalah omong Kosong. Toleransi dan solidaritas yang selalu digembor-gemborkan hanyalah celotehan pemanis di bibir. Karena pada realitanya masih saja mendiskreditkan ormas Islam yang terindikasi radikalisme.
Jika berbicara masalah radikalisme, PKI pun sebenarnya radikal, namun radikal yang dimaksud di sini adalah radikal yang menyesatkan. Tapi negara diam saja dengan pola dan tingkah lakunya yang selalu berdalih “Aku Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI Harga Mati”. Walau banyak yang tidak menyadari keberadaannya namun mereka masih bebas berkeliaraan dan bahkan menduduki kursi pemerintahan. Dan yang patut diwaspadai yaitu mereka— musuh dalam selimut yang sesungguhnya para kader PKI bukan FPI.
Sudahlah, buang rasa kebencian terhadap ormas Islam. Tetap tanamankan rasa solidaritas meskipun pada umat yang berbeda aqidah. Jangan biarkan islamophobia terus-menerus mendera dan menjangkit di hati kita. Sejatinya Islam adalah agama yang damai, bukan agama yang menyeramkan atau bahkan sampai mengancam keamanan. Semua framing jahat yang disebarkan oleh musuh Islam hanya untuk melemahkan pemikiran umat Islam dan menjauhkan dari ajaran Islam itu sendiri.
Maka dari itu kebenaran ini harus sama-sama diperjuangkan untuk kemaslahatan umat. Menyeru kepada masyarakat untuk bersama-sama dalam taat, memang bukan hal yang mudah, namun keyakinan bahwa Islam adalah fitrah, menjadikan dakwah ini semakin bergairah.
Sebagai muslim kita tentu meyakini bahwa Islam adalah Rahmatan lil ‘alamin, sebagaimana firman-Nya:
“Dan tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” – Q.S. Al Anbiya (21): 107
Allah menjanjikan Islam sebagai rahmat yang akan diberikan bukan hanya kepada kaum muslim, namun juga kepada non-muslim, hewan, tumbuhan dan alam semesta. Secara bahasa, rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba (lihat Lisanul Arab, Ibnul Mandzur) atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Sehingga untuk mendapatkan rahmat Allah tentu kita tidak akan segan-segan dalam mempelajari, menerapkan dan mendakwahkan islam dalam seluruh aspek kehidupan kita.
Karena Islam merupakan sebuah konstruksivitas yang absolut dan tidak dapat dijalankan setengah-setengah, tidak pantas bila seorang muslim masih takut untuk mempelajari agama mereka sendiri. Karena sejatinya dengan mempelajari agama itulah salah satu solusi preventif untuk terhindar dari ajaran dan tindakan terorisme, bukan malah sebaliknya.
Dan tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk takut mendakwakan syariat dan Khilafah, karena ia merupakan ajaran Islam yang terlindungi secara konstitusional. Terutama karena itu merupakan perintah dan kewajiban dari Allah SWT. Maka, perjuangan umat Islam harus semakin kita gencarkan dengan terus mendakwahkan Islam dan Khilafah sebagai solusi utuh dalam menghadapi kompleksitas problematika dunia secara global.[]
Wallahu a’lam bi ash-showab