Oleh : Arwiyanti
Dunia remaja saat ini adalah dunia di mana penuh dengan tantangan dan permasalahan. Banyak dari mereka yang terjerat narkoba, permasalahan seksualitas, tawuran, bullying dan masih banyak kasus lainnya. Dan dari beberapa permasalahan remaja tersebut, kasus yang paling banyak menimpa adalah tentang seksualitas. Dimulai dari seks bebas, kehamilan yang tak diinginkan, aborsi, pernikahan dini dan penyakit menular seksual (PMS).
Didorong dengan banyaknya kasus terkait kehidupan remaja terutama kesehatan reproduksi ini, maka pemerintah melalui Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sejak tahun 2013 meluncurkan program GenRe yakni suatu program yang memfasilitasi remaja agar belajar memahami dan mempraktikan perilaku hidup sehat dan berakhlak untuk mencapai ketahanan remaja sebagai dasar mewujudkan Generasi Berencana (GenRe). Maka pemerintah akan memberikan dukungan baik sarana maupun prasarana dalam kegiatan yang dinilai sejalan dengan gagasan itu. Termasuk salah satunya dengan peluncuran film "Dua Garis Biru" .
Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN, Dwi Listyawardani mengungkapkan, pihaknya merasa terbantu dengan adanya film Dua Garis Biru dalam mensosialisasikan pendidikan seks sejak dini. "Artinya, cara kita mensosialisasikan itu supaya bisa diterima oleh sasaran kita. Terutama remaja dan keluarganya itu. Harus variasi, di antaranya melalui film ini," ujarnya saat ditemui di Swiss-Belinn Hotel, Malang, Jawa Timur, Selasa (16/7).(www. Idntimes.com, 17/07/2019)
Namun di sisi lain, ada penolakan atas tayangan film tersebut yang digagas oleh Gerakan Profesionalisme Mahasiswa Keguruan Indonesia (Garagaraguru) di Change.org. Mereka menilai ada beberapa scene di trailer yang menunjukkan situasi pacaran remaja yang melampaui batas. Menurut mereka, tontonan tersebut dapat memengaruhi masyarakat, khususnya remaja untuk meniru apa yang dilakukan di film. (detik.com 01/05/2019)
Sebenarnya, kalau kita berbicara tentang pendidikan seks. Maka itu sesuatu hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Apalagi kalau berbicara pendidikan di dalam ajaran Islam. Islam mengaturnya secara mendetail.
Islam memandang bahwa seks itu termasuk dalam naluri nau yang memang secara fitrah diturunkan oleh Allah SWT, di mana naluri ini sifatnya harus dipenuhi. Namun tak boleh juga kita memenuhinya dengan seenaknya. Pasti ada aturannya. Dan tentunya aturan itu pun harus datang dari Dzat yang menciptakan manusia dan naluri itu sendiri. Yaitu aturan Allah SWT.
Nah di dalam Islam pendidikan seks diberikan bukan dengan cara memberikan gambaran dan memperlihatkan langsung adegan-adegan seks. Bukan juga memberikan pengetahuan tentang alat-alat kelamin. Karena biasanya remaja itu akan semakin penasaran dan malah ingin mencoba.
Islam memiliki pokok-pokok pendidikan seks, yang pasti berbeda dengan pendidikan sekuler kapitalis seperti saat ini. Pertama, tanamkan rasa malu pada anak. Misalnya dengan tidak membiasakan telanjang di depan orang lain, biasakan kencing di tempat tertutup, keluar kamar mandi dengan ditutup handuk dan lain sebagainya.
Kedua, tanamkan jiwa maskulin pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada perempuan. Dengan cara pemberian mainan sesuai dengan jenis kelamin, memakaikan baju yang sesuai dengan jenis kelamin. Rasulullah SAW dari Ibnu Abbas r. a dia berkata: “Rasûlullâh SAW melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari Abu Dawud dan Tirmidzi).
Ketiga, pisahkan tempat tidur anak setelah usia 7 - 10 tahun. Jangan biarkan anak-anak tidur dalam satu ranjang atau bahkan satu selimut dengan saudara yang walaupun sama jenis kelaminnya.
Keempat, kenalkan anak atas tiga waktu sensitif di mana izin untuk masuk kamar orangtua harus selalu dilakukan, yaitu: " sebelum salat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah shalat Isya" . Di mana orangtua biasanya sedang dalam kondisi santai, melonggarkan pakaian, baik sedang melakukan hubungan suami istri atau sedang tidur.
Hal tersebut sesuai ajaran yang dituliskan dalam Alquran Surah Annur ayat 58:" Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah shalat Isya'. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"
Kelima, pahamkan anak tentang batasan aurat. Hingga anak-anak paham mana yang boleh terlihat oleh selain non mahrom.
Keenam, pahamkan anak tentang mahrom.
Ketujuh, didik anak untuk selalu menjaga pandangan mata. Sesuai dengan surat An Nur ayat 30 yang berbunyi : Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka.
Kedelapan, pahamkan tentang larangan ikhtilat dan kholwat. Jangan anggap remeh meskipun mereka masih anak-anak.
Dan yang kesembilan, berikanlah pendidikan ihtilam dan haid.
Nah jika untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam tersebut ingin menggunakan sarana film, maka hukumnya boleh. Namun sayangnya penayangan film hari ini lebih banyak bermuatan bisnis daripada pendidikan. Dikarenakan sistem kapitalistik yang saat ini masih bercokol di negeri kita. Yang mana orientasi mereka hanyalah keuntungan secara materi saja. Dan juga lemahnya pengaturan negara terhadap kualitas film yang akan disajikan di masyarakat.
Untuk itu mari kita bersama-sama serukan di tengah-tengah masyarakat agar menyadari bahwa film-film yang selama ini disuguhkan itu tidak bermuatan pendidikan seks yang hakiki, namun pada faktanya justru film yang membawa dampak negatif pada remaja kita. Dan tentu seruan itu pun juga ditujukan kepada negara, karena dibutuhkan peran negara untuk menyetop penayangan film-film tersebut. Hingga negara lebih peduli terhadap masa depan generasi dibandingkan hanya dengan segelintir keuntungan materi.