Film, Antara Manfaat dan Maslahat



Oleh : Sendy Novita, S.Pd


Membahas film yang akhir-akhir ini viral yaitu “ Dua Garis Biru” garapan Gina S Noer beberapa waktu lalu cukup menyita perhatian. Bukan hanya para remaja yang antusias tapi juga para praktisi dan masyarakat. Film ini kurang lebih menceritakan tentang gaya pacaran anak muda jaman sekarang yang melampaui batas dimana adegan berduaan sudah dianggap hal yang lumrah dan wajar. Film yang ( katanya) untuk mengedukasi generasi muda tentang bahayanya seks di luar nikah.

Untuk itu Gerakan Profesionalisme Mahasiswa Keguruan Indonesia ( Garagaraguru) di Change.org menggagas petisi untuk memboikot diputarnya film tersebut. Menurut mereka, adegan dalam film dapat mempengaruhi remaja untuk meniru apa yang ditonton. Alih-alih dibatalkan, film ini justru mendapat sambutan luar biasa, satu juta lebih penonton tersedot setelah tayang selama seminggu di bioskop. 

Penelitian ilmiah membuktikan bahwa tontonan dapat mempengaruhi manusia untuk meniru apa yang dilihatnya, DetikHOT, Rabu (1/5/2019). Meski tak melihat adegan yang melanggar undang-undang, namun ada pesan secara implisit yang ingin disampaikan dalam film tersebut dan ini yang menjadi pemicu rusaknya generasi muda Indonesia. 

Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Dwi Listyawardani mengatakan bahwa film tersebut bisa menjadi edukasi kesehatan reproduksi kepada remaja yang menontonnya. Film itu menggambarkan realita bahwa remaja mempunyai sedikit pengetahuan dan pembelajaran tentang kesehatan reproduksi tetapi tidak memahami resiko yang bisa terjadi akibat perkawinan usia muda dan inilah resiko penyebab kematian ibu hamil dengan usia terlalu muda ( ANTARA.NEWS.com 11/7/19). Selain itu ketidaksiapan mental pasangan usia muda belum lagi ditambah dengan fisik dan pemikiran yang tak siap dengan segala konflik rumah tangga. 

Pertanyaannya adalah, apakah dengan menonton film tersebut sudah pasti menjamin bahwa  pesan yang baik dapat tersampaikan dan mampu merubah gaya remaja saat ini sementara pesan tersebut dibungkus dengan adegan yang tidak mendidik? Manakah yang lebih mudah diingat dan melekat? Dampak dari film tersebut atau justru adegannya? Tolok ukur apa yang digunakan untuk menilai baik dan buruk suatu film? Film memang menjadi media yang mudah masuk di kalangan remaja tetapi apakah tayangan yang tidak mendidik akan menjadi suatu solusi?

Sistem bebas film bebas

Kita melihat maraknya film-film yang bebas tak lain karena sistem liberal yang telah merasuki kehidupan masyarakat. Sistem yang mengagungkan kebebasan maka pembuatan filmpun hanya bernilai bisnis dan menguntungkan, selama masyarakat berminat maka film akan dibuat dengan judul dan trailer yang menjual.

Para sineas film akan menyajikan dalam alur yang menarik dan semakin menarik jika tajuk yang dihadirkan adalah masalah yang kontroversial di masyarakat. Dengan film, polemik yang kontroversial dan dianggap tabu akan diterima masyarakat beserta perubahannya. Tak perduli dampaknya bagi masyarakat. Salah satu contohnya adalah film yang tak kalah kontroversial, “Kucumbu Tubuh Indahku” karya Garin Nugroho yang sebelumnya ketar-ketir dengan munculnya film “ Dilan” yang bergenre remaja yang jauh dari kata teladan.

Remaja kita yang tak kuat iman jelas akan terbawa romantismenya film. Tak lagi menjadi tontonan tapi telah menjadi tuntunan bahkan teladan dalam menjalani kehidupan. Mereka justru akan mendapat pelajaran baru dalam menjalin suatu hubungan. Tak ada film yang kontroversial saja gaya hidup remaja telah banyak terjerumus arus liberalisasi apalagi ditambah degan menjamurnya tontonan yang tidak mendidik. 

Dalih kebebasan menjadi jurus yang ampuh dan mematikan sebagai legalitas dalam bertindak sesuai kehendak. Hal ini menjadi pertanyaan baru bagi praktisi dan masyarakat. Apakah tak ada filter untuk menjaga generasi sebagai aset masa depan?

Melihat fakta saat ini, filter untuk penjagaan generasi rupanya memang tak difungsikan sebagaimana mestinya. Negara seperti tak berdaya untuk mengendalikan arus liberalisasi yang menghancurkan generasi bahkan mesti hanya melalui film. 

Sistem terjaga generasi berjaya

Kebijakan dalam penjagaan remaja agar tak terseret dalam reproduksi yang tak sehat harusnya lebih fokus pada penanggulangan pergaulan bebas. Bagaimana mungkin mencegah pergaulan bebas jika film yang ditayangkan justru mengumbar pergaulan bebas itu sendiri? Untuk itulah negara dalam hal ini pemerintah mempunyai peran utama dalam mengendalikan produksi film.

Sistem yang terjaga dengan Islam akan mempunyai pandangan yang berbeda terkait dengan film yang akan ditayangkan. Film dalam Islam ditujukan dalam rangka dakwah dan edukasi. Film yang mengumbar syahwat jelas tak akan diberi ruang untuk tayang termasuk film yang merusak akidah dan pemikiran seperti paham kapitalisme, liberalisme, hedonisme dan lain-lain. 

Dengan Islam, Negara akan menjamin rakyatnya untuk mendapat tontonan yang bergizi dan mampu menguatkan akidah sekaligus dalam rangka berlomba dalam kebaikan. Negara yang berani mewujudkan gambaran kebesaran dan keagungan Islam, keadilan hukum serta menumbuhkan budaya amar ma’ruf nahi mungkar. Islam menjadi benteng penjagaan yang sempurna bagi generasi karena segala yang ada dijadikan jalan sebagai kemaslahatan dan dalam rangka menggapai ridho Allah SWT semata.







Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak