Oleh: Sri Purwanti, Amd.KL (pemerhati masalah lingkungan, member Akademi Menulis Kreatif)
Presiden Joko Widodo telah resmi mengumumkan pemindahan ibukota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur, pada selasa(7/8/19) kemarin. Pemerintah telah menetapkan dua kabupaten, yakni Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kertanegara. Jokowi mengungkapkan 5 alasan yang membuat Kaltim terpilih mengalahkan kandidat lain di Pulau kalimantan, pertama resiko bencana minimal, baik bencana banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan maupun longsor. Kedua lokasi tersebut di nilai strategis, karena jika di Tarik koordinat, lokasinya tepat berada di tengah wilayah Indonesia. Ketiga, lokasi berada di dekat perkotaan yang sudah terbih dahulu berkembang, yakni Balikpapan dan Samarinda. Keempat, lokasi memiliki infrastruktur yang relative lengkap. Dan yang terakhir terdapat tanah pemerintah yang relative luas mencapai 180.00 hektare (kompas.com, 27/8/19)
Jokowi kekeuh memindahkan ibukota dengan alasan Jakarta sering banjir dan macet, beban pulau Jawa pun sudah terlalu berat. Andai untuk menghindari banjir ,lalu bagaimana dengan Kalimantan?
Seperti diketahui, wilayah Kalimantan Timur juga memiliki risiko rawan banjir. Hal itu terungkap dalam berita di Kompas.com pada 22 Agustus 2019. Belum lagi potensi gempa bumi
"Secara geologi dan tektonik, di wilayah Provinsi Kaltim terdapat 3 struktur sesar sumber gempa, yakni Sesar Maratua, Sesar Mangkalihat, dan Sesar Paternostes," ujar Daryono saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).
Belum lagi masalah kebakaran hutan dan lahan yang senantiasa mengintai.
Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) perminggu (18/80, kasus kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan masih tinggi. Di propinsi Kalimantan Barat misalnya , terdapat titik panas sebanyak 265 titik. Begitu juga di Kalimantan Tengah sebanyak 219 titik dan Kalimantan Selatan 6 titik (jawapos.com 18/08/209)
Belum lagi pemindahan ibukota memerlukan biaya yang tidak sedikit, biaya pindah di perkirakan mencapai Rp 466 Triliun, padahal kondisi ekonomi di negeri ini berada di ambang batas normal, utang yang berbunga ada dimana-mana, kenaikan harga bahan pokok yang semakin mencekik rakyat. Seharusnya sebelum memindahkan ibukota harus dengan perencanaan yang sangat matang, seperti bentuk investasi Swasta, optimlisasi kota yang baru seperti apa, bagaimana urusan pelayanan rakyat selama masa transisi, efesiensi pemerintahan setelah pemindahan, dan bagaimana dampak yang di timbulkan setelah perpindahan, mengingat perpindahan ibukota bukan sekedar memindahkan gedung dan kantor pemerintahan, tetapi juga pemindahan pegawai dan semua hal yng bekaitan dengan instansinya.
Dalam sejarah pemerintahan Islam pun tercatat sedikitnya empat kali perpindahan ibukota Negara, akan tetapi alasan utamanya adalah alasan politik. Perpindahan yang pertama adalah dari Madinah ke Damaskus pada masa Bani Ummayah. Perpindahan kedua dari Damaskus ke Baghdad pada masa Bani Abbasiyah, perpindahan yang ketiga dari Baghdad ke Kairo pasca serangan pasukan Mongol yang menghancurkan Baghdad. Perpindahan terakhir dari Kairo ke Istanbul pada masa terakhir bani Abbasiyah, dengan pertimbangan karena Bani utsmaniyah lebih mampu untuk memimpin dunia Islam dan medakwahkannya ke seluruh dunia.
Istanbul telah berdiri lebih dari 1000 tahun karena dibangun oleh Kaisar Konstantin. Dengan demikian, satu-satunya ibukota Khilafah yang praktis dibangun dari awal hanyalah Baghdad.
Pada 30 Juli 762 M, Khalifah al-Mansur mendirikan kota Baghdad. Al-Mansur percaya bahwa Baghdad adalah kota yang akan sempurna untuk menjadi ibukota Daulah. Sebelum membangun Kota Baghdad, Al-Mansur mengutus banyak ahli untuk tinggal beberapa lama di kota itu. Mereka diperintahkan untuk meneliti keadaan tanah, cuaca, dan kondisi geografisnya. Hasilnya, mereka menyimpulkan bahwa Baghdad yang terletak di tepian Sungai Tigris sangat strategis dijadikan pusat pemerintahan karena lokasinya yang strategis serta mampu memberikan kontrol atas rute perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia. Iklim yang kering dan Tersedianya air sepanjang tahun juga membuat kota ini lebih beruntung daripada ibukota Daulah sebelumnya yakni Madinah atau Damaskus.
Kota dibangun dalam dua semi-lingkaran dengan diameter sekitar 19 kilometer. Bulan Juli dipilih sebagai waktu mulai karena dua astronom, Naubakht Ahvaz dan Masyallah percaya bahwa itu saat yang tepat, karena air Tigris sedang tinggi, sehingga kota dijamin aman dari banjir. Memang ada sedikit astrologi di situ, tetapi itu bukan pertimbangan utama. Batu bata yang dipakai untuk membangun berukuran sekitar 45 centimeter pada seluruh seginya. Abu Hanifah adalah penghitung batu bata dan dia mengembangkan sistem kanalisasi untuk membawa air baik untuk pembuatan batu bata maupun untuk kebutuhan manusia.
perencanaan kota juga memperhatikan aspek pertahanan terhadap ancaman serangan. Ada empat benteng yang mengelilingi Baghad, masing-masing diberi nama Kufah, Basrah, Khurasan dan Damaskus, sesuai dengan arah gerbang untuk perjalanan menuju kota-kota tersebut. Setiap gerbang memiliki pintu rangkap yang terbuat dari besi tebal, yang memerlukan beberapa lelaki dewasa untuk membukanya.
Setiap bagian kota yang direncanakan untuk jumlah penduduk tertentu dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan. Sebagian besar warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar. Negara dengan tegas mengatur kepemilikan tanah berdasarkan syariat Islam. Tanah pribadi yang ditelantarkan lebih dari tiga tahun akan ditarik kembali oleh negara, sehingga selalu tersedia dengan cukup tanah-tanah yang dapat digunakan untuk membangun fasilitas umum. (Sumber:http://www.fahmiamhar.com/2013/02/ketika-khilafah-pindah-ibu-kota.html)
Sistem kapitalis Memang memandang segala sesuatu dinilai dengan materi tanpa memperhatikan kepentingan rakyat, semua dilakukan demi meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan risiko besar yang akan menyertai dari setiap kebijakan yang dimunculkan.
Beda konsep dengan sistem Islam, dalam islam negara hadir sebagai pelayan dan pengurus rakyat. Proyek negara dikerjakan untuk sebesar-besar kepentingan rakyat. Kekayaan alam dimanfaatkan demi mencukupi kebutuhan rakyat.
Wallahu alam bisshowab