Oleh : Rengganis Santika
Inilah wajah buruk demokrasi,...semakin dibahas, dan didiskusikan (seperti dalam tayangan ILC "perdana", tvone) justru semakin nyata kebobrokan demokrasi. Rakyat hanya bisa membathin. Pemilu yang memilukan ini memang telah usai, namun sederet PR kekacauan, kerugian materil, harta, nyawa dan biaya sosial lainnya belum terselesaikan. Usai hajatan demokrasi terburuk dalam sejarah Indonesia ini, Pemerintah dan negara hanya bisa cuci tangan!!, Semua hutang sisa hajatan demokrasi wajib dibayar! Untuk semua itu rakyat kembali terkena getahnya ikut menanggung beban. Selain cuci tangan, nampaknya pemerintahpun sudah angkat tangan untuk bertanggungjawab untuk semua kerusakan ini!.
KPU konon katanya (baru) memberi santunan pada 162 panitia KPPS dari 700 an korban meninggal dan ribuan yang terbaring sakit, bahkan sampai saat ini (entah sisanya??). Ditengah himpitan hidup rakyat Indonesia, 25 Trilyun rupiah, uang rakyat sukses melayang untuk sebuah pemilu yang penuh noda dan dusta! Rupanya demokrasi pun berhasil memcetak mental penguasa yang tak tahu malu, bermuka badak, hanya demi sebuah kekuasaan semu. Padahal warga dunia sedang puas menertawakan negri ini dan penguasa bonekanya yang tak berdaya dimata dunia. Para poli(tikus) tak mau tahu nasib negara yang tengah sekarat, malah meributkan posisi di koalisi, dan rekonsiliasi diatas derita rakyat yang telah berjuang bersimbah peluh membela keadilan dalam melawan kedzaliman dan kebohongan rezim.
Sekarang para penguasa, elit politik.. sibuk rebutan kursi, pilah pilih posisi mentri, bagi-bagi kue kekuasaan, politik dagang sapi!! seolah tak terlintas di dalam benaknya bahwa jabatan itu amanah yang berat....Kini rakyatpun kadung terbiasa menyaksikan geliat para pemain politik opportunis dan para elit politik haus kuasa masuk gelanggang arena bancakan jabatan. Kemana mereka saat rakyat terdzalimi? Korban Kasus 21-22 mei, korban pemilu, bencana alam, PHK dimana-mana, ekonomi kita yang babak belur, dan hukum negri ini yang kehilangan nyali membela keadilan. Mereka tak punya cermin untuk berkaca pada realitas masyarakat yang hancur berdarah-darah akibat diterapkannya demokrasi.
Inilah politik transaksional, karakter asli demokrasi. Dari masa ke masa pemimpin boleh berganti tapi sistem masih sama dan semua ini akan selalu terjadi. Sambil tertawa pahit, rakyat menunggu penuh kegetiran akhir permainan bancakan kekuasaan para elit di koalisi rezim. Lihat saja, seolah tak mau kalah dengan PKB, nasdem meminta sebelas kursi kabinet, Golkar pun unjuk gigi menyatakan sebagai pendukung pertama rezim (kumparan.com). Semua partai politik sibuk cari muka, pali ng mendukung, paling berjasa...
Siapakah yang menanggung akibat dan korban dari semua ini? Yang pasti 250 juta rakyat Indonesia lah yang jadi pertaruhan dari permainan para elit penguasa dan pengusaha. Jangan pernah berharap pemerintah dengan kabinet baru, kebijakan baru akan berpihak pada rakyat. Sebaliknya justru kemashlahatan rakyat tergadaikan. Siapa yang akan diuntungkan? Yang pasti politik transaksional dalam demokrasi mengatakan, kamu jual aku beli. Aku modali aku harus untung!. Para pemodal kapitalis pasti menuntut dimuluskan jalannya. Kelompok, organisasi, partai pendukung, maka merekalah yang akan berjuang mendapat jatah kue pembangunan ini...rakyat? nanti dulu!! Politik mereka adalah politik kepentingan golongan, kelompok tak peduli akan mencederai rakyat.
Politik dalam demokrasi tak lebih hanya kendaraan meraih kekuasaan. Slogan dari rakyat oleh rakyat cuma isapan jempol...karena realitasnya setelah kekuasaan diraih maka akan di pertahankan dengan segala macam cara...sekalipun harus menipu rakyat!!:. Bandingkan dengan praktek politik dalam islam. Dimana politik adalah siyasah, yang artinya pengurusan umat didalam dan luar negri, visinya jelas menebarkan rahmatan lil alamin. Melalui penerapan islam secara kaaffah. Rentang waktu yang lama (14 abad), dan keunggulan posisi negara khilafah dulu sebagai adidaya dunia, sudah cukup sebagai bukti bagaimana pemimpin meri'ayah (nengurus) warganya...wallohu'alam