Child grooming adalah sebuah upaya yang dilakukan seseorang untuk membangun hubungan, kepercayaan, dan hubungan emosional dengan seorang anak atau remaja sehingga mereka dapat memanipulasi, mengeksploitasi, dan melecehkan mereka. (National Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC))
Menyimak definisi di atas rasanya bagai disambar petir di siang hari. Menggeliat tanya, separah inikah bahaya yang mengintai anak-anak kita? Harus diakui fenomena pelecehan seksual pada anak terus saja terjadi. Semakin parah dengan hadirnya modus baru. Child grooming.
Melansir dari detiknews, belum lama ini Polda Metro Jaya berhasil menangkap seorang pelaku child grooming berinisial AAP alias Prasetya Devano alias Defans alias Pras.
Pelaku melancarkan aksinya melalui aplikasi game online ‘Hago’ dan ditangkap di kawasan Jakarta Barat pada 25 Juli 2019 lalu. “Iya betul, pelakunya sudah ditangkap, nanti kami rilis,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono. (detik.com, 29/7/2019).
Pelaku mencari korban melalui aplikasi game online dengan fitur discovery people. Dari fitur tersebut pelaku mencari korban perempuan yang rata-rata masih berusia belasan tahun.
"Saat gunakan video call ini pelaku ngajak korban-korban untuk melakukan perbuatan yang mengarah pada tindakan asusila, kemudian pelaku coba untuk ngajak korban untuk melakukan seks menggunakan WhatsApp Call. Yang dilakukan pelaku sempat memberitahu atau mengajak korban untuk sampai buka pakaian, tunjukkan kemaluan, dan juga ngajak korban masturbasi," imbuh Iwan.
Mengerikan. Parahnya lagi pelaku juga memanfaatkan fitur rekaman dalam aplikasi. Tak ayal korban pun berisiko terjerat melakukannya berulang kali sebab takut akan ancaman rekamannya akan disebar luas di dunia maya.
Lebih Jauh Tentang Child Grooming
Di berbagai negara, grooming sudah marak menjadi modus kejahatan pelaku pelecehan seksual anak.
Siapa pun bisa menjadi seorang groomer (pelaku grooming). Tak peduli berapa usianya atau apa jenis kelaminnya. Bahkan berdasarkan kejadian di lapangan, seorang groomer bisa muncul dari dalam lingkungan keluarga sendiri.
Proses grooming bisa dilakukan dalam waktu singkat atau lama. Hal ini memang tergantung dari bagaimana seorang groomer menjalankan aksinya.
Seorang groomer yang berhasil akan mampu membangun sosoknya tampak berwibawa di hadapan korbannya.
Jenis hubungan yang dibangun oleh seorang groomer pun bisa sangat beragam. Bisa saja sebagai seorang kekasih, mentor, atau figur yang diidolakan oleh sang anak.
Platform yang digunakan oleh seorang groomer juga bermacam-macam, mulai situs media sosial, e-mail, WhatsApp, atau chat forum. (id.theasianparent, 24/7/2019).
Dalam hal ini, seorang pakar psikologi Rosdiana Setyaningrum MPsi, MHPEd menghimbau para orang tua mencegah pelecehan seksual ini terjadi. Dimulai dengan memberikan pendidikan seks sedini mungkin sesuai dengan tahapan perkembangan anak.
Antara lain melatih anak untuk menghargai tubuhnya sendiri. Beri pemahaman pada anak, area tubuh mana yang boleh disentuh dan tidak. Termasuk dalam hal boleh tidaknya memperlihatkan pada orang lain. Harapannya tentu bisa mencegah pelecehan seksual.
Namun, jika diteliti lebih jauh solusi ini tak cukup untuk menuntaskan masalah. Fakta tersaji merebaknya kejahatan seksual juga tidak terlepas dari faktor lingkungan. Pengaruh media yang sarat pornografi dan porno aksi, narkoba dan minuman keras adalah beberapa contoh yang menjadi pemicu terjadinya kejahatan seksual.
Di atas semua itu kebebasan berperilaku layak dituding jadi biang keladi permasalahan ini. Bagaimana tidak, terdapat mindset di tengah-tengah masyarakat pada umumnya tentang kebebasan yang menafikan nilai-nilai dan norma-norma yang ada, termasuk norma agama. Suka tidak suka inilah yang dinamakan Sekularisme. Dipisahkannya syariat agama dari kehidupan. Alih-alih memikirkan halal haram, yang ada hanya nafsu dan kesenangan sesaat. Tak peduli meski kelak memetik azab pedih di akhirat.
Nyata sekularisme yang juga merupakan asas dari ideologi Kapitalisme harus dihentikan. Alangkah besar kerusakan di tengah masyarakat bila ia tetap dibiarkan. Haruskah menanti child grooming jadi booming hingga jatuh korban-korban berikutnya?
Apa pun Masalahnya, Islam Solusinya
Galibnya penanganan tindak kriminal seharusnya dilakukan dua sisi; preventif dan kuratif. Tanpa upaya pencegahan (preventif), apa pun langkah kuratif yang dilakukan, semisal menjatuhkan sanksi hukum yang berat tidak akan pernah efektif. Demikian pula sebaliknya. Tindak preventif tanpa diikuti dengan sanksi yang tegas tentunya sia-sia.
Sudah barang tentu keduanya tak luput dari tinjauan Islam. Sebab syariat Islam datang sebagai petunjuk bagi manusia, sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al-Fath ayat 28:
“Dialah Allah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak, agar Dia menangkan agama itu atas semua agama-agama lainnya. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (QS. Al Fath: 28).
Maka Islam memandang kejahatan seksual sebagai sebuah tindak kriminal yang pelakunya layak mendapatkan hukuman yang tegas.
Di saat yang sama sistem Islam memiliki seperangkat sistem yang mampu mencegah tindakan tersebut dengan menutup seluruh pintu kemaksiatan yang dapat menjadi pemicu tindak kejahatan tersebut. Sejak awal Islam telah melarang untuk mendekati zina, sebagaimana firman Allah SWT,
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji, dan seburuk-buruknya jalan.” (QS. Al Israa: 32).
Syariat Islam juga mengatur interaksi antara pria dan wanita yang dicukupkan pada wilayah muamalah dan tolong-menolong saja. Islam juga mewajibkan pria dan wanita menutup aurat ketika berada di tempat-tempat umum. Selain itu, Islam juga melarang keras peredaran minuman keras dan narkoba. Berbagai hal yang merusak akal dan mendorong orang terjatuh dalam perbuatan haram tidak akan diproduksi sekalipun ada kelompok masyarakat yang menginginkannya. Tercakuplah di dalamnya media dalam berbagai bentuknya, radio, TV, sosial media bahkan aplikasi game online. Syariat Islam tidak akan berkompromi dengan berbagai barang haram dan merusak meskipun mendatangkan keuntungan finansial bagi negara ataupun pengusaha.
Hanya saja hal di atas tidak akan terwujud tanpa penerapan Syariat Islam secara sempurna dan menyeluruh dalam naungan institusi negara yakni Khilafah Islamiyah. Adanya Khilafah akan menyempurnakan penerapan Syariat Islam yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam, bukan hanya bagi kaum Muslimin saja sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al Anbiyaa: 107).
Wallaahua’lam.
Ummu Zhafran, penulis lepas