Oleh : Arwiyanti
Bulan Dzulhijah telah datang. Telah masyhur di tengah masyarakat tentang keistimewaan dan keutamaannya. Rasulullah SAW bersabda "Ada dua bulan yang pahala amalnya tidak pernah berkurang, kedua bulan itu adalah bulan id: bulan Ramadhan dan bulan Dzulhijjah.” (HR. Al Bukhari & Muslim)
Di dalam hadist tersebut, Rasulullah SAW menggandengkan antara bulan Dzulhijah dengan bulan Ramadhan. Yang seharusnya menjadikan sebuah motivasi untuk kita agar menyambut datangnya bulan Dzulhijah sama dengan saat kita menyambut datangnya bulan Ramadan serta mengisi bulan Dzulhijah sama dengan saat kita mengisi bulan Ramadhan.
Rentang waktu yang utama untuk bulan Dzulhijah adalah 10 hari pertama. Seperti firman Allah dalam Surat Al Fajr 89 ayat 1-2 :
وَالْفَجْرِ. وَلَيَالٍ عَشْرٍ
Artinya : “Demi fajar. Dan (demi) hari yang sepuluh”
Ibnu Katsir rahimahullah berpendapat, “Yang dimaksud dengan “malam yang sepuluh” adalah sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Ibnu az-Zubair, Mujahid, dan lainnya dari kalangan kaum Salaf dan Khalaf”.
Rasulullah SAW bersabda "Tidak ada hari di mana amal saleh pada hari itu lebih dicintai Allah SWT daripada hari-hari ini, yakni 10 hari pertama Dzulhijah." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah?" Beliau menjawab, "Tidak juga jihad fi sabilillah kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa, raga, dan hartanya, kemudian tidak bersisa lagi" (HR Bukhari).
Sungguh luar biasa kemuliaan 10 hari pertama bulan Dzulhijah ini. Semua ibadah yang utama pun berkumpul dalam satu waktu. Sholat, sedekah, puasa dan juga ibadah haji. Namun sayangnya ibadah tersebut hanya dijadikan ritual tahunan saja. Hingga tak ada perubahan yang dirasakan, baik dalam kehidupan individu, masyarakat apalagi negara.
Padahal ada dua momentum besar di bulan Dzulhijah. Yang bila kita teliti lebih dalam, ada hikmah yang besar dalam momentum tersebut. Momentum pertama adalah Idul Hajj yang berlangsung di kota Mekah.
Dari ibadah haji kita bisa ambil pelajaran tentang pengakuan kita sebagai hamba Allah. Karena disaat menunaikan ibadah haji, tujuan kita hanya mendapatkan kasih sayang, ampunan dan rida Allah saja. Dengan bukti tak ada bantahan sedikit pun ketika melaksanakan ritual ibadah haji. Semua ritual dikerjakan oleh jamaah haji dengan khusyuk dan penuh penyerahan diri kepada Allah SWT.
Ibadah haji juga menggambarkan tentang persatuan dan persaudaraan Islam yang universal, yang hanya disandarkan kepada Allah SWT. Tak ada lagi yang mempermasalahkan tentang khilafiyah. Tak ada lagi permasalahan tentang suku, ras bahkan perbedaan negara. Semua bersatu pada dalam ritual ibadah haji.
Maka dari itu kita bisa mengambil pelajaran bahwa kaum muslimin seluruh dunia itu seharusnya bisa dipersatukan asal ada alat pemersatunya. Bila di Mekah kaum muslimin disatukan dengan ritual ibadah haji, maka bila ibadah haji telah usai, kaum muslimin bisa dipersatukan dengan adanya pemersatu yakni seorang imam yang hanya akan meninggikan kalimat-kalimat Allah saja.
Momentum kedua yang terjadi pada Bulan Dzulhijah adalah ibadah Qurban. Tentang keteladanan Nabi Ibrahim as. beserta putranya Nabi Ismail as. Pengorbanan yang sangat besar, yakni atas jiwa yang sangat dicintainya. Namun ketika Allah sudah memerintahkan penyembelihan kepada Nabi Ismail as, tak ada bantahan sedikitpun dari keduanya.
Kejadian tersebut, Allah abaikan di dalam surat ash-Shaffāt 37 ayat 102, "Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”
Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Maka inti dari Idul Qurban ini adalah bukan karena besar dan banyaknya hewan sembelihan kita. Namun tentang keikhlasan, ketakwaan dan kepasrahan kita atas perintah Allah SWT.
Nabi SAW bersabda, "Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah, sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang dgn tanduk-tanduknya, kuku-kukunya dan bulunya. Sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada Allah Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.” (HR. Ibnu Majah)
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hajj 22: Ayat 37
لَنْ يَّنَا لَ اللّٰهَ لُحُـوْمُهَا وَلَا دِمَآ ؤُهَا وَلٰـكِنْ يَّنَا لُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْ ۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَـكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰٮكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ
"Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik."
Tentu hal itu tak cukup hanya saat pelaksanaan penyembelihan hewan qurban saja. Namun ketakwaan, keikhlasan, ketundukan dan juga semangat mengorbankan apapun untuk Allah SWT harus selalu mengalir ke dalam nafas kita, dalam segala kegiatan dan disetiap lini kehidupan kita. Wallahu a’lam bishawab. []