Oleh: Widhy Lutfiah Marha (Member Akademi Menulis Kreatif)
Ketika pasir disandingkan dengan semen disertai beberapa guyuran air, campuran ketiganya akan mampu membantu para tukang membangun rumah. Kombinasi ketiganya sanggup merekatkan bata sehingga terbentuklah bangunan yang diimpikan.
Tapi tidak berhenti disana saja, pasir ternyata masih memiliki segudang manfaat yang ternyata sudah dimanfaatkan oleh manusia. Seperti, menghasilkan seni, terapi kesehatan, angkat beban, membersihkan galon air dari lumut, menentukan waktu, selancar pasir dan lain-lain. Dengan berbagai manfaat pasir itulah membuat banyak orang menyalahgunakan dalam mencarinya yaitu melalui penambangan yang tidak bertanggung jawab baik itu legal ataupun illegal. Penambangan yang tidak memperhatikan bahaya bagi alam sekitar dan masyarakat.
Dilansir (pacitan.com) dugaan aktivitas penambangan ilegal di lingkungan Tamperan, Sidoharjo, Pacitan, ternyata sudah terendus kepolisian. Bahkan, Polres Pacitan sudah menyelidiki izin usaha tambang batu untuk material proyek perbaikan breakwater Pelabuhan Tamperan itu. ‘’Berawal dari beberapa keluhan masyarakat terkait aktivitas penambangan,’’ kata Kapolres Pacitan AKBP Sugandi, Rabu (17/7).
Penyelidikan pun dilakukan, Sugandi berencana mengundang pengusaha tambang di lingkungan Tamperan. Pun di lokasi lainnya. Khususnya, yang belum mengantongi izin. Pihaknya bakal menggandeng Pemkab Pacitan. Terutama organisasi perangkat daerah (OPD) yang membidangi usaha pertambangan. ‘’Mereka bakal diberi sosialisasi regulasi penambangan galian pasir batu dan proses izin ke provinsi,’’ jelasnya.
Upaya tersebut juga untuk menyadarkan para pelaku usaha tambang. Kegiatan penambangan diharamkan jika kelengkapan izin belum dipenuhi. Setelah sosialisasi, pihaknya bakal lebih tegas. Polres Pacitan bakal menutup hingga menjatuhkan sanksi pidana jika nekat menjalankan aktivitas penambangan tanpa izin. ‘’Harapannya, secara sukarela pengusaha yang belum melengkapi izin menghentikan dulu operasional penambangan. Kalau tetap bersikeras melanjutkan, kami tindak,’’ tegasnya.
Ternyata pemerintah hanya akan menindak tegas pelaku penambang illegal karena merugikan pemerintah daerah yaitu tidak membayar pajak. Pemerintah daerah tidak menimbang dampak negatif tambang pasir bagi kondisi alam dan masyarakat Pacitan. Padahal antara penambang yang legal yang mendapatkan izin maupun yang tidak mendapatkan izin beda tipis karena keduanya penambangan tersebut seringkali mengabaikan sisi keselamatan kerja, dan dampak bagi alam sekitar.
Dampak Positif dan Negatif Penambangan Pasir
Dampak positif dari penambangan pasir laut meliputi,
Sebagai pendapatan negara atau devisa yang diperoleh dari ekspor pasir laut, meningkatkan sumber pendapatan daerah di tiap Kabupaten, perluasan area dermaga atau pelabuhan, reklamasi laut untuk pembangunan dan, sebagai pendapatan masyarakat di sekitar pesisir laut.
Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan adalah sebagai berikut,
Meningkatkan abrasi pantai dan erosi pantai, menurunkan kualitas lingkungan perairan laut, semakin meningkatnya pencemaran pantai, penurunan kualitas air yang menyebabkan semakin keruhnya air laut, rusaknya wilayah pemijahan dan daerah asuhan, menimbulkan turbulensi yang menyebabkan peningkatan kadar padatan tersuspensi di dasar perairan, meningkatkan intensitas banjir air rob terutama di pesisir daerah yang terdapat penambangan pasir laut, merusak ekosistem terumbu karang dan fauna yang mendiami ekosistem tersebut, dan timbulnya konflik sosial antara masyarakat yang pro-lingkungan dan para penambang pasir laut.
Jika kita bandingkan dampak negatif ini lebih banyak dibandingkan dampak positif yang diperoleh dari penambangan pasir laut karena penambangan pasir laut dapat menyebabkan kerusakan ekosistem laut dalam waktu yang sangat lama dan waktu pemulihannya pun tidaklah secara cepat dilakukan.
Dari pemaparan dua dampak, positif dan negatif, penambangan pasir laut ini, maka sudah saatnya pemerintah daerah, secara khusus yang berwenang dalam mengatur penambangan pasir laut, melakukan kajian ulang dalam menyikapi penambangan pasir laut, baik yang legal dan illegal.
Penambangan pasir laut merupakan kegiatan yang memiliki dua sisi yang bertolak belakang, di satu sisi meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakatnya dan di sisi lain hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan ekosistem pesisir pantai dan laut.
Ini jadinya jika penambangan diserahkan pada individu atau kelompok tertentu pemerintah cenderung lepas tangan dan justru fokus pada proses perizinan legal atau illegal. Dalam artian jika penambangan itu legal apapun resikonya tetap diperbolehkan akan tetapi jika penambangan itu masih illegal akan diproses dan dihentikan itu saja ,akan tetapi tidak memperhatikan apa bahaya yang ditimbulkan bagi alam sekitar dan masyarakat.
Islam Mengatur Penambangan
Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Termasuk pertambangan adalah kepemilikan umum dan kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.
Terkait kepemilikan umum, diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).
Semula Rasullah saw. memberikan tambang garam kepada Abyadh. Ini menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam (atau tambang yang lain) kepada seseorang. Namun, ketika kemudian Rasul saw. mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar—digambarkan bagaikan air yang terus mengalir—maka beliau mencabut kembali pemberian itu. Dengan kandungannya yang sangat besar itu, tambang tersebut dikategorikan sebagai milik bersama (milik umum). Berdasarkan hadis ini, semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu, termasuk swasta dan asing.
Tentu yang menjadi fokus dalam hadis tersebut bukan “garam”, melainkan tambangnya. Dalam konteks ini, Al-Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mengutip ungkapan Abu Ubaid yang mengatakan, “Ketika Nabi saw. mengetahui bahwa tambang tersebut (laksana) air yang mengalir, yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mata air dan air bor, maka beliau mencabut kembali pemberian beliau. Ini karena sunnah Rasulullah saw. dalam masalah padang, api dan air menyatakan bahwa semua manusia bersekutu dalam masalah tersebut. Karena itu beliau melarang siapapun untuk memilikinya, sementara yang lain terhalang.”
Alhasil, menurut aturan Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar baik garam maupun selain garam seperti, pasir batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas dan sebagainya semuanya adalah tambang yang terkategori milik umum sebagaimana tercakup dalam pengertian hadis di atas.
Barang tambang diberikan Allah untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Dalam Alquran bahwa pengelolaan sumber daya alam tambang harus tetap menjaga keseimbangan dan kelestariannya. Karena kerusakan sumber daya alam tambang oleh manusia harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Prinsip ini didasarkan pada ayat Al Qur’an surat Ar Ruum ayat 41 yang artinya :
“Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Dari dalil inilah, seharusnya dijadikan renungan sekaligus peringatan untuk umat dan pemimpinnya diperintahkan untuk segera kembali kepada aturan Allah agar alam dan rakyat terselamatkan.
Jika tidak, terbukti di tengah berlimpahnya sumber daya alam kita, mayoritas rakyat negeri ini miskin. Karena sebagian besar kekayaan alam kita hanya dinikmati oleh segelintir orang dan asing, bukan oleh rakyat kebanyakan.