Anak, Investasi Paling Menguntungkan




Oleh : Netty Susilowati, SPd 


Pernikahan dalam Islam tidak semata untuk menyalurkan hasrat syahwat. Juga bukan sekedar pelegalan status hubungan laki dan perempuan . Sebagai manusia yang diciptakan Allah memiliki naluri melestarikan jenis (ghorizatun nau’), maka tujuan  dari pernikahan di dalam Islam salah satunya adalah untuk melestarikan keturunan ini. 


Jika tujuan pernikahan salah satunya untuk melestarikan keturunan,maka tidak akan terwujud pada pernikahan sesama jenis. Meski dengan kemajuan teknologi dimungkinkan pasangan sejenis bisa mendapatkan keturunan tetapi tetap fungsi ayah dan ibu tak mungkin tergantikan.  Begitu juga jika keluarga dibangun dengan pandangan kapitalis. Maka tidak akan melahirkan keturunan seperti yang diharapkan. Karena anak hanya akan menjadi beban ekonomi keluarga. Beban ibu yang harus merawat, melahirkan, mengasuh sehingga menyita waktu produktifnya untuk bekerja. Sehingga pernikahan tak lebih hanya sebagai legalisasi hubungan syahwat semata. 


Dalam kacamata Islam, sebuah keluarga muslim, yang telah memahami tujuan pernikahan, pasti sangat mengharapkan anak-anak yang sholih shalihah. Keyakinan setiap anak sudah mendapat jatah rejeki  masing-masing dari Allah semakin menguatkan keyakinan banyak anak banyak rejeki. Terlebih Rasulullah dalam sebuah sabdanya : 


“ Nikahilah wanita yang al wadud dan al walud, karena sesungguhnya aku berbangga di hadapan para nabi dengan jumlah umatku yang banyak pada hari kiamat”. 

(HR Ahmad, 3/158, Ibnu Hibban dengan tartib Ibnu Bulban, 9/338, no 4028, Al baihaqi, 7/81, Ath Thabrani dalam Al Ausath, 5/207)


Hanya saja, banyak anak ini harus diikuti dengan kualitas yang  tinggi pula. Jangan sampai banyak anak tetapi perawatan dan pendidikannya terlantar.  Anak-anak muslim harus menjadi anak-anak tangguh. Tidak hanya secara fisik tetapi secara kepribadiannyapun menunjukkan ketinggian Islam yang tercermin dalam dirinya. Dan ini adalah tugas penting orang tua untuk menjadikan anak-anaknya sebagaimana generasi terdahulu mereka dari golongan salafus sholih dan shahabat. 


Sosok ayah teladan dalam mendidik anak-anaknya adalah Lukmanul Hakim. Meski beliau bukan nabi,  tetapi Allah mengabadikannya dalam Alquran. Lihatlah bagaimana Lukman mendidik anaknya dalam surat Lukman ayat 13  : 


وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرَْْظَُْظُ



Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia menjawab: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sungguh mempersekutukan (Allah) benar-benar kezaliman yang besar".


Lukman tidak mengajarkan calistung atau Bahasa Inggris kepada anaknya. Tetapi mengajarkan keesaan Allah. La tusyrik billah. Jangan menyekutukan Allah. Inilah pondasi utama. Bekal hidup anak-anak di dunia. Jika konsep tauhid ini terpegang dengan benar, maka akan benar pula konsep kehidupan anak-anak dalam kehidupan. Selanjutnya akan mampu menjadi anak-anak penyejuk pandangan.  Penyelamat di akhirat. Amalan yang tak pernah putus.  Syafaat di yaumil kiamat. Insyaallah. Nah ayah bunda, siapkah kita mengantarkan anak-anak mengenal Rabbnya?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak