Oleh : Ainun Mardiyah
(pemerhati generasi)
Mentri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mempersilahkan para maha siswa dan civitas akademika yang ingin melakukan kajian mengenai faham Marxisme di lingkungan kampus. Saat berada di Kantor Kemenristekdikti, Jakarta Selatan pada Jumat (26/7/2019) ia menegaskan “kalau itu di dalam ranah akademik, di kelas dilakukan secara terbuka, ini [kajian Marxisme]silahkan. Umpamanya mengkaji tentang aliran Marxisme itu silahkan. Tapi jangan sampai tidak terbuka. Dosen, pembina mahasiswa harus ada di dalamnya, jangan melakukan gerakan sendiri tanpa ada pendampingan. Ini yang penting”.
Selain faham Marxisme, dirinya pun mempersilahkan apabila mahasiswa ingn melakukan kajian terkait Lesbian, Gay, Transgender, dan Biseksual (LGBT). Akan tetapi, kata dia, mengkajinya dari segi positif, seperti mengenai dampak kesehatan yang diterima ketika seseorang melakukan hubungan sesama jenis. (tirto.id)
Dalam kesempatan yang lain Mohamad Nasir memberikan pernyataan yang berbeda terkait dengan aktifitas mahasiswa yang tertarik dan mendalami syari’at Islam.. Nasir menegaskan, hal yang diawasi oleh Kemenristekdikti hanyalah terkait radikalisme dan intoleransi. “Yang kami atur adalah jangan sampai dia menyebarkan radikalisme dalam kampus, intoleransi yang dikembangkan itu tidak boleh. Kalau terjadi hate speech begitu, itu bukan urusan saya,” kata Nasir dalam konferensi pers penerimaan mahasiswa baru, di kantor Kemenristekdikti, Jumat (26/7). (republika.co.id). Sementara masyarakat sudah sangat paham yang dimaksud dengan radikalisme, intoleran itu adalah ajaran Islam Khilafah.
Sungguh aneh tapi nyata, seorang pejabat negara yang seharusnya memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, malah mengeluarkan pernyataan yang bertentangan dengan Pancsila. Yang pertama adalah bertentangan dengan Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Laporan Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia PKI, dan Larangan Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis / Markisme-Leninisme.
Dalam pertimbangan Tap MPRS yang ditandatangani Ketua MPRS Jenderal TNI A.H. Nasution tersebut, tercantum tiga poin. Salah satunya adalah paham atau ajaran Komunis / Markisme-Leninisme pada hakikatnya bertentangan dengan Pancasila.
Aturan kedua yang digunakan negara untuk memberangus komunisme ialah pasal 107 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999. Pasal 107 a UU tersebut berbunyi, “ Barang siapa yang melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/markisme-leninisme dalam segala bentuk, dipidana penjara paling lama 12 tahun.”
Begitu jelas pelarangan terhadap penyebaran (termasuk mengkaji dan mempelajari) paham Komunis/markisme-leninisme, bahkan pelakunya dijerat dengan pidana 12 tahun penjara. Begitupun dengan LGBT, sebelum revisi, KUHP telah mengatur soal pencabulan sesama jenis terhadap anak di bawah umur yang dikategorikan sebagai tindak pidana. Selain itu LGBT juga bertentangan dengan fitrahnya sebagai manusia secara normal yang menyukai lawan jenis, sehingga LGBT ini merusak moral generasi Bangsa dan harus diberantas bukan malah dipersilahkan dikaji dan dipelajari.
Mungkin Menristekdikti Mohamad Nasir akal sehatnya sedang di istirahatkan atau akal sehatnya terpenjara karna berbagai kepentingan, namun sikapnya sudah cukup mewakili para penguasa negri ini yang kini sedang terjangkit Islamophobia.
Penguasa begitu terlihat alergi terhadap ajaran Islam Khilafah. Islmophobia yang menjangkit penguasa terlihat begitu masif menghalangi arus perubahan ke arah Islam, sebagian masyarakat terlihat latah terbawa arus kebencian yang digiring penguasa sehingga mewaspadai bahkan takut ketika berbicara khilafah dan enggan berintaraksi dengan kelompok atau indifidu yang berbicara tentang Khilafah, bahkan ikut mengamini setiap seruan radikal, intoleran, anti Pancasila yang di sematkan kepada Islam dan para pengembannya.
Informasi yang bertebaran di dunia maya memudahkan masyarakat untuk mencari informasi yang benar tentang Syari’ah dan Khilafah, sehingga masyarakat bisa lebih bijak dalam bersikap, karena sejatinya Khilafah yang sangat ditakutkan oleh penguasa itu bisa merubah segalanya, dengan konsep kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang berasal dari pencipta manusia, akan dapat memenuhi harapan semua pihak yang menginginkan kedamaian dan kemakmuran, semua masyarakat baik muslim maupun non muslim yang hidup dibawah sistem Khilafah akan mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara.
Tegaknya Syari’ah dan Khilafah sangat di takuti oleh pihak-pihak yang sedang berada di puncak kekuasaan serta para kapitalis yang kini sedang mengusai harta milik rakyat untuk memperkaya diri sendiri dan golongannya. Karna Khalifah akan mengambil semuanya (harta milik umat yg sedang di kuasai ) dari mereka dan mengembalikannya kepada masyarakat. Dalam sistem Khilafah kekayaan alam adalah harta milik umat, tidak boleh dimiliki atau di kuasai oleh indifidu atau kelompok tertentu, negara akan mengelolanya dan hasilnya akan di kembalikan kepada umat dalam bentuk pemenuhan kebutuhan pokok publik seperti pelayanan kesehatan gratis, pendidikan geratis, juga sarana dan perasarana lainnya.
Jadi tidak ada alasan bagi umat muslim maupun non muslim untuk takut apalagi phobia terhadap Syari’at Islam Khilafah. Disisi lain, semakin banyaknya permasalahan di negeri kita yang tak kunjung selesai (politik, ekonomi, sosial, masyarakat) menyadarkan sebagian besar masyarakat bahwa sistem kehidupan dalam berbangsa dan bernegara yang syarat dengan nilai-nilai Kapitalis hanya akan menyengsarakan. Nilai-nilai Pancasila tidak bisa ditanamkan dan diwujudkan dalam sistem Demokrasi, Kapitalis, Sekuler. Nilai-nilai Pancasila hanya akan bisa terwujud dalam sistem Khilafah. Sistem Khilafah juga sudah terbukti bisa mensejahterakan rakyat secara merata di berbagai negeri yang menjadi bagian dari negara Khilafah. Wallahu’alam.