Adakah Kesetaraan Gender Sebagai Pemecahan Masalah Kaum Perempuan?



Oleh : Alfira Haji

H.T. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan pengaruh factor budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dalam kamus Webster new world kata gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan yang tampak diantara keduanya. 

Kaum perempuan dari kalangan elit barat merasa ditindas dengan hal yang kemudian menjadi fitrah perempuan itu sendiri. sebagian besar dari mereka berpendapat bahwa mengandung, melahirkan, menyusui dan mengurus anak dan suami adalah bentuk dari penindasan kaum perempuan. Mereka juga mengiginkan kebebasan, kedudukan dan kesempatan yang sama seperti laki-laki dalam hal berkarir. Hal ini yang kemudian menjadi reason mereka dalam menyuarakan kesetaraan gender. Berbagai gerakan dibuat dengan alasan memperjuangkan dan mengembalikan hak-hak kaum perempuan.

Pertemuan majelis umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Pada 10 Desember 1948 telah berhasil mendeklarasikan universal hak asasi manusia yang sampai saat ini diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia, Pertemuan yang dilatar belakangi atas keprihatinan akan penindasan hak-hak kebebasan pada setiap individu ini dilaksanakan di Paris. Evdokia Uralova adalah salah satu diantara perempuan-perempuan yang mempelopori komisi tentang status perempuan kepada Komisi Hak Asasi Manusia yang berasal dari Rusia pada tahun 1947, Evdokia dengan kuat memperjuangkan kesetaraan bagi kaum perempuan.  

Perjuangan kesetaraan gender ini kemudian terus disuarakan dari berbagai kalangan yang sudah pastinya berasal dari ide-ide barat yang kemudian dicover dengan Hak Asasi manusia (HAM) padahal fakta yang sebenarnya adalah justru sebaliknya. Hak Asasi Manusia hanya sebuah kampanye Demokrasi yang kemudian menguntungkan pihak yang berkuasa sedangkan rakyat   biasa hanya diperalat menjadi kaum pesakitan yang terpuruk ditengah-tengah konstelasi dunia. Dinegeri yang bernama Indonesia kita ini, kaum muslim menjadi mayoritas yang terminorkan dalam segala segi, baik secara ekonomi, politik, budaya maupun pendidikan dan kesehatan. Hal yang kemudian melatar belakangi deklarasi Hak Asasi Manusia diatas justru berbanding terbalik dari hasil survey yang dilakukan PEKKA bekerjasama dengan SMERU pada 2012 memperlihatkan bahwa proporsi perempuan kepala keluarga (Pekka) mencapai 25.1% dimana 49 % merupakan kelompok termiskin di Indonesia (20% terbawah). Lebih jauh lagi hasil survey PEKKA-SMERU memperlihatkan bahwa perempuan menjadi kepala keluarga tidak hanya karena suami meninggal, bercerai, merantau, berpoligami, sakit, tua atau disabilitas, namun juga perempuan lajang yang memiliki anak atau menanggung anggota keluarga. Sebagian besar pekka bercerai pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Tidak kurang dari 68 % pekka berpendidikan SD kebawah.  

Gambaran survey diatas adalah fakta atau realitas kondisi dari gagalnya sistem demokrasi sekuler dalam melindungi dan memenuhi hak-hak kaum perempuan khususnya di Indonesia. Padahal sudah kita ketahui bahwa indonesia adalah salah satu negara muslim yang sudah dikenal diamata dunia sebagai negara demokrasi yang mampu menyatukan keberagaman dalam hal suku, budaya, adat istiadat terkhususnya adalah agama namun tanpa disadari gagal dalam memenuhi hak-hak kaum perempuan justru ribuan perempuan terpaksa harus bermigrasi keberbagai negara demi memenuhi kebetuhan ekenomi yang setiap hari mencekik rakyat dengan harga-harga yang semakin melonjak. Belum lagi masalah kaum perempuan yang selalu menjadi korban dalam kasus pemerkosaan, hamil diluar nikah, aborsi dan masalah-masalah lainnya. 

Meskipun sudah banyak kaum perempuan yang sudah berkecimbun didalam dunia politik menjadi anggota legislatif dan berjanji menyuarakan hak-hak kaum perempuan ditambah lagi dengan adanya undang-undang berbasis gender yang menjamin kesejahteraan bagi kaum perempuan namun tetap saja selalu menemukan jalan buntut yang pada akhirnya menyengsarahkan. Sebab menurut ustdzah Fikah Komara dalam bukunya muslimah timur jauh beliau menjelaskan bahwa “secara sistemik demokrasi melahirkan negara korporasi yang terbentuk dari simbiosis mutualisme elit politik dan pemilik modal yang yang tidak akan pernah berpihak pada rakyat, termasuk perempuan” sistem kufur ini menjadikan uang sebagai kiblat, pemilik modal atau kapitalisme yang kemudian paling berkuasa sebagai contoh lebih dari 80 % migrasi Indonesia dikuasai oleh perusahaan asing begitupun dengan kekayaan alam Indonesia lainnya. 

Demokrasi menjadikan suara rakyat sebagai suara tuhan sedangkan sudah kita ketahui bersama bahwasannya Islam menjadikan Al-qur’an dan Sunnah sebagai tuntunan dalam menjalankan hidup sebab manusia adalah mahluk yang lemah dan terbatas sehingga membutuhkan sesuatu yang tidak terbatas untuk mengaturnya yaitu Allah SWT. Jika aturan manusia yang digunakan maka tidak akan pernah menemukan titik terang justru jalan buntu yang akan terus memunculkan masalah baru. Islam hadir sebagai solusi tuntas dalam menangani dan tetap menjaga kehormatan kaum perempuan. Islam adalah sebuah sistem yang akan menerapkan secara menyeluruh hukum-hukum yang ditentukan Allah SWT, zat yang maha tahu yang memiliki pengetahuan tentang bumi dan seisinya yang mampu menjamin kebutuhan ummat manusia khususnya perempuan. Kita patut belajar dari sejarah, fakta yang kemudian harus dijadikan contoh dimana pada masa kejayaan islam perempuan begitu dilindungi kehormatannya Sampai-sampai seorang pemimpin sendiri Khalifah Ummar Bin Khatab ra harus turun tangan ketika mendengar ada perempuan yang dilecehkan di daerah kekuasaanya dan ini hanya akan ada didalam negara khilafah sebab menjadi seorang khalifah ia akan sadar bahwa semua yang terjadi pada ummat akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah SWT, sebab negara khlifah akan menrepakn aturan yang datangnya dari Allah.  Aturan dari Allah adalah aturan yang secara normatif, logis dan empiris telah terbukti mampu memberikan kebaikan bagi seluruh ummat di dunia dengan penerapan sistem negara khilafah. Wallahu wallam bissawab .


Teranate, Juli 2019


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak