Oleh : Endah Husna
Jakarta – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Serikat Buruh Migran Indonesia ( SBMI) menyebut sebanyak 29 WNI menjadi korban pengantin pesanan di China. Data tersebut diperoleh berdasarkan pengaduan korban sepanjang 2016-2019. “Sebanyak 13 perempuan asal Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, dan 16 orang perempuan asal Jawa Barat,” ujar Sekjen SBMI Bobi Anwar Maarif di Kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu. ( Detiknews, 23/06/2019).
Salah seorang korban perdagangan manusia dengan modus dinikahi pria asal China yang berinisial MN (29) akhirnya buka mulut. Wanita asal Teluk Pekedai, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat ini menjadi salah satu korban yang selamat dari 29 orang yang melapor ke LBH Jakarta. MN mengaku dirayu seorang agen di Kalimantan Barat dengan iming – iming dinikahi pria mapan asal China. Pertemuan pun berlangsung di Singkawang pada September 2018. Pada pertemuan pertama MN dengan 2 pria China tidak menemukan kecocokan. Pada akhirnya dipertemuan yang kedua dengan pria lain MN menemukan kecocokan. MN menerima salah satu pria Tiongkok berinisial HT. “ Dia bilang kamu hidup disana enak sama mertua. Saya pilih laki China ini (pria yang jadi suaminya), kami lakukan acara semacam tukar cincin, semacam tunangan, saya juga terima uang Rp 19 juta,” ujar MN. Setelah menikah, MN dan suaminya pun ke Jakarta untuk terbang ke China. Sesampai di China, MN dipaksa melayani suaminya, padahal MN sedang berhalangan. Karena menolak tersebut, MN dianiaya mertuanya. MN mengaku terpaksa menikah dengan pria China karena keadaan Ayahnya yang sedang sakit parah. MN berhasil kabur setelah meminta bantuan pada Mahasiswa Indonesia yang kuliah di China. (RAKYATKU.COM)
Untuk kesekian kalinya perempuan lagi – lagi menjadi korban perdagangan manusia dengan modus menikah. Semakin jelaslah bahwa sistem Kapitalis – sekuler telah menjadikan perempuan sebagai barang yang bisa diperjual belikan dengan dalih apapun. Perempuan pun dibuat rapuh secara tersistem, bagaimana tidak, dengan alasan ekonomi keluarga mereka di buat keluar rumah berbondong – bondong untuk mencari uang demi menyelamatkan ekonomi keluarga, hingga mereka diberi status “pahlawan devisa” ataupun “wanita super”. Negara pun sepertinya acuh terhadap masalah serius ini, padahal fungsi negara adalah sebagai pelindung dan periayah atau pelayan atas semua urusan rakyatnya. Kebebasan yang menjadi anak pinak dari Kapitalis sekuler telah menjadikan manusia hidup bagaikan tanpa aturan, dengan catatan dia harus mempunyai Kapital atau modal atau uang yang banyak.
Tidaklah demikian dengan Islam, Islam datang dari Zat Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur Manusia. Islam adalah agama yang lahir darinya seperangkat aturan untuk mengatur semua aspek kehidupan manusia, baik dia Muslim ataupun bukan.
Begitupun tentang mencari nafkah. Kewajiban mencari nafkah sudah Islam tetapkan, yakni kepada Lelaki, baik dia sebagai suami atau Ayah. Kewajiban seorang istri atau seorang ibu adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Ditangannya lah generasi tangguh dicetak untuk peradapan yang cemerlang. Dalam Islam Perempuan dimuliakan, kedudukannya sama dengan laki – laki dihadapan Allah SWT, yang membedakannya adalah Ketakwaannya kepada Allah SWT. Maka tentu tidak ada namanya diskriminasi terhadap perempuan, tidak ada namanya emansipasi wanita yang sejatinya hanya akan membuat legal para perempuan meninggalkan kewajibannya. Padahal kewajiban inilah yang akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Negara pun menyediakan lapangan pekerjaan bagi para suami atau ayah agar kewajibannya mencari nafkah dapat tertunaikan.
Hanya dengan seperangkat aturan Islam inilah perempuan dimuliakan sebagaimana fitrahnya. Tegaknya aturan ini tentu bukan muncul tiba – tiba, tapi butuh perjuangan untuk mewujudkannya. Sebagai bentuk sayang, turut berjuang mewujudkan apa yang Allah SWT janjikan adalah bukti yang nyata. Yakin Islam akan akan kembali tegak memimpin dunia, untuk mewujudkan Islam Rahmatan Lil ‘alamin.
Wallahu'alam bishowab