Usai Pesta Demokrasi, Saatnya Bagi Kursi




By : Messy (Member Penulis Ideologis)

Bekas darah ratusan anggota KPPS dan korban peristiwa aksi 21-22 Mei masih tergiang segar diingatan. Namun, proses hukum terkait masalah tersebut belum juga usai diselidiki. Tak ada satupun korban yang boleh diotopsi untuk mencari penyebab kematian itu. Siapa yang harus bertanggung jawab atas semua permasalahan ini?.

Tak berhenti disitu, penghitungan data yang tak sesuai dengan C1. KPU berdalih bahwa itu terjadi sebab sistem untuk menginput data yang eror. "Kalau kita cermati kekeliruan itu 100 persen human error dan bukan karena petugas KPU ingin curang," ujar Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Jakarta, Minggu (21/4/2019).

Namun, sebagian masyarakat menduga bahwa ini tak hanya sistem data yang eror. Melainkan ada permainan yang tengah ditutupi. Selain itu, pengumuman penguasa yang terpilih ditengah malam buta juga dipertanyakan. Antara apa yang dijanjikan BAWASLU dan apa yang dilakukan, tak sejalan.

Pesta demokrasi telah usai, kini para penguasa tengah berbuat kekuasaan. Berbagi jatah kursi untuk siapa yang mengemis kekuasaan. PKB telah mengusulkan 10 nama menteri ke Jokowi. 
"Kalau sampai 20 juga tidak apa-apa. Namanya juga usulan yang tentunya semuanya akan kembali kepada hak prerogatif presiden," kata Maman selaku Wasekjen Golkar kepada kumparan, Rabu (3/7).

Itulah penampakan sistem demokrasi-sekularisme yang begitu bobrok. Gagal dalam mensejahterakan rakyat. Kekuasaan dijadikan sebagai batu loncatan untuk memenuhi hawa nafsu pribadi semata. Bukan untuk melayani hak dan kebutuhan rakyat.

Pemilik modal berkuasa diatas penderitaan rakyat. Rintahan air mata rakyat lagi didengar. Uluran tangan rakyat tak lagi digapai. Ketika segenggam kekuasaan telah tersumbat dihati. Janji-janji manis kampanye seketika hilang bersama angin. Rakyat hanya dibutuhkan ketika sesuai kepentingan. Setelah itu, rakyat musnah ditelan bumi.

Kebijakannya selama ini dibuat justru untuk meraih kepentingan partai, kelompok dengan berbagi kekuasaan, dan sponsor dari luar. Menjalankan undang-undang sesuai pesanan, agar sponsor mudah berlenggang lengok di negeri tercinta ini. Mereka tunduk kepada sponsor, mereka tidak peduli dengan jeritan rakyat sendiri yang terdzalimi. 

Aduhai, begitu berharga kursi kekuasaan meski harus mengadaikan ratusan nyawa manusia melayang. Seakan nyawa manusia tak lagi bernilai ketika berlawanan dengan segenggam kekuasaan. Sungguh menderita hidup dalam sistem demokrasi-sekulerisme. Ketika kebahagiaan hanya milik secuil orang yang berkuasa. 
 
Lantas, apakah sistem ini yang kita harapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan rakyat? Apakah belum cukup bukti kerusakan sistem demokrasi-sekularisme yang tengah berlangsung saat ini? Saatnya mencampakkan sistem buatan manusia kedalam jurang kehinaan. Dan kembali pada sistem Islam yang jelas memuliakan.

Di sini, adanya penguasa yang mampu melindungi dan melayani rakyat merupakan kebutuhan yang mendesak. Dan itu hanya didapati dalam sistem Islam saja. Sejarah telah membuktikan, bahwa Khilafah mampu memayungi 2/3 dunia selama tiga belas abad.

Semua kebutuhan rakyat terpenuhi tanpa terkecuali oleh Khalifah. Tanpa memandang kasta siapapun, muslim dan kafir mendapat perlakuan yang serupa. Sehingga rakyat hanya fokus untuk menjalankan ketaatan kepada Allah SWT. Tidak memikirkan biaya hidup yang mahal. Sebab, kesehatan, pendidikan dan lain-lain menjadi tanggungjawab negara Islam.

Namun, semua itu tak dapat kita rasakan. Sebab hari ini, belum ada satupun negeri Islam yang mau menerapkan sistem Islam. Tapi, kita akan terus berjuang hingga kemenangan dari Allah datang. Atau kita mati dalam memperjuangkannya. Allahu akbar!.

13 Juli 2019

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak