TTPO Komoditas Pelanggar Batas




Oleh: Rizka Agnia Ibrahim


Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat ada 29 perempuan jadi korban pengantin pesanan di China selama 2016-2019. Para perempuan Indonesia ini dibawa ke China dinikahkan dengan lelaki di negara tersebut, dengan iming-iming diberi nafkah besar. Namun, kata sekjen SBMI, Bobi Anwar Maarif, perempuan ini malah dieksploitasi dengan bekerja di pabrik tanpa upah.

“Sesampainya di tempat asal suami, mereka diharuskan untuk bekerja di pabrik dengan jam kerja panjang. Sepulang kerja, mereka juga diwajibkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan membuat kerajinan tangan untuk dijual. Seluruh gaji dan hasil penjualan dikuasai suami dan mertua,” ujar Bobi.

“Dari 29 itu 3 orang sudah dipulangkan (ke Indonesia). (Sebanyak) 26 orang lainnya masih bersama suaminya di Tiongkok,” lanjutnya.

LBH Jakarta bersama SBMI mendesak kepolisian segera membongkar sindikat penjualan orang ini. Pengacara publik LBH Jakarta, Oky Wiratama menduga kasus ini sudah terorganisir.
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Mereka yang dijual, datang dari Indonesia, kerap dianiaya oleh suami dan dipaksa berhubungan seksual, kesejahteraan dan hak-haknya tidak diberikan dengan benar. Diperas dan disiksa secara fisik dan psikis. Sudah pasti sampul pernikahan hanya alat untuk menutupi perdagangan manusia (trafficking). Ditambah dengan kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil (penganut sistem kapitalisme) menjadikan banyak para calon pekerja terutama perempuan yang tergiur dengan iming-iming kehidupan mewah dan uang berlimpah.

Tentu ini menjadi ancaman besar untuk remaja putri kita, terlebih jika pemahaman akidah tidak menancap dengan kokoh, arus kapitalisme sangat berpengaruh kuat pada pola hidup yang mendewakan uang di atas segala sesuatunya. Apakah ada korelasinya antara infrastruktur China dengan TPPO? Jawabannya, kemungkinan besar ini indikasi lain bahaya dari proyek OBOR.
Ini tentu menjadi beban yang sangat berat, semakin banyak celah bagi mereka para perusak kaum generasi Muslimah khususnya, pun bagi umat Muslim pada umumnya, ranting-ranting kapitalis akan semakin punya geliat mengokohkan cengkeramannya. 

Selama sistem tidak diubah, cara apa pun tidak akan mampu melepaskan negara-negara Muslim dari bahaya TPPO, terlebih banyak jalan yang menghubungkan langsung dengan China. Kesetaraan gender pun bukan solusi, hanya akan semakin meliarkan kaum perempuan keluar dari kodratnya.  Perempuan akan tetap menjadi santapan, obyek, dan komoditas yang melanggar batas.

Solusinya adalah mengubah pandangan hidup dari kapitalisme menjadi pemikiran utuh yang dibentuk dari pemahaman Islam secara menyeluruh. Islam mengutamakan penjagaan bagi kaum perempuan, sejak ia lahir sehingga membentuk pengasuhan yang baik dan benar. Bahkan bisa menjadi akses bagi orang tuanya memasuki surga.

Diriwayatkan oleh Abdullah ibn Abbas, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, berkata: “Siapa pun yang memiliki anak perempuan yang lahir untuknya dan tidak menguburkannya atau menghinanya, dan tidak memanjakan anak laki-lakinya melebihi anak perempuannya, Allah akan mengizinkan dia untuk memasuki jannah karena anak perempuannya.” (HR. Ahmad, dikoreksi oleh Al-Hakim)

Islam melarang seksualisasi perempuan dan sangat keras memerangi siapa pun mereka yang menjadikannya sebagai komoditas. Perempuan harus dilindungi dari degradasi yang menghinakan kodratnya. Jika sistem Islam yang tegak, tentu pakaian untuk Muslimah pun akan diatur, supaya mereka terlindungi dari jamahan orang-orang asing. 

Hubungan antara kaum perempuan dan lelaki pun dikontrol agar tidak ada kebebasan dalam bergaul. Muslim harus menjaga pandangan, Muslimah wajib menjaga kesucian. Sehingga kondisi ini menjadi fondasi yang kuat dan tentu menciptakan hubungan yang sehat sesuai syariat. 

Didasari pada rasa saling hormat, bukan terfokus pada maskulinitas dan feminitas, tidak akan terjadi pemaksaan kesetaraan gender-yang menjadi cara elegan penghinaan sistem rusak secara hakiki kepada kaum perempuan- karena satu sama lain telah saling memahami hak dan kewajiban secara mendalam dari pedoman Alquran dan sunah. Diatur oleh negara (Khilafah).

Tidak akan terjadi pula eksploitasi perempuan, karena Islam tidak membiarkan fungsi tulang rusuk menjadi tulang punggung, tidak akan mendelegasikan pekerjaan laki-laki kepada perempuan, bisa kita lihat di zaman kapitalis ini, banyak perempuan yang menjadi satpam, tukang parkir, supir kendaraan online, bahkan kuli bangunan. 

Tugas utama perempuan adalah sebagai ibu yang melahirkan buah hati, mengasuh, dan mendidik menjadi generasi cemerlang, peran ini sangat mulia dan strategis. 
Bagaiamana dengan mereka yang berperan di ruang publik? Jawabannya, Islam tidak melarang, akan tetapi mengatur dan melindungi agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang tidak sesuai kodratnya, tentu tidak sama dengan pemandangan yang terjadi di zaman ini. Di mana kaum perempuan bebas menjadi model, artis, penyanyi, penari, itulah akses-akses yang bisa membawa mereka pada jalan kesengsaraan.

Fitrah perempuan adalah menemani tumbuh kembang buah hati dan senantiasa betah di dalam rumah. Islam memberi perlindungan yang luar biasa, menjamin keberadaan kaum perempuan. Mereka berhak mendapatkan nafkah yang layak dan jika yang berkewajiban memberi nafkah (suami, ayah, saudara laki-laki) tidak mampu. Negara (Khilafah) memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah.

Bisa kita simpulkan, dengan mekanisme seperti itu, tentu tak akan ada lagi kaum perempuan yang berkeliaran di ruang publik tak beraturan. Mereka akan fokus kepada misi spesifiknya sebagai sekolah pertama bagi anaknya. Begitu pun bagi remaja putri, mereka tak akan bertindak nekad mencari uang demi keluarga ataupun gaya hidup, tak kan ada lagi seorang ibu yang harus terpaksa rela meninggalkan momen penting dalam keluarganya. Semua akan terwujud ketika kita menyamakan tujuan, kembali kepada tegaknya Sistem Islam (Khilafah) yang kompatibel dengan Syariat Islam.

Wallahu a’lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak