Oleh: Retianti Rurie
Ibu Rumah Tangga
Putusan akhir sengketa PILPRES yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pekan lalu menuai banyak tudingan yang diwarnai oleh banyak kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan massif. Persidangan sengketa PILPRES dianggap tidak berguna hanya sandiwara belaka. Apalagi sebagian besar para hakim MK dianggap oleh sebagian orang Pro Petahana.
Dunia peradilan di negeri ini banyak sekali mempertontonkan ketidakadilan yang bertumpu pada hukum-hukum sekular buatan manusia serta ditopang oleh para aparat penegak hukum yang kebanyakan jauh dari nilai-nilai agama (Islam), seperti : mereka yang mengkritik rezim begitu mudah dan cepat diadili, segera dijadikan tersangka, lalu masuk penjara. Sebaliknya mereka yang pro rezim,meski nyata-nyata melanggar hukum dibiarkan begitu saja, bebas, lepas dari segala tuntutan. Rasulullah SAW bersabda : "Sungguh orang-orang sebelum kalian hancur karena saat ada orang terpandang mencuri, mereka dibiarkan, tetapi saat orang lemah (rakyat jelata) mencuri, meraka menerapkan hukuman atas dirinya. Demi zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, bahkan andai Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti akan aku potong tangannya. Rasulullah lalu memerintahkan agar wanita itu dipotong tangannya" ( HR al- Bukhari dan Muslim).
Sabda Rasulullah SAW diatas menegaskan bahwa saat hukum diberlakulan secara tidak adil, hanya berpihak kepada yang kuat dan cenderung menzalimi yang lemah maka kehancuran masyarakat pasti akan terjadi. Tetapi kenyataannya saat ini benar-benar terjadi, di alam sekularisme yang menerapkan hukum-hukum buatan manusia, termasuk di negeri ini, keadilan menjadi semacam barang mewah, musykil bisa dinikmati oleh rakyat kecil dan lemah, keadilan seolah hanya milik para pejabat dan mereka yang berduit. Keadilan yang semu bahka palsu, keadilan yang bermental bobrok, keadilan yang tidak akan mampu menghapus dosa-dosa kriminal, keadilan yang mudah dibeli tidak memiliki rasa takut kepada Allah SWT. Gampang tergoda oleh rayuan uang, harta, wanita, jabatan, kekuasaan dan kenikmatan dunia lainnya. Allah SWT berfirman : "Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan sesuai dengan apa yang diusahakan. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sungguh Allah amat cepat hisab-Nya" ( TQS Ghafir [40]:16-17).
Biarkan saja mereka mempermainkan hukum, atau bisa lepas dari jeratan hukum, namun mereka mustahil bisa lari dari hukuman dan azab Allah SWT kelak diakhirat. Allah SWT berfirman : "Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya" ( TQS al-Zalzalah[99]:7-8).
Kemaksiatn-kemaksiatan yang dilakukan orang-orang saat ini seperti : berzina, berbohong, sering menebar janji palsu, berlaku curang, zalim terhadap rakyat, tidak adil dalam memutuskan hukum, dan sebagainya, semua dilakukan terasa tanpa beban bahkan mungkin dilakukan dengan ketenangan yang luar biasa. Padahal penyesalan atas perbuatannya meski acapkali terlambat tetaplah berguna. Menyesal di dunia bisa ditebus dengan bertobat (tawbatan nasuha). Tetapi jika penyesalan datangnya terlambat, bukan di dunia tetapi di akhirat saat ajal mulai mendekat kemudian tiba sakaratul maut sehingga jasad terkubur kaku di liang lahat maka tidak ada gunanya lagi rasa penyesalan, tidak ada lagi kesempatan untuk bertobat, yang ada hanyalah kesiapan menghadapi segala akibat, pahala atau dosa, nikmat surga atau azab neraka. Rasulullah SAW bersabda : "Tidaklah seorang mati melainkan ia akan menyesal. Orang-orang bertanya, Ya Rasulullah, apa penyesalannya? Beliau menjawab : jika ia orang baik, ia menyesal mengapa tidak lebih banyak lagi (kebaikannya). Jika ia orang jahat, ia menyesal mengapa tidak segera meninggalkan (kejahatannya)" (HR at- Tirmidzi).
Maka itu,
bersegeralah mengerjakan amal shalih dan ketaatan kepada Allah SWT. Berusaha melaksanakan dan menegakkan hukum-hukkum-Nya di muka bumi. Itulah amalan orang-orang cerdik yang meyakini adanya kehidupan setelah umur di dunia ini berakhir. Mereka mengharapkan takwa sebagai bekal untuk mendapatkannya. Saat demikian mereka terhindar dari penyesalan diakhirat.
Segeralah bertobat sebelum terlambat, taat sebelum ajal mendekat. Segera meninggalkan maksiat agar tidak menyesal di akhirat.
Tags
Opini