Syariah Bukan RUU PKS yang Dibutuhkan Perempuan



Oleh : Melagustina Dewi S.Sos.I (Aktifis Muslimah Peduli Ibu dan Generasi wilayah Batang Kuis)

Jakarta 14 Juli 2019, Sejumlah perempuan yang tergabung dalam Organisasi Aliansi Cerahkan Negeri (ACN) menggelar aksi dalam menolak Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Aturan dalam RUU itu dianggap tidak memiliki tolok ukur yang jelas. Humas ACN Alwyah mengatakan banyak pasal dalam RUU tersebut yang tidak memiliki penjelasan secara rinci dan menjadi bias makna, misal, terkait orientasi seksual yang multitafsir. ( Medcom.idKautsar Widya Prabowo).

Setelah isu Ruu Pks yang beberapa tahun kamren hangat diperbincangkan dan belum juga disahkan, baru-baru ini isu itu semakin santer terdengar, bagaimana tidak banyak kalangan yang memberikan statemennya masing-masing, ada yang pro dan ada juga yang kontra. Kalangan yang pro sibuk mengkampanyekan dukungan penuh mereka terhadap di buatnya RUU PKS ini menjadi UU. Tak kalah sibuk yang kalangan yang kontra pun juga mengkampanyekan penolakan mereka terhadap RUU PKS ini. Dimana masing-masing kalangan memiliki alasan dan sumber nya masing-masing. 

Sebenarnya jika kita melihat peristiwa dan kasus yang terjadi pada perempuan yang sangat rentan pada eksploitasi dan pelecehan ini, memanglah bukan masalah kecil artinya kasus ketidakadilan yang terjadi pada perempuan memanglah harus memerlukan solusi yang bersifat solutif agar kedepannya tidak akan terulang kembali. Namun disini masalahnya bukanlah pada ada atau tidak adanya hukum yang menjamin hak dan keadilan perempuan ketika menghadapi kasus ini. Namun lebih kepada kesesuaian Hakikat perempuan dimata dunia. jika dunia masih memandang wanita ini adalah seni yang harus menunjukkan perannya dimasyarakat dengan jalan eksploitasi maka sampai kapanpun ada atau tidak RUU PKS maka kasus ini akan terus berlanjut.

Unggaran, kompas.com. sekitar 80 persen kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia merupaka kekerasan seksual yang dipicu faktor kemudahan mengakses konten pornigrafi. Ironisnya konten tak pantas ini beberapa kali terungkap masuk ke dalam buku-buku pelajaran sekolah. Menurut kepala Biro Hukum dan Humas Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Hasa , penyebaran Konten pornografi yang kini marak menyasar lingkungan pendidikan sangat memprihatinkan. Dia mengungkapkan , ada upaya yang sengaja meracuni lingkungan pendidikan dengan memasukkan konten-konten pornografi. Upaya lainnya adalah melalui penjualan gambar, film, VCD , maupun buku-buku cerita dengan konten pornografi dikalangan pelajar. Apalagi dengan kemudahan penyedia informasi secara daring, konten ini semakin mudah didapatkan. Ini baru satu dari sekian ribu kasus yang terjadi dan beragam macam sebab terjadinya kasus pelecehan seksual. 

Sampai disini saja kita sudah bisa mengungkapkan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan adalah dampak penerapan sistem sekuler demokrasi kapitalis neoliberal, bukan dampak ketimpangan Gender hingga dianggap perlu dibuatnya RUU PKS. Karna bukan solusi yang solutif. Akan ada banyak masalah dan kerancuan dari multitafsir atas isi dari rancangan tersebut hingga bisa jadi UU PKS itu tidak tepat pada sasaran. Akhirnya kembali menimbulkan polemik yang sama yaitu ketidak adilan. Lalu bagaimana harusnya pemerintah ini memberi kebijakan yang solutif agar tidak terjadi kasus diatas?

Yang perlu anda ketahui khususnya anda seorang muslim, kali ini kita harus satukan persepsi bahwa ide ini muncul dari barat yang diaruskan kedunia Islam sebagai bentuk serangan pemikiran untuk mendiskreditkan Islam. Bagaimana tidak dengan adanya RUU PKS ini yang akan menjadi sasarana utama adalah tidak perlunya kembali pada syariah yang merupakan fitrah nya perempuan diatur dengannya. Ujungnya adalah menyingkirkan ajaran islam dan menjadikan hukum sekuler sebagai pemecah masalah yang sudah jelas tidaklah solutif. Karena akan menimbulkan banyak masalah.

Solusi atas segala permasalahaan perempuan harus lah dikembalikan pada syariah, bagaimana pandangan Islam tentang sosok wanita, bagaimana pengaturannya, serta apa saja perannya ditengah masyarakat? Hal ini perlu diungkapkan secara jelas dan gamblang sesuai syariah agar tidak salah dalam memberikan solusi.

Dalam pandangan islam seorang wanita memiliki kedudukan dan kehormatan yang sangat dijaga hingga kemungkinan terjadinya kasus pelecehan seksual minim terjadi. Bagaimana tidak, wanita dalam Islam sangat menjaga kehormatannya untuk tidak diekploitasi di khalayak umum, perupaya untuk senantiasa menjalankan syariat secara Kaffah alias menyeluruh dengan melibatkan 3 pilar yang saling berkaitan dan bergantung satu dengan lainnya. 3 pilar tersebut adalah Individu taqwa, kontrol masyarakat, serta negara yang menerapkan hukum sesuai fitrah perempuan yaitu sesuai alqur’an dan Hadist.

Penjelasan 3 pilar : 

Pertama, Indivdu yang bertaqwa yang ada pada diri setiap muslimah akan menuntut dirinya untuk terjaga dan selalu terikat dengan Hukum syara (cth: menghindari kholwat (menyendiri dg seorang lelaki yang bukan mahrom), tidak tabarruj (bersolek hingga memalingkan lelaki memandangnya dengan nafsu), tidak melakukan safar sendiri dg jarak jauh tanpa disertai mahrom, serta menggunakan pakaian yang tidak cukup sopan saja tapi harus pakaian khusus sesuai apa yang diperintahkan Allah Swt. 

Kedua, Masyarakat yang melakukan kontrol atau senantiasa melakukan amar’makruf nahi mungkar. Saling mengingatkan dalam kebaikan dan dalam keterikatan terhadapa syara termasuk dalam kasus pelaku pelecehan seksual.

Ketiga, Negara sebagai konstitusi yang kuat dan konsisten dalam menerapkan aturan sesuai hukum syariah Islam termasuk pengaturan hubungan antara wanita dan lelaki di tempat umum, serta memastikan kepada setiap lelaki dan perempuan menjalankan perannya sesuai fitrahnya masing-masing sesuai apa yang diperintahkan oleh Allah Swt. 
“Janganlah Kalian iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi  wanita (pun) ada bahagian yang mereka usahakan. (TQS. An Nisa: 32)
Wallahu’alam bi ashawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak