Subsidi Elpiji Hak Bagi Seluruh Rakyat Indonesia



Oleh: Nasiatul Karima (Aktivis Dakwah Muslimah Pasuruan Dan Anggota Komunitas Penulis Revowriter)


Diberitakan di SUARA.com (28/6/2019) setelah mewawancarai salah satu pemilik pangkalan gas LPG di Solo, dia (Iwan, 30 tahun) mengaku kesulitan meminta KTP pembeli LPG 3 kg untuk didata dan dilaporkan kepada agen LPG. Sehingga terpaksa harus melaporkan data tidak sesuai fakta di lapangan. Dia mengaku sering mendapat teguran dari agen LPG, dan diancam tidak akan disetori LPG 3 kg  jika tidak bisa memenuhi syarat yang ditentukan PT Pertamina. Karena syarat yang ditetapkan PT Pertamina kepada pembeli LPG 3 kg salah satunya harus menunjukkan KTP dan didata serta dilaporkan kepada PT Pertamina.


Iwan sebagai pemilik pangkalan LPG mengaku kesulitan meminta pelanggannya yang kebanyakan tetangga dekat rumahnya untuk menunjukkan KTP untuk didata dan dilaporkan jika membeli LPG 3 kg. Dia mengaku sungkan jika harus sering-sering minta kepada pelanggannya menunjukkan KTPnya jika membeli LPG 3 kg.


Dalam diskusi ekonomi yang ditayangkan di metro tv senin malam 1 juli 2019 lalu, masalah LPG 3 kg diperbincangkan dengan tajuk "Subsidi LPG Salah Sasaran". Dari diskusi tersebut disampaikan bahwa pengguna LPG 3 kg selama ini kebanyakan bukan dari kalangan miskin tapi banyak dari kalangan mampu. Sehingga sudah wajar jika untuk kalangan mampu harus segara beralih menggunakan Bright Gas 5,5 kg 


Usaha PT Pertamina untuk mengurangi jumlah tabung LPG 3 kg dan memperbanyak tabung LPG Bright Gas 5,5 kg di pasaran sudah dijalankan mulai beberapa bulan lalu. Pada hari sabtu 16 Februari 2019 yang lalu, PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region III menggelar program Bright Gas Weekend Seru di Jalan Pepaya Raya, Perumahan Harapan Baru, Bekasi. Dalam acara ini pemilik tabung LPG 3 kg bisa menukar tabungnya dengan Bright Gas 5,5 kg berikut isinya secara gratis. Unit Manager Communication & CSR Pertamina Marketing Operation Region III, Dewi Sri Utami mengatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari upaya Pertamina untuk menarik minat masyarakat mampu untuk beralih dari menggunakan LPG 3 kg menjadi Bright Gas 5,5 kg yang merupakan LPG non subsidi.


Selanjutnya Dewi Sri Utami menjelaskan bahwa penukaran tabung LPG 3 kg dengan Bright Gas 5,5 kg terbatas hanya 100 tabung saja di setiap titik secara bergilir di wilayah perumahan-perumahan lainnya. Setelah di Bekasi akan ada acara serupa yang akan diadakan di Tangerang Selatan. Sehingga menurutnya untuk bisa mendapatkan penukaran tabung LPG 3 kg dengan Bright Gas 5,5 kg secara gratis yang terbatas hanya 100 tabung, tentunya "siapa cepat dia dapat".


Fenomena Bright Gas 5,5 kg sebenarnya bagi sebagian rakyat Indonesia, akan menimbulkan fobia dengan bertambahnya biaya hidup kebutuhan primer sehari-hari. Dengan beralih ke Bright Gas 5,5 kg rakyat yang sebelumnya pengguna tabung LPG 3 kg, akan ada beban tambahan per kg LPJ sekitar Rp. 2000. Sehingga untuk pemakaian 5,5 kg LPG pengguna Bright Gas ada tambahan anggaran belanja rumah tangga sekitar Rp.11000.


Isu subsidi salah sasaran sebenarnya tidak tepat untuk dijadikan argumentasi pengentasan kemiskinan di Indonesia. Anggapan bahwa subsidi tidak boleh diberikan kepada semua rakyat tetapi hanya untuk kalangan miskin, agar rakyat yang miskin terbantukan dan segera meninggalkan kemiskinannya adalah logika yang tidak ada faktanya. Karena negara sejahterah adalah jika semua rakyatnya orang per orang mampu memenuhi seluruh kebutuhan primernya secara sempurna dengan mudah tanpa ada beban. Tapi dengan adanya penghapusan subsidi dan adanya keharusan bagi setiap rakyat membeli sesuai harga yang ada di pasar, maka ini akan menjadi tambahan beban rakyat. Karena kalau tidak dapat membayar harganya berarti dipastikan tidak akan mendapat barang kebutuhan prime yang dibutuhkannya. Teori ini berarti memaksa setiap rakyat harus bekerja keras untuk memiliki tambahan penghasilan yang lebih dan lebih. Rakyat akan senantiasa dihantui rasa takut tidak dapat memenuhi kebutuhan primernya jika tidak memiliki penghasilan yang lebih.


Dalam pandangan Islam, menjadi bagian Sunnatullah ada yang kaya dan ada yang miskin. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-An'am: 165, yang artinya, "Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang. Tetapi adanya si kaya dan si miskin dalam pandangan Islam, tidak menjadi alibi akan dibiarkannya terjadi kesenjangan ekonomi. Islam telah menetapkan seperangkat aturan atau hukum syara' bagi orang-orang yang tergolong kaya begitu juga bagi orang yang tergolong miskin.


Distribusi kekayaan adalah yang wajib dilakukan dalam sistem ekonomi Islam dalam naungan sistem pemerintah Khilafah. Dengan distribusi kekayaan inilah Islam memastikan bahwa rakyat negara Khilafah orang per orang mampu mendapatkan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan primernya secara sempurna dengan mudah.  Tidak ada keharusan mutlak bagi rakyat untuk memenuhi kebutuhan primernya secara sempurna itu disesuaikan dengan penghasilannya (Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Ekonomi Islam).


Dalam sistem ekonomi Islam kekayaan dibagi 3, yaitu: kekayaan milik individu, kekayaan milik umum dan kekayaan milk negara. Sehingga ketika kekayaan itu termasuk milik umum, seperti LPG, maka individu atau sekumpulan individu tidak boleh menguasai LPG walaupun dia/mereka mampu membelinya. Ibnu Abbas menuturkan bahwa Nabi SAW pernah bersabda yang artinya, "Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang dan api (HR Abu Dawud)". Sehingga LPG dalam pandangan Islam harus dipastikan semua rakyat mudah mendapatkan api dari LPJ, karena LPG termasuk milik semua rakyat. Kalaupun untuk mendapat LPG siap pakai harus melalui proses tertentu, maka negara sebagai pemelihara urusan rakyat harus memfasilitasinya. Bukan malah menjualnya dalam rangka mencari keuntungan. Dalam pandangan Islam pelayanan publik oleh negara Khilafah kepada rakyatnya tidak ada istilah untung dan rugi. 


Sehingga wajar dalam aturan bukan Islam ada negara yang merasakan kerugian akibat beban tanggungan melayani rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan primer nya. Sehingga atas dasar dalih mengalami kerugian akibat melayani pemenuhan kebutuhan primer rakyatnya, maka subsidi dicabut. Dan untuk menutupi kerugian maka rakyat dibebani biaya setiap kali memenuhi kebutuhan primernya dengan wajib membeli dengan harga sesuai pasar. Kalau begini teorinya maka jelas kesejahterahan bagi seluruh rakyat hanya angan-angan saja.


Solusi kemiskinan dalam pandangan Islam adalah memastikan terpenuhinya semua kebutuhan primer rakyatnya orang per orang secara sempurna. Hal ini mengharuskan adanya distribusi kekayaan bagi seluruh rakyatnya orang per orang. Rakyat dalam memenuhi kebutuhan primernya secara sempurna tidak disesuaikan dengan berapa penghasilannya. Tetapi rakyat mendapat jaminan dari negara Khilafah untuk memenuhi semua kebutuhan primernya secara sempurna. Oleh karena itu kita butuh Khilafah yang akan menerapkan sistem ekonomi Islam. Yang akan menjamin pemenuhan kebutuhan primer rakyatnya orang per orang secara sempurna. Penguasa dipilih dalam rangka mengurusi semua urusan rakyat, termasuk kebutuhan rakyat akan LPG. Dalam sebuah hadits yang diriwayakan oleh Bukhori dan Muslim disebutkan yang artinya, "Imam/khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya". 




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak