Oleh: Ummu Salman (Muslimah Peduli umat)
Pidato kemenangan calon presiden terpilih Joko Widodo yang tidak menyinggung pemberantasan korupsi mendapat sorotan dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Jokowi dianggap hanya memperhatikan masalah pungli ketimbang korupsi. Sekjen Fitra, Misbah Hasan, menyayangkan tidak disinggungnya masalah korupsi dalam pidato yang menggambarkan rencana kerja Jokowi. Saat berbicara di hadapan pendukungnya, Jokowi hanya menyinggung soal pungli tanpa menyebut sama sekali rencananya terkait masalah korupsi. "Di sinilah tampak bahwa komitmen Jokowi terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi masih sangat lemah dan perlu dipertanyakan," kata Misbah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/7). Dibandingkan korupsi, Misbah menganggap pungli hanya masalah recehan. Dia membandingkan pungli dengan korupsi besar yang belum benar-benar diselesaikan dan dikembalikan kerugian negaranya, semisal kasus korupsi BLBI dan korupsi bantuan likuiditas Bank Century. Kumparan.com(16/7/2019)
Faktor Pemicu Korupsi
Persoalan korupsi di Indonesia tak pernah terselesaikan. Buktinya selalu saja ada pejabat yang terjaring OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK. Jika kita melakukan pengamatan terkait masalah korupsi ini, akan didapatkan fakta, bahwa ada beberapa faktor yang memicu para pejabat untuk melakukan korupsi. Faktor pemicu tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, penerapan sistem sekularisme sesungguhnya telah menghilangkan nilai-nilai ketakwaan individu para pejabat negeri ini. Tidak ada kontrol internal dalam diri para politisi, pejabat, aparatur dan pegawai. Akhirnya, semua hanya bersandar pada kontrol eksternal, dan pengawasan dari atasan, inspektorat dan aparat hukum. Masalahnya, mereka juga sama saja.
Kedua, sistem politik demokrasi yang berbiaya mahal, meniscayakan terjadinya korupsi. Butuh biaya mahal untuk menduduki posisi sebagai wakil rakyat, kepala daerah apalagi presiden. Untuk menjadi kepala daerah saja butuh ratusan juta bahkan bisa miliyaran, yang mana biaya tersebut tidak akan bisa tertutupi dari gaji dan tunjangan selama menjabat. Untuk "balik modal", maka cara-cara 'legal tapi curang" atau "curang tapi legal" dilakukan, misalnya proses tender yang sudah diatur dan sebagainya. Dan cara yang paling singkat adalah dengan korupsi
Ketiga, penegakan hukum yang lemah terhadap para pelaku korupsi, sehingga tidak ada efek jera kepada mereka. Berdasarkan riset ICW, sebagian besar koruptor hanya dihukum 2-5 tahun oleh pengadilan. Itupun masih ditambah lagi pengurangan dari remisi, dan pengurangan masa tahanan yang lain. Begitu juga dengan siatem hukum yang berbelit untuk membuktikan kasus korupsi dan banyak celah bagi para koruptor untuk lolos.
Keempat: sebagian besar koruptor yang tertangkap berada dalam "link" kekuasaan. Ini menunjukan koruptor yang tertangkap lebih karena tebang pilih atau karena faktor "apes" saja
Islam punya Solusinya
Sebagai agama sekaligus sistem hidup, Islam mempunyai solusi yang jitu dalam menuntaskan kasus korupsi. Solusi tersebut adalah:
1. Salah satu pilar penting untuk mengatasi masalah korupsi adalah adanya sistem pengawasan yang sangat baik yaitu pengawasan oleh individu, pengawasan atau kontrol dari masyarakat yang akan senantiasa melakukan amar ma'ruf nahi mungkar dan pengawasan oleh negara. Tentu dengan sistem pengawasan yang seketat ini akan memperkecil ruang untuk melakukan korupsi
2. Pemberlakuan seperangkat hukuman/sangsi yang tegas bagi para pelaku korupsi. Ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi calon pelaku. Sistem sanksi yang berupa ta’zir bertindak sebagai penebus dosa (al-jawabir), sehingga mendorong para pelakunya untuk bertobat dan menyerahkan diri. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh sistem yang diterapkan sekarang.
3. Negara juga sangat memperhatikan kesejahteraan para pegawainya dengan cara menerapkan sistem penggajian yang layak. Rasulullah SAW bersabda: “Siapapun yang menjadi pegawai kami hendaklah mengambil seorang istri, jika tidak memiliki pelayan , hendaklah mengambil seorang pelayan, jika tidak mempunyai tempat tinggal hendaknya mengambil rumah. (HR. Abu Dawud). Dengan terpenuhinya segala kebutuhan mereka, tentunya hal ini akan cukup menekan terjadinya tindakan korupsi.
4. Untuk menghindari membengkaknya harta kekayaan para pegawai, dilakukan penghitungan harta kekayaan di masa awal dan akhir jabatan. Jika ada pertambahan harta kekayaan yang tidak wajar, maka kekayaan tersebut akan disita untuk dikembalikan kepada negara. Contohnya pada masa kekhilafahan Umar Bin Khattab, hal ini rutin dilakukan. Beliau selalu menghitung harta kekayaan para pegawainya seperti para Gubenur dan Amil.
5. Untuk menghindari terjadinya kasus suap dalam berbagai modusnya, sistem Islam melarang pejabat Negara atau pegawai untuk menerima hadiah. Bisa kita lihat, pada masa sekarang ini banyak diantara pejabat/pegawai, ketika mereka melaporkan harta kekayaanya, kemudian banyak ditemukan harta yang tidak wajar, mereka menggunakan dalih mendapatkan hibah. Kasus seperti ini tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang kami (Negara) beri tugas untuk melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami beri rezeki (upah/gaji), maka apa yang diambil olehnya selain (upah/gaji) itu adalah kecurangan. (HR. Abu Dawud)
Walhasil jika negara kita serius untuk menyelesaikan persoalan korupsi dengan tuntas, maka tidak ada cara lain selain kembali kepada aturan Allah.
Tags
Opini