Sistem Zonasi Dan Kastanisasi Sekolah Negeri



(Oleh : Ummu Hanif – Anggota Lingkar Penulis Ideologis)


Meski Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) sudah selesai, namun sistem zonasi yang digadang sebagai upaya penghapusan sistem kasta sekolah negeri masih menyisakan banyak diskusi. Program zonasi pada PPDB tersebut dinilai beberapa pihak kurang efektif karena ada beberapa sekolah terdampak yang mengalami kekurangan siswa. Banyaknya siswa yang kelelahan dan berakhir depresi, terjadi permainan KK serta sistem pelayanannya masih kurang maksimal sehingga para orangtua harus menunggu berjam-jam untuk mendapatkan surat registrasinya. Karena belum optimalnya sosialisasi pemerintah, di beberapa daerah di tanah air, sistem zonasi diwarnai dengan unjuk rasa para orang tua. (www.liputan6.com, 27/6/2019)


Seperti diketahui, kebijakan ini mengarahkan setiap calon murid untuk bersekolah di sekolah yang terdekat dari rumah. Asumsinya, mutu sekolah di manapun sama atau hampir sama. Pemerintah juga bermaksud menghilangkan mitos sekolah favorit atau bisa disebut kastanisasi sekolah negeri yang selama ini telah terjadi.


Kebijakan ini pada dasarnya memiliki niat yang mulia. Namun kita melihat, kurang komprehensifnya pemerintah dalam memutuskan suatu kebijakan, selalu menyisakan masalah baru yang muncul dari penyelesaian masalah lainnya. Masih banyaknya orang tua yang berjuang mati-matian sampai melegalkan KK palsu dan lain – lain adalah akibat kegagalan pemerintah mendidik masyarakat untuk mengurangi kecanduan sekolah. Persekolahan hanya salah satu komponen dalam Sistem Pendidikan Nasional yg menyelenggarakan pendidikan formal. Masih ada pendidikan informal dan non-formal yang sebenarnya juga sebuah pendidikan. Karena sebenarnya pendidikan itu adalah soal kesempatan belajar, bukan soal kesempatan bersekolah. Tempat belajar terbaik seringkali bukan di sekolah, tapi di rumah dan di masyarakat.


Selain itu, kegagalan pemerintah juga terdapat pada pengelolaan persekolahan yang ada. Selain soal kurikulum yang tidak memiliki landasan ideologis yang kuat, masalah infrastruktur dan suprastruktur yang tidak merata telah menjadikan sekolah – sekolah yang ada, mengalami dokotomisasi dan kastanisasi dan telah mendarah daging di masyarakat. Oleh karena itu, jika kita mau memperbaiki kesenjangan pendidikan di negeri kita, caranya dengan memperbaiki dari akar dan paradigma pendidikan kita. Bukan solusi – solusi tambal sulam yang tidak sampai menyentuh akar masalah yang sebenarnya.


Diawalai dengan asas pendidikan. Kita tahu, asas pendidikan kita adalah sekulerme. Sekuler dalam arti memisahkan agama dari kehidupan, menggambarkan bahwa agama hanya  mengurusi urusan individu, urusan ibadah ritual semata. Inilah awal mula kenapa banyak lulusan – lulusan terbaik, mereka kurang beradab. Mereka tidak peduli tentang halal dan haram ketika bekerja. Karena dalam sistem pendidikan kita memang ditanamklan, urusan dunia dipisahkan dengan urusan akhirat. Sementara itu, dalam Islam semua aktifitas adalah ibadah dan jelas ada tata aturannya. Hal ini pula, yang meyebabkan banyak orang tua melegalkan proses pemalsuan KK. Karena urusan akhirat berbeda dengan urusan dunia.


Selanjutnya adalah tujuan pendidikan. Jika kita lihat masyarakat pada umumnya, kenapa mereka ingin memasukan anaknya ke sekolah favorite karena sekolah favorite dianggap mampu mengantarkan anaknya ke Perguruan Tinggi favorite yang dianggap bisa mengantarkan mahasiswanya mendapatkan pekerjaan yang baik. Oleh karenanya pandangan masyarakat secara umum, sekolah adalah cara untuk mendapatkan perkerjaan. Yang pada akhirnya, mendapatkan sekolah adalah langkah untuk mewujudkan sukses dunia versi mereka. Sementara itu di dalam Islam, sekolah bertujuan membangun kepribadian Islam, menghasilkan generasi unggul, generasi yang yang takut kepada Allah dan generasi pembangun peradaban. Kalau tujuan pendidikan sudah seperti ini, tentu bukan dimana sekolahnya, tetapi semua akan bersinergi, mewujudkan generasi terbaik. Tidak hanya berserah sepenuhnya pada sekolah yang dianggap favorit.


Adapun mengenai infrastruktur, sebenarnya kembali ke konsep bahwa pendidikan hakekatnya adalah kesempatan belajar, maka bukanlah hal krusial yang harus dijakan pertimbangan. Karena meski dengan infrastruktur yang sangat minim, pembelajaran tetap bisa dilaksanakan jika asas dan paradigma pendidikan kita telah kita perbaiki. Sehingga penyusunan kurikulum juga akan sesuai dengan asas pendidikannya. Tempat belajarnya juga tidak harus berupa sekolah, bisa keluarga maupun masyarakat. Dengan syarat, sosialisasi kurikulum pendidikan sudah disampaikan dengan baik oleh pemerintah, dan dimudahkan seluruh hal yang mendukungnya.


Hal lain yang perlu kita ketahui adalah, bahwa sistem pendidikan yang baik butuh ditopang kekuatan ekonomi dan political will negara, juga sisitem – sistem lain yang berjalan searah dan seirama. Dengan sistem ekonomi kapitalistik dan sistem politik sekuler demokrasi yang diterapkan hari ini akan sulit mewujudkan sistem pendidikan yang ideal. Hanya penerapan islam kaffah yang mampu mewujudkan pendidikan adil merata dengan out put generasi paripurna.



Wallahu a’lam bi ash showab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak