SISTEM ZONASI, BUKAN SOLUSI HAKIKI



Oleh: Meliana Chasanah


Penerimaan Peserta Didik Baru atau yang sering disingkat PPDB pada tahun ajaran 2019 kali ini banyak menuai konflik serta keluhan dari para calon murid dan juga wali murid. Mereka mempermasalahkan penerapan sistem zonasi yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Karena dari sistem zonasi banyak diprotes oleh wali murid yang akan mendaftarkan anaknya ke sekolah negeri favorit dengan kualitas yang telah terjamin. Namun, sepertinya aksi protes tersebut tidaklah dihiraukan oleh pihak sekolah, sebab pihak sekolah sendiri hanya menjalankan peraturan yang telah dirancang oleh pemerintah pusat. Sangat disayangkan bagi calon murid yang memiliki segudang prestasi dalam bidang akademik harus pasrah dengan aturan pemerintah perihal sistem zonasi. Mereka tidak bisa masuk ke sekolah negeri favorit yang diharapkan karena jarak rumahnya yang tidak masuk dalam jangkauan zonasi. Dan akhirnya, dengan berat hati masuk ke sekolah swasta yang bukan pilihannya. 

Dilansir dari mayangkaranews.com (12/6/2019)— Mulai 27 Mei hingga 17 Juni 2019, dijadwalkan calon Peserta Didik Baru SMA/SMK mengambil PIN untuk pendaftaran PPDB jalur online. Berdasarkan monitoring dan laporan yang diterima, mulai Senin (10/6/2019) dan hari ini Selasa (11/62019) mayoritas SMA/SMK berjubel disadari antrean pengambilan PIN PPDB.—(mayangkaranews.com, 12/6/2019)

Dan bahkan Presiden Jokowi sendiri mempermasalahkan penerapan sistem zonasi tersebut, namun anehnya ketika ditanya oleh awak media tidak ada solusi untuk pemecahan masalah yang diakibatkan oleh adanya sistem zonasi. Seperti yang dilansir oleh kompas.com (20/6/2019)—Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempersilakan awak media untuk menanyakan langsung permasalahan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB) kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy. "Tanyakan pada Menteri Pendidikan. Memang di lapangan banyak masalah yang perlu dievaluasi, tapi tanyakan kepada Menteri Pendidikan," kata Jokowi saat ditanyai awak media usai menyerahkan 3.200 sertifikat di GOR Tri Dharma, Gresik, Jawa Timur, Kamis (20/6/2019)— kompas.com

Adapun tujuan Pemerintah menerapkan sistem zonasi ialah untuk menghilangkan kastanisasi di berbagai sekolah, khususnya sekolah negeri. Agar tidak ada lagi istilah yang timbul “sekolah untuk anak-anak yang berprestasi dan sekolah untuk anak-anak yang kurang berprestasi”. Sepintas, solusi yang ditawarkan cukup baik. Pada faktanya masih ada banyak hal yang harus diperbaiki sebelum sistem zonasi diterapkan. Seperti halnya, sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana yang memadai, dan masalah teknis saat pembelajaran, serta masih banyak lagi. Secara teknis, kendala diadakannya sistem zonasi harus kita cermati dalam-dalam, namun kendala substansialnya juga tidak boleh diabaikan begitu saja. 

Jika yang menjadi persoalannya adalah karena tidak meratanya layanan pendidikan, solusi yang tepat adalah memperbaiki serta lebih meningkatkan lagi mutu dan kualitas pendidikan secara merata. Berawal dari pemetaan jumlah dan sebaran banyaknya penduduk yang memadati suatu daerah, kemudian tetapkan rasio idealnya antara jumlah sekolah yang tersebar dan jumlah penduduknya. Langkah selanjutnya, membangun sekolah yang sesuai dengan rasio yang ideal tadi. Misalnya, terdapat 1000 penduduk harus ada sekian Sekolah Dasar (SD), SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Sehingga bisa dijamin pasti ada sekolah yang dekat tempat tinggal warga.

Pemerintah  sebenarnya bisa bekerja sama dengan swasta untuk penyediaan layanan sekolah, namun perlu digarisbawahi tidak boleh ada unsur untuk mencari keuntungan. Karena sejatinya, baik itu sekolah negeri maupun swasta merupakan layanan publik yang sangat mendasar. Sehingga, jumlahnya pun harus mencukupi dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. 

Selain menyediakan sekolah dengan jumlah yang memadai, pemerintah yang seharusnya menjadikan semua kualitas sekolah sesuai dengan standar pendidikan. Semua guru harus mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kapabilitasnya, dan itu dilakukan secara terus menerus. Semua kemampuannya harus di up-grade agar layak ditempatkan di sekolah mana pun, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Sehingga tidak akan muncul lagi istilah guru pegawai negeri sipil (PNS) dan guru swasta (honorer). Tidak hanya diberikan pelatihan saja, guru pun harus dijamin kesejahteraannya, biarpun mendapatkan sebutan ‘Pahlawan Tanpa Tanda Jasa'. Guru harus diberi gaji sesuai dengan kemampuannya dalam memberi ilmu kepada murid-murid, sehingga mereka tercerdaskan karena ilmu yang disampaikan oleh sang guru. 

Islam memiliki solusi tersendiri yang lebih memuaskan untuk pemecahan masalah di bidang pendidikan. Konsep yang diterapkannya selalu berbasis pada akidah Islam, sehingga menuntut ilmu tidak hanya untuk urusan dunia melainkan ilmu untuk urusan akhirat. Dan kurikulumnya juga memiliki tingkat kualitas yang tinggi karena sumbernya langsung dari Allah SWT. Negara yang bertugas menyediakan pelayanan dan untuk mengurusi urusan umat, termasuk layanan pendidikan harus bisa diakses semua orang. Tanpa terkecuali, daerah terpencil seperti pedalaman atau masyarakat yang hidupnya jauh dari  perkotaan, negara harus menyediakan guru atau pengajar yang sanggup mendatangi mereka, jika perlu diadakan pula home schooling. Walau bagaimana pun, pendidikan merupakan hak semua orang yang tersedia secara gratis. Maka, tidak boleh ada lagi istilah ‘Putus sekolah karena tidak memiliki biaya’. Dana pendidikan juga disediakan oleh negara yang berasal dari pengelolaan hasil sumber daya alam, seperti hasil hutan, tambang, dan laut. Karena hakikatnya semua itu adalah kepemilikannya bersifat umum, artinya seluruh rakyat berhak menikmatinya. 

Mengenai zonasi, dalam sistem Islam bersekolah bisa di mana saja, dan ada pepatah yang mengatakan ‘Carilah ilmu hingga ke negeri China', karena zonasi hanya permasalahan cabang. Atau bisa saja ada murid yang menginginkan belajar dan memperoleh ilmu dari guru yang diinginkannya. Itu sebabnya ketika masa Khilafah Abbasiyah, semua sekolah memiliki standar dan kualitas yang bagus, termasuk para pengajarnya. Jika di Baghdad masih menjadi tempat atau kiblatnya para pencari ilmu. Namun tidak menjadi masalah bila Baghdad merupakan tempat yang ramai, karena secara geografis Baghdad merupakan ibukota negara. 

Ini membuktikan keberhasilan Islam dalam penyedia layanan pendidikan yang berkualitas dan mampu melahirkan generasi yang tangguh dan cerdas karena ilmu pengetahuan. Bukti lainnya yang diungkapkan oleh cendekiawan Barat bernama Jacques C.  Reister, dia mengungkapkan, “Selama lima ratus tahun Islam menguasai dunia dengan kekuatannya, ilmu pengetahuan, dan peradabannya yang tinggi”. Maka tidak perlu lagi terjebak oleh adanya pilihan sistem zonasi. Karena bukti konkret yang bisa menyelesaikan permasalahan pendidikan di Indonesia secara tuntas hanya dengan sistem Islam secara Kaffah melalui institusi yang berwenang menyediakan segala pelayanan pendidikan yaitu Khilafah Islamiyah, yang telah terbukti dan terjamin keshahihannya dan juga terbukti keberhasilannya selama lebih dari 13 abad. []


Wallahu a’lam bish-showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak