Remaja Islam Anti Bunuh Diri



Oleh : Tri Silvia*

.

.

Tak pernah ada habis-habisnya jika berbicara tentang remaja. Polarisasi keluarga, masyarakat dan sekolah telah membentuk karakter yang berbeda-beda dan unik pada diri mereka. Belum lagi jika dibenturkan dengan masa transisi dan pubertas. 

.

Penemuan yang mengejutkan diungkap oleh dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ, seorang Psikiater yang telah menyurvei 910 pelajar di DKI Jakarta. Hasilnya adalah sebanyak 5 persen pelajar dari SMAN dan SMKN terakreditasi A di DKI Jakarta memiliki ide bunuh diri. (Kompas.com, 14/7/2019) 

.

Dalam penelitian tersebut ia menemukan beberapa faktor risiko yang menjadi sebab munculnya keinginan untuk bunuh diri, yakni pola pikir abstrak yang menimbulkan perilaku risk-taker (berani mengambil risiko), transmisi genetik yang dapat menimbulkan sifat agresif dan impulsif, memiliki riwayat gangguan jiwa lain, lingkungan sosial yang tidak mendukung, dan penyalahgunaan akses internet.

.

Ia menjelaskan bahwa pada fase middle adolescence (pertengahan masa remaja yaitu usia 14-18 tahun), remaja berpikir secara abstrak tetapi juga mempunyai keyakinan tentang keabadian (immortality) dan kedigdayaan (omnipotence) sehingga mendorong timbulnya perilaku risk-taking. Perilaku risk-taking inilah yang kemudian memunculkan ide untuk melakukan tindak bunuh diri pada diri mereka.

.

“Pada fase risk taking ini, remaja lebih memiliki pola pikir abstrak sehingga dapat tertantang untuk mencoba segala hal, termasuk ke arah pola hidup yang tidak baik, seperti penggunaan tembakau dan alkohol, bereksperimen dengan narkotika, psikotropika dan zat adiktif, aktivitas seksual yang tidak aman, pola makan yang buruk, dan kenakalan remaja," kata Noriyu (sebutan dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ).

.

Selain yang telah disebutkan sebelumnya, ada hal mengejutkan lain yang diungkap dalam penelitian tersebut. Yakni, bahwa faktor agama tidak memengaruhi sedikitpun tentang keputusan bunuh diri pada para remaja. Bahkan disebutkan bahwa sebagian besar responden mengaku taat atas perintah agama. Dari skala 1 sampai 10, rata-rata mereka menilai dirinya 8 hingga 10 dalam ketaatan beragama. Mengapa hal tersebut terjadi? 

Pada hakikatnya, tidak ada satupun agama di dunia yang memperbolehkan tindakan bunuh diri. Semua memiliki aturan mengenai tindakan tersebut, termasuk Islam di dalamnya. 

Islam yang bersifat universal sungguh telah mengatur segala urusan yang berkaitan dengan manusia, baik hubungannya dengan Sang-Kholiq, manusia lain, ataupun dirinya sendiri. Baik aturan yang berhubungan dengan individu, masyarakat ataupun negara. Baik aturan yang mengatur berbagai perkara tersembunyi ataupun yang terangan-terangan. Semua ada di dalam Islam.

Tindakan bunuh diri merupakan tindakan menganiaya diri sendiri hingga berujung pada kematian. Islam melarang tegas tindakan tersebut, bahkan Islam memperingatkan manusia dengan janji siksa yang amat pedih bagi para pelakunya. Hal tersebut termaktub dalam ayat Alquran dan hadis di bawah ini, yang artinya :

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisa : 29).

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya pada hari kiamat, niscaya ia akan disiksa dengan cara seperti itu pula.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Islam tidak menafikan adanya perilaku risk-taking pada diri remaja yang mulai beranjak dewasa. Namun itu semua telah diantisipasi dengan baik sebelumnya. Disebutkan di atas bahwa perilaku risk-taking ini mulai terlihat kala anak menginjak usia 14-18 tahun, maka jauh sebelum menginjak usia tersebut Islam telah mengantisipasi kemunculannya dengan berbagai aturan mengenai anak usia baligh. 


Di mana anak-anak tersebut telah selesai dipahamkan tentang akidah Islam dan aturannya, yang dilanjutkan dengan pemberian tanggung jawab pelaksanaan hukum syariat atas mereka setelah menginjak usia baligh. Alhasil, kemungkinan terjadinya perilaku risk-taking pada remaja muslim secara teknis harusnya telah mampu diminimalisir sejak awal.

.

Lalu mengapa disebutkan bahwa faktor agama (termasuk Islam) tidak memiliki pengaruh apapun dalam keputusan para remaja untuk mengakhiri hidupnya? Hal tersebut karena, Islam hari ini tidak dijadikan pedoman khusus oleh umatnya. 


Islam hanya dijadikan agama ritual saja. Penerapannya pun hanya dicukupkan pada masalah akhlak dan ibadah. Sisanya hanya dijadikan ayat penghias dalam lembaran-lembaran mushaf. Alhasil banyak umat Islam yang tidak tahu tentang aturan pendidikan anak usia pra-baligh, baligh dan pasca-baligh. Sehingga mereka bertindak sesuka hati tanpa melihat lagi apakah tindakan mereka membahayakan jiwa atau tidak. 

.

Selain itu, sistem yang dipakai di negeri inipun secara tidak langsung telah menambah rumit kondisi yang ada. Berbagai kebijakan menghimpit rakyat membuat tekanan yang luar biasa pada masyarakat dan keluarga secara khusus. Belum lagi berbagai kebijakan pendidikan yang jauh dari Islam, membawa kenyataan buruk bagi para remaja. Dengan terjadinya hal-hal di atas, kemungkinan stress pada diri remaja akan semakin bertambah, begitupula kemungkinan mereka untuk melakukan tindakan risk-taking semisal bunuh diri.

.

Alhasil, Islam adalah solusi satu-satunya untuk menghentikan persentase bunuh diri di kalangan remaja. Dengan catatan bahwa agama Islam tak sekedar dijadikan agama ritual saja, melainkan diberlakukan dan diterapkan secara formal sebagai sistem negara.

.

Wallahu A'lam bis Shawab


*(Pemerhati Remaja)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak