Politik Transaksional: Kemana Ummat Akan Berlabuh?



Oleh : Siti Masliha, S.Pd, 

(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)


Pesta demokrasi menyita perhatian masyarakat, dari kelas bawah sampai konglomerat. Pasca diputuskannya pasangan jokowi-ma'ruf sebagai pemenang, pasangan Probowo-Sandi tidak berhenti sampai disini. 


Namun yang mengagetkan publik, terjadi pertemuan antara Ketum PDIP Megawati Soekarno Putri dengan Ketum Gerindra Prabowo Subianto dinilai akan menjadi jalan Gerindra masuk ke koalisi Jokowi-Ma'ruf. Menurut pengamat politik dari Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, pertemuan Mega-Prabowo menjadi salah satu syarat diterimanya Gerindra di koalisi Jokowi.


"Ini kan (pertemuan Mega-Prabowo) jalan memuluskan rekonsiliasi. Nah ketika Pak Jokowi dengan Pak Prabowo sudah bertemu Sabtu (13/7) yang lalu, itu kan ada prasyarat lain dalam rekonsiliasi, prasyarat itu adalah sala satunya dalam pandangan saya," ujar Ujang saat dikonfirmasi, Rabu (24/7/2019).


Selain untuk rekonsiliasi pascapilpres 2019, Ujang yakin jika pertemuan itu merupakan salah satu jalan Gerindra masuk ke koalisi Jokowi. Namun agar keberadaan Gerindra di koalisi Jokowi dapat dengan mudah diterima, maka Prabowo melakukan pertemuan dengan Mega.


"Karena ini Bu Mega ini adalah Ketua Umum PDIP dan dia sebagai salah satu pengusung Jokowi-Ma'ruf, lalu pemenang Pemilu 2019," tuturnya. (detik.com) 


Itulah panggung sandiwara yang dilakukan oleh para pelaku politik di negeri kita ini. Politik transaksional lahir dari sistem demokrasi, dimana kedaulatan berada ditangan rakyat. Kedaulatan adalah kekuatan yang tertinggi yang menentukan benar dan salah, juga sah dan tidak. Sementara itu ketika benar dan salah, sah dan tidaknya diserahkan pada manusia bukan hukum syara' dampak yang serius adalah tidak ada patokan yang baku. Karena itu benar dan salah, sah dan tidak bisa berubah kapan saja. Semua itu ditentukan oleh kepentingan. Disinilah pangkal lahirnya transaksi-transaksi politik. Akhirnya tidak ada teman yang abadi yang ada kepentingan abadi. 


Dalam sistem demokrasi dengan azas sekulerisme menjadi hal yang biasa duduk bersama lawan. Dalam demokrasi tidak ada kawan dan lawan yang abadi yang adalah hanyalah kepentingan yang abadi. Ketika ummat dan ulama berharap kepada paslon tertentu untuk menyuarakan aspirasinya ke istana harapan itu telah pupus. Umat dan ulama telah kecewa. 


Berharap pada demokrasi hasilnya pasti akan mengecewakan. Karena demokrasi memang di buat atau disetting untuk kepentingan segelintir orang. Ketika ingin kursi kekuasaan bekoalisilah dengan lawan. 


Harapan Ummat Hanya Pada Islam

Kekecewaan umat telah menancap dalam hati. Demokrasi adalah pangkal dari kekecewaan ummat. Ummat butuh tranformasi sistem agar tidak dikecewakan lagi. 


Islam adalah din yang sempurna. Mengatur dari masalah rakyat hingga masalah negara.  Sesungguhnya politik di dalam islam bukanlah politik untuk memenuhi kepentingan pribadi, kelompok atau partai. Politik di dalam islam adalah riayatus suunil ummah,  mengurus kepentingan ummah baik dalam maupun luar negeri. 

Para penguasa melakukan tugasnya bukan karena kepentingan pribadi melainkan  karena amanah yang akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Lalu ummat akan mengontrol sekaligus mengoreksi penguasa dalam melaksanakan tugasnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak