Oleh: Rina Mulyani
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Allah SWT menciptakan pria dan wanita untuk berpasangan dan keduanya bisa hidup bersama dalam ikatan pernikahan.
Menikah menjadi dambaan setiap insan yang masih sendirian, karena menikah merupakan bentuk dari pemenuhan kebutuhan terhadap kasih sayang (gharizah nau').
Begitu banyak hikmah dari sebuah pernikahan, diantaranya adalah :
1. Memberikan rasa cinta, kasih sayang dan ketentraman
Pernikahan dapat memenuhi kebutuhan manusia akan rasa cinta dan kasih sayang sebagaimana firman Allah SWT berikut ini;
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri/pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum: 21)
2. Memperluas rezeki
Dalam pernikahan ada kewajiban suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami, termasuk dalam memenuhi kebutuhan materi atau mencari rezeki. Allah menjanjikan rezeki bagi orang yang menikah sebagaimana yang di firmankan dalam ayat berikut ini;
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
”Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur: 32)
3. Memelihara kehormatan dari perbuatan zina
Dengan menikah seseorang dapat menyalurkan kebutuhan biologisnya dan hal ini bisa menghindarkannya dari perbuatan maksiat terutama zina.
Dari Abdullah r.a., berkata: “Di zaman Rasulullah Saw. kami adalah pemuda-pemuda yang tidak memiliki apa-apa. Rasulullah saw. berkata kepada kami: “Hai para pemuda! Siapa yang mampu berumah tangga, kawinlah! Perkawinan itu melindungi pandangan mata dan memelihara kehormatan. Tetapi siapa yang tidak sanggup kawin, berpuasalah, karena puasa itu merupakan tameng baginya.”(HR. Bukhari)
Dan berbahagialah menjadi seorang muslim, karena dalam Islam menikah ada tuntunannya. Ada rukun nikah dan syarat nikah. Yang apabila salah satunya tidak ada maka pernikahan itu menjadi tidak sah. Namun, sungguh disayangkan. Kini kaum muslimin sudah jauh dari ajaran agamanya, sehingga banyak dari mereka yang tidak mengindahkan hukum-hukum Islam.
Akhir-akhir ini ramai dipemberitaan tentang 'pernikahan sedarah' yang terjadi di daerah Kalimatan Utara.
Seorang kakak dengan berbahagia menikahi adik kandungnya, padahal pernikahan dalam Islam sudah diatur dengan jelas dan haram hukumnya untuk menikahi seseorang yang memiliki hubungan darah seperti keluarga.
Dalam Islam dikenal tiga golongan wanita yang haram dinikahi atau yang disebut mahram diantaranya adalah wanita dengan nasab yang sama, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 23.
Ternyata selain tidak diperbolehkan oleh agama, dalam ilmu biologi incest atau pernikahan sedarahpun sangat tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan berbagai macam cacat atau kelainan pada generasi yang akan dilahirkan.
Secara genetis, jika sesorang dengan gen yang berasal dari keturunan yang sama menikah maka akan terjadi mutasi. Mutasi tersebut selanjutnya akan menimbulkan masalah pada anak yang dilahirkan seperti cacat tubuh, penyakit mental (idiot, debil, imbisil), penyakit metabolisme seperti diabetes, hutington dan lain sebagainya.
Lantas mengapa semua ini bisa terjadi?
Banyak faktor yang menyebabkan hal ini bisa terjadi.
Pertama, semua ini terjadi tidak lain adalah karena jauhnya kaum muslimin dari ajaran Islam.
Mereka cenderung tidak mau mengambil apa yang sudah Islam tetapkan.
Kedua, pada hari ini masyarakat tidak memiliki perasaan dan pemikiran yang sama. Sehingga ketika ada satu kemaksiatan maka yang lain membiarkan, karena mereka menganggap setiap kemaksiatan itu akan ditanggung oleh sipelakunya sendiri. Padahal, setiap orang yang membiarkan kemaksiatanpun ikut terkena dosanya.
Ketiga, kurangnya kontrol negara. Selain mengurusi perekonomian, negara pun harus berperan aktif dalam mengedukasi setiap warga negaranya. Terlebih sebagai seorang muslim kita harus terikat dengan hukum syara, maka menjadi tugas negaralah memfasilitasi setiap warga negaranya untuk bisa taat pada aturan Allah (sebagai Rabb-nya).
Namun sungguh disayangkan, pada hari ini belum ada negara yang menjadikan Islam sebagai landasan bernegaranya. Sehingga, sulit untuk taat pada aturan Islam seutuhnya.
Maka agar pernikahan sedarah tidak marak terjadi lagi harus ada peran bersama antara individu, masyarakat dan negara. Individunya harus memahami Islam dan berusaha mengamalkannya.
Masyarakat harus memiliki perasaan dan pemikiran yang sama yaitu sama-sama menjadikan Islam sebagai landasan berfikirnya.
Lalu negara, harus memfasilitasi dengan menjadikan hukum Islam sebagai landasan bernegara.
Dengan begitu atas izin Allah akan terciptalah sebuah negara yang penuh berkah karena tidak terjadi kemaksiatan yang dilakukan masyarakatnya dan akan terciptalah insan yang bertaqwa pada Rabb-nya.
Wallahu a'lam.