Perniagaan Mulia





Oleh :  Netty Susilowati  


Saat dunia ramai dengan berita suami menjual isteri, isteri menjual suami hanya untuk mendapatkan materi, atau kesenangan duniawi, jauh pada abad kejayaan Islam, sebuah keluarga telah melakukan perniagaan yang agung dengan Rabbnya.  


Hari itu Nusaibah sedang berada di dapur. Suaminya, Said sedang beristirahat di bilik tempat tidur. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh. Nusaibah menerka, itu pasti tentara musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di kawasan Gunung Uhud. Dengan bergegas, Nusaibah meninggalkan apa yang sedang dilakukannya dan masuk ke bilik. Suaminya yang sedang tertidur dengan halus dan lembut dibangunkannya. 


“Suamiku tersayang”, Nusaibah berkata, “Aku mendengar pekik suara menuju ke Uhud. Mungkin orang-orang kafir telah menyerang.”


Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. Dia menyesal mengapa bukan dia yang mendengar suara itu. Malah isterinya. Dia segera bangun dan mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu dia menyiapkan kuda, Nusaibah menghampiri. Dia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.


“Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang.”


Said memandang wajah isterinya. Setelah mendengar perkataannya itu, tak pernah ada keraguan padanya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju ke utara. Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu semakin mengobarkan keberanian Said.


Di rumah, Nusaibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan ibunya dengan pandangan cemas. Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang penunggang kuda yang nampaknya sangat gugup.


“Ibu, salam dari Rasulullah,” berkata si penunggang kuda, “Suami Ibu, Said baru saja gugur di medan perang. Beliau syahid…”


Nusaibah tertunduk sebentar,

“Inna lillah…..” gumamnya,

“Suamiku telah menang perang. Terima kasih, ya Allah.”


Setelah pemberi kabar itu meninggalkan tempat, Nusaibah memanggil Amar. Ia tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan,


“Amar, kaulihat Ibu menangis? Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah Syahid. Aku sedih karena tidak memiliki apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi. Maukah engkau melihat ibumu bahagia?”


Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar.


“Ambillah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terhapus.”


Mata Amar bersinar-sinar. “Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku ragu, seandainya Ibu tidak memberi peluang kepadaku untuk membela agama Allah.”


Putera Nusaibah yang berbadan kurus itu pun terus menderapkan kudanya mengikuti jejak sang ayah. Tidak terlihat ketakutan sedikitpun dalam wajahnya. Hingga iapun syahid sebagaimana ayahanda. Tidak ada yang tersisa yang dimiliki Nusaibah selain anak keduanya yang masih belia. Namun keberaniannya tidak kalah dengan kakaknya. Nusaibah harus merelakan putra  keduanya memberikan persembahan yang terbaik untuk Allah dan Rasul-Nya. Hingga tiba saatnya, putra keduanyapun syahid dengan mulia. 


Nusaibah hanya memiliki dirinya untuk ditukar dengan jannah-Nya. Tanpa berpikir lama, Nusaibah terjun ke medan jihad. Hanya karena beliau perempuan, Rasulullah tidak memperbolehkan Nusaibah ikut berperang. Tugasnya adalah sebagai petugas kesehatan yang menolong tentara  yang terluka. 


Nusaibah menghabiskan seluruh hidupnya untuk berjuang di jalan Allah. Menukar seluruh kesenangan hidupnya dengan kenikmatan surga. Nusaibah berhasil menjadikan diri dan keluarganya menjadi orang-orang yang beruntung pada perniagaan ini. Perniagaan yang nyata dengan Rabbnya. Sungguh jual beli yang pasti menguntungkan. Keluarga yang jelas masa depan mereka kelak di surga  Allah.


“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Alquran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikianlah kemenangan yang agung.”

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak