Oleh Rifdatun Aliyah
Potret buruknya nasib perempuan Indonesia kembali hadir. Perdagangan perempuan yang memilukan menimpa 29 perempuan WNI. Mereka diduga menjadi korban perdagangan orang yang melibatkan sindikat China dan Indonesia (www.voaindonesia.com/26/06/2019). Menurut Sekjen SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia) Bobi Anwar Maarif, perempuan ini dibawa ke China, dinikahkan dengan laki-laki negara tersebut, dengan iming-iming diberi nafkah besar. Namun mereka malah dipekerjakan di pabrik tanpa upah.
Fakta di atas merupakan gambaran bahwa perdagangan orang masih saja terus terjadi. Hal ini sangat mungkin terjadi sebab sistem dan peraturan negara yang ada tak mampu menjamin kesejahteraan hidup masyarakat. Sehingga peluang generasi muda khususnya remaja putri untuk terseret dalam arus 'eksploitasi manusia' sangat besar. Betapa tidak. Minimnya ekonomi suatu keluarga atau bahkan masyarakat menjadi penyebab utama seseorang mencari jalan lain yang justru membawanya ke dalam kesengsaraan.
Kalaupun ada upaya pemberdayaan perempuan melalui kesetaraan gender, faktanya juga tidak membuat perempuan semakin terlindungi. Beban kerja yang tinggi, jam kerja yang banyak, upah kerja yang minim dan lain sebagainya membuat perempuan khususnya para ibu kehilangan peran utama mereka sebagai pencetak generasi unggul. Akibatnya generasi semakin kehilangan sosok pendidik utama dan pertama mereka sehingga terkesan terabaikan. Kenakalan remajapun semakin menjadi termasuk tingginya tingkat perceraian dikalangan wanita karier.
Semua itu merupakan dampak dari rusaknya penerapan sistem negara yang berbasis kapitalisme. Sistem kapitalisme yang meniadakan aturan agama dalam kehidupan memandang bahwa segala aktivitas manusia dilakukan dalam rangka mendapatkan keuntungan materi. Akibatnya perempuan hanya dipandang sebagai obyek dan komoditas. Mudah untuk dimanfaatkan dan dieksploitasi. Sehingga, pemberdayaan perempuan atau kesetaraan gender yang ada dalam sistem kapitalisme hanya menambah kesengsaraan bagi perempuan.
Hal ini sangat berbeda menurut pandangan Islam. Dalam Islam, perempuan khususnya seorang muslimah memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki. Bahkan Islam memberikan pahala yang berlimpah kepada para ibu yang sedang mengandung, melahirkan, menyusui dan mendidik anak-anak mereka dengan Islam. Islam juga memuliakan perempuan dengan tidak membebankan nafkah kepada mereka. Bahkan pada masa Khalifah Umar Bin Khatab, perempuan yang sedang hamil dan menyusui mendapatkan santunan dari negara. Selanjutnya, Khalifah Umar juga memberikan santunan kepada setiap anak muslim yang telah disapih.
Islam juga menjamin perempuan mendapatkan perlakuan yang adil dalam masyarakat. Adalah Khalifah Mu'tashim Billah yang telah melakukan sebuah penaklukan di kota Amuria hanya karena jeritan seorang muslimah yang terzalimi. Dalam pendidikan Islam juga memberikan peluang bagi perempuan untuk menuntut ilmu hingga perguruan tinggi. Adanya ilmuwan muslimah seperti Mariam Al Astorlabiya, Qadhi Hisbah (hakim) Asy Syifa binti Abdullah di Madinah dan Al Khansa seorang ibu yang menjadikan semua anaknya menjadi mujahid tangguh merupakan sebagian kecil gambaran keadilan yang diberikan negara Islam dalam dunia pendidikan dan hukum.
Sehingga perempuan dalam naungan negara Islam akan mampu melahirkan generasi unggul dan berkepribadian Islam. Sudah saatnya kaum muslimin bersatu untuk berjuang bersama menerapkan semua syariat Islam dalam bingkai negara Islam yakni Khilafah Islamiyah Ala Minhaj Nubuwwah. Campakkan sistem kapitalisme yang telah nyata merusak generasi dan bangsa. Hanya dengan Islam akan terwujud negeri yang menjadi dambaan dan impian seluruh manusia. Wallahu A'lam Bishowab.