Oleh: Fatmawati
Pensiunan guru dan pegiat dakwah
Islam tentu tidak bisa dipisahkan dengan kekuasaan. Dalam ajaran Islam tidak dikenal sekulerisasi atau pemisahan urusan agama dengan urusan dunia, termasuk pemisahan agama dengan kekuasaan. Sebegitu lekatnya relasi Islam dan kekuasaan, keduanya laksana saudara kembar.
Imam al-Ghazali menyatakan,
"Agama adalah pondasi, sedangkan kekuasaan adalah penjaga. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap." (Al-Ghazali, Al-Iqtishad fi al-I'tiqad, hlm. 199).
Menurut Imam an-Nasafi, keberadaan penguasa bertujuan untuk memelihara urusan umat dan menegakkan hukum-hukum Islam (an-Nasafi, Aqa'id an-Nasafi, hlm. 142).
Tanpa kehadiran penguasa, berbagai perintah dan larangan Allah tidak dapat sempurna ditegakkan, dan kepentingan umat akan terabaikan.
Islam menjelaskan ada dua jenis penguasa di muka bumi ini: yang Allah cintai dan yang Allah benci. Pemimpin yang Allah cintai adalah pemimpin yang adil. Kelak pada hari kiamat ia akan menjadi insan yang paling dicintai Allah SWT dan memiliki kedudukan yang dekat dengan-Nya. Rasulullah Saw. Bersabda,
"Sungguh manusia yang paling dicintai Allah pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukanya dengan-Nya adalah pemimpin yang adil." (HR at- Tirmidzi)
"Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian; yang mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka." (HR Muslim)
Sosok pemimpin yang adil, dicintai Allah dan umat adalah mereka yang menjalankan apa saja yang Allah perintahkan.
Demikian pentingnya kehadiran pemimpin yang adil dan amanah, yang memelihara umat dengan syariat Islam, para ulama seperti Imam Fudhail bin Iyadh biasa berdoa agar umat dikaruniai pemimpin yang adil.
"Seandainya aku memiliki suatu doa mustajab (yang pasti dikabulkan) niscaya aku akan peruntukkan bagi penguasa, karena baiknya seorang penguasa akan membawa kebaikan pula bagi negeri dan rakyat." (Bidayah wa an-Nihayah, 10/99)
Sebaliknya Nabi Saw. juga mewanti-wanti umat akan kehadiran para pemimpin jahat yang paling dibenci Allah SWT. Nabi Saw. Bersabda,
“Manusia yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari-Nya adalah pemimpin yang jahat." (HR at-Tarmidzi)
Para pemimpin yang jahat ini menyimpang dari hukum-hukum Allah. Mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, serta kerap menghianati amanah. Para pemimpin seperti ini disebut oleh Nabi Saw. sebagai imarah as-sufaha (para pemimpin dungu). Nabi saw. menjelaskan ciri-ciri mereka dalam sabdanya,
"Mereka adalah para pemimpin yang ada sepeninggalku, yang tidak menggunakan petunjukku dan tidak mengikuti sunnahku. Siapa saja yang membenarkan kedustaan mereka dan membantu kezaliman mereka, mereka itu bukan golonganku dan aku bukan golongan mereka." (HR Ahmad)
Mengapa muncul para pemimpin zalim yang dibenci Allah SWT dan umat? Pertama, ketika agama telah dipisahkan dari kekuasaan dan tidak ada lagi rasa takut menyingkirkan hukum-hukum Allah dan menggantinya dengan aturan manusia yang penuh dengan hawa nafsu. Kedua, manakala umat meninggalkan kewajiban amar makruf nahi mungkar. Nabi saw. Bersabda,
"Hendaklah kalian melakukan amar makruf nahi mungkar. Kalau tidak, Allah akan menjadikan orang-orang yang paling jahat diantara kalian berkuasa atas kalian, kemudian orang-orang baik diantara kalian berdoa, tetapi doa mereka tidak dikabulkan." (HR Ahmad).
Wallah a'lam bi ash-shawab
Tags
Opini