Oleh: Ummu Aulia (Praktisi Pendidikan)
Saat ini ditengah-tengah masyarakat sedang berlangsung berbagai krisis multidimensi dalam segala aspek kehidupan. Kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan di segala bidang, dan berbagai penyakit sosial merebak ditengah masyarakat. Sistem ekonomi yang kapitalistik mengakibatkan kesenjangan ekonomi ditengah-tengah masyarakat. Alih-alih tercapai kesejahteraan masyarakat, justru yang terjadi adalah kemiskinan yang bertambah karena kekayaan alam dikuasai oleh segelintir orang-orang kaya. Kemaksiatan juga melanda, tingginya tingkat kriminalitas, korupsi, banyaknya narkoba yang beredar, lgbt dan seks bebas semakin menambah sesaknya dada. Sistem peradilan yang tidak adil, hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Demikian pula sistem pendidikan yang memprihatinkan. Sistem pendidikan yang materialistik terbukti telah gagal melahirkan manusia yang shaleh sekaligus menguasai iptek. Pendidikan yang materialistik memberikan kepada siswa suatu pemikiran yang serba terukur secara materi. Bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam oleh orang tua, baik berupa gelar, jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dengan materi.
Pemerintah berupaya mengatasi kondisi yang terjadi di tengah masyarakat yang demikian ini, dengan mengeluarkan berbagai kebijakannnya. Salah satunya adalah untuk menurunkan tingkat kemiskinan sehingga ekonomi meningkat, yaitu dengan mengeluarkan kebijakan Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK. Menurut pemerintah untuk mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional, diperlukan peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan ekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan KEK bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata dan perdagangan sehingga dapat meningkatkan lapangan pekerjaan. Sasaran pengembangan KEK ini anatara lain adalah meningkatkan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis1.
Saat ini pemerintah tengah merevisi aturan terkait Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Rencanannya, dalam aturan tersebut akan dibuat beberapa insentif untuk menarik tenaga pendidik asing mengajar di Indonesia. Menurut Sekretaris Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono revisi aturan tersebut akan memberikan insentif di bidang jasa, seperti pendidikan, ekonomi kreatif, dan kesehatan. Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Ellen Setiadi pun menambahkan revisi dilakukan guna menarik investor masuk. Sejalan dengan itu Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani mewacanakan akan mengundang guru dari luar negeri untuk menjadi tenaga pengajar di Indonesia. Menurut Puan, saat ini Indonesia sudah bekerja sama dengan beberapa negara untuk mengundang para pengajar, salah satunyadari Jerman2.
Beberapa waktu yang lalu Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir melepas 45 orang delegasi mahasiswa Indonesia yang akan melaksanakan kunjungan ke China mulai 15 hingga 21 Juni 2019. Kunjungan mahasiswa Indonesia tersebut merupakan respons terhadap undangan Pemerintah China yang disampaikan melalui Kedutaan Besar China di Jakarta kepada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dengan surat tertanggal 12 Februari 2019. Program kunjungan itu bertujuan untuk memperkenalkan keindahan alam, budaya, dan teknologi China kepada mahasiswa dan mahasiswi Indonesia. Selama kunjungan, para peserta diharapkan memperoleh wawasan dan pengetahuan serta belajar berbagai hal yang mendukung kemajuan diri sendiri dan bangsa3.
Selintas kebijakan tersebut akan dapat mendatangkan manfaat dibidang pendidikan. Namun sesungguhnya justru sebuah kebijakan yang membahayakan. Betapa tidak, dengan mendatangkan tenaga pengajar atau guru dari luar negeri maupun student exchange programme, maka yang akan terjadi adalah tidak hanya adanya transfer ilmu pengetahuan, namun budaya, pola sikap, pola pikir, pemikiran asing yang nota bene bertentangan dengan Islam juga akan mengakulturasi kepada anak-anak kita. Yang tentu saja dalam jangka panjang akan dapat mengubah Indonesia menjadi negara yang mayoritas penduduknya muslim namun berwajah seperti negara-negara barat yang kental sekularismenya.
Kebijakan-kebijakan tersebut menunjukkan tidak adanya kekuatan untuk melawan agenda barat dengan perdagangan bebasnya, yang meniadakan hambatan untuk masuknya barang dan jasa termasuk mendatangkan tenaga asing ke dalam negeri. Selain itu tidak adanya visi yang mantap dan jelas dalam membentuk generasi yang unggul. Sekularisasi pendidikan telah terjadi di semua lini dalam wujud dikotomi penyelenggaraan pendidikan umum dan agama, arah pembuatan kurikulum yang lebih menitikberatkan penyiapan kerja bukan pembangunan kepribadian dan semakin banyaknya muatan materi bertentangan dengan Islam yang masuk ke ruang-ruang kelas. Sistem pendidikan yang berdasarkan sekularisme ini akan membentuk manusia-manusia yang berpaham materialistik dan serba individualistik, terbukti telah gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yakni seorang abidus shalih yang muslih.
Menjadikan manusia dengan sosok yang unggul yaitu berkepribadian dan bertsaqofah islam, dengan kemampuan iptek yang mumpuni hanya dapat dibentuk dengan mengubah paradigma pendidikan yang sekular dengan paradigma pendidikan Islam. Dalam pendidikan Islam, aqidah Islam menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru serta budaya sekolah yang akan dikembangkan. Dalam pendidikan sekular tidak terbentuk kepribadian dan tsaqofah Islam, dan ilmu pengetahuan terlepas dari unsur agama. Bahkan agama hanya mendapatkan porsi yang kecil dan tidak seimbang yang menyebabkan kegagalan pembentukan karakter dan kepribadian peserta didik selama ini.
Paradigma pendidikan yang berasaskan Islam berlangsung secara berkesinambungan pada seluruh jenjang pendidikan yang ada. Dan output dari pendidikan itu adalah keseimbangan pada pembentukan kepribadian Islam, penguasaan tsaqofah Islam dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan ketrampilan) dan ketiganya merupakan satu kesatuan yang terintegrasi. Bahwa pendidikan yang berasaskan Islam dapat menghantarkan pada kecemerlangan generasi dan peradaban. Dunia telah berhutang pada peradaban Islam, banyak ilmuwan muslim yang menyumbangkan ilmu dan penemuannya yang sangat bermanfaat untuk peradaban manusia. Ilmuwan-ilmuwan muslim kondang seperti Ibnu Shina, Al Khawarijmi, Ibnu Kaldun, Al Farabi, Al Khindi dan sebagainya telah mewariskan ilmunya. Munculnya ilmuwan dengan berbagai penemuannya yang bermanfaat untuk manusia dengan orientasi tidak hanya dunia namun juga berorientasi akhirat hanya dapat terwujud dalam kondisi yang didukung peranannya oleh negara. Oleh karena itu sistem pendidikan yang dibutuhkan negeri ini adalah sistem pendidikan Islam yang mensyaratkan kemauan politik negara untuk memberlakukan Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a’lam.
26 Juni 2019
Catatan:
1. https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-4581048/pemerintah-siapkan-insentif-ajak-dosen-asing-masuk-ri?fbclid=IwAR3nbky8__zdoZ_LcD7bAOnBvk0CWACe4eFEwA4bPmpCKLyQY2rk-yBw3QA
2. https://tirto.id/wacana-puan-maharani-impor-guru-asing-dikritik-organisasi-guru-dACH
3. https://m.antaranews.com/berita/914151/menristekdikti-lepas-45-delegasimahasiswa-indonesia-ke-china