Oleh: Selviana Aidani (Aktivis Dakwah Kampus, Member Akademi Menulis Kreatif)
Kasus pelecehan seksual kembali terjadi di Banua Kalsel yang dikenal religius. Pelaku yang bernama AJ (61) yang juga merupakan pimpinan Pondok Pesantren di Limpasu Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), diduga melakukan pelecehan seksual dan pencabulan terhadap 7 bocah santri yang parahnya sebagian besar korban terhitung dibawah umur. (banjarmasin.tribunnews.com, 17/06/2019)
Tidak kalah bejat, tak berselang lama terjadi lagi kasus pemerkosaan yang dilakukan ayah kandung kepada anak kandung. Kasus pelecehan seksual tersebut terjadi di satu desa pada Kecamatan Tambangulang, pada Sabtu malam(29/6). Pelaku yang berinisial IS tersebut mengaku menyesal, namun semua telah terlambat nafsu bejatnya sudah membuatnya tega dan tanpa memikirkan masa depan putrinya. (banjarmasin.tribunnews.com, 01/07/2019)
Kasus pelecehan seksual ini benar-benar membuat Banua Kalsel tercoreng. Apalagi kasus yang melibatkan seorang pemimpin ponpes di HST. Ini benar-benar membuktikan dan membuka mata kita. Sungguh, kehidupan liberalisme yang digaungkan Barat itu nyata dan merenggut kekokohan aqidah seseorang. Maka tak heran hal yang sebenarnya tidak mungkin terjadi, jadi harus terjadi.
Pelecehan seksual dan berbagai tindak kriminal lainnya muncul dan terus terjadi tidak lain karena negeri ini yang tetap dalam bingkai Kapitalisme. Kerusakan masyarakat akan terus terjadi karena standar yang dipakai adalah asas manfaat. Yang mana kita melakukan sesuatu berstandarkan, “apa keuntungannya bagiku?” Tidak memperhatikan lagi halal haram sebagai acuan. Ditambah anak turunannya yakni, liberalisme, sekularisme, dan isme-isme lainnya yang masih menghantui pemikiran setiap orang.
Beda jika yang dipakai adalah aturan Islam, tolak ukurnya adalah halal dan haram. Dan penjagaannya dimulai dari individu dengan menumbuhkan ketakwaannya. Lalu masyarakatnya dengan kesamaan perasaan dan pemikirannya yang islami. Dan negaranya, yakni dengan peraturan Islamnya.
Maka untuk itu tentu kita harus mengambil Islam secara keseluruhan. Dengan negara sebagai tokoh sentral yakni mengadopsi diantaranya Sistem Pendidikan Islam dan Sistem Pergaulan Islam dalam mencerdaskan juga mengatur hubungan sosial umat. Maka akan terbentuk kesadaran muslim dan muslimah untuk menutup aurat, menundukkan pandangan, tidak berkhalwat, dan tidak berikhtilat. Pemerintah atau Daulah juga harus berperan diantaranya, memblokir tontonan porno yang beredar bebas di Internet dan memudahkan syarat-syarat menikah. Dan terakhir, yakni hukuman yang betul-betul membuat jera jika tetap terjadi juga perzinaan.
Hukum syara sudah menetapkan bahwa pelaku zina akan dirajam atau dicambuk, dengan disaksikan banyak orang dan di tempat umum atau terbuka.
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah (cambuklah) tiap-tiap seorang dari keduanya serratus kali ddera (cambuk).” (TQS An-Nur: 2)
Dan salah satu hukum ini betul-betul membuktikan bahwa urgenitas Khilafah sebagai pelaksananya. Diterapkannya hukum ini pun kepada seorang muslim/ah yang bersalah, akan mendatangkan kebaikan, karena hukumnya yang bersifat jawabir (penebus dosa di akhirat kelak) dan jawazir (pencegah kejadian keji tersebut terulang).
Wallahu ’alam biashshawab.