Oleh : Ummu Azizah Fisikawati
Seperti diketahui Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden periode 2019-2024.
Pemilu telah berlalu, kini saatnya berbagi kursi dalam negri. Kursi yang menjadikan mereka berkuasa. Membuat kebijakan, dan aturan untuk kepentingan rakyat. Namun setelah berkuasa mereka lupa akan janji-janji saat berkampanye hingga kepentingannya pun berubah. Kebijakan yang seharusnya membela rakyat dan mengurusi serta mengayomi rakyat kini berubah menjadi pemeras rakyat karena untuk bisa sampai singasana kekuasaan memerlukan modal yang sangat besar. Kursi kekuasaan membuat mereka lupa siapa yang menjadikan mereka berkuasa.
Tak lupa pula partai politik pendukung pun berkoar meminta jatah. Jatah kursi setelah lelah berkerja mencari suara rakyat. Setiap partai berusaha mendapatkan kursi Mentri. Setelah Partai Golkar, giliran Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang merapat ke Istana untuk mengucapkan selamat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin datang bersama Ketua-Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKB seluruh Indonesia.
“Mengucapkan selamat kepada beliau secara langsung karena teman-teman inilah yang selama ini bekerja total di masing-masing daerahnya untuk pemenangan pasangan Pak Jokowi dan Kiai Haji Ma’ruf Amin, sehingga teman-teman ini merasa pekerjaannya sudah tuntas dan mengucapkan selamat kepada Pak Presiden," tutur Cak Imin di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sudah mengusulkan sepuluh nama kadernya untuk duduk di posisi menteri Jokowi-Ma’ruf Amin di 2019-2024. Soal kementerian apa yang diinginkan, Cak Imin, sapaan Muhaimin Iskandar, tidak bisa memastikan.
Dalam kabinet saat ini, ada empat menteri dari PKB, yakni Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Eko Putro Sandjojo, serta Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M. Nasir.
Partai Nasdem tidak ingin kalah dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang meminta jatah sepuluh menteri di pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Anggota Dewan Pakar Partai Nasdem, Tengku Taufiqulhadi mengatakan, pihaknya akan meminta jatah kursi menteri lebih banyak. Hal itu dikarenakan jumlah kursi Nasdem di DPR lebih banyak ketimbang PKB.
“Karena suara Nasdem lebih besar daripada PKB di DPR. Jadi, berdasarkan kursi, maka sepantasnya Nasdem mengusulkan sebelas,” ujar Taufiqulhadi di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (3/7). http://JawaPos.com
Merupakan keniscayaan dakwah untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar sebagaimana sejarah dakwah yang dilakukan oleh para nabi ditemukan suatu kenyataan bahwa memasuki wilayah politik dan kekuasaan adalah sebuah jalan yang harus dilalui umat Islam, terutama melihat kerusakan sistem politik yang parah di dalam sistem Demokrasi.
Demokrasi menjadikan kekuasaan sebagai ajang bancakan yang berdampak buruk terhadap kepengurusan urusan umat. Kebijakan yang di buat hanya untuk meraih kepentingan partai, kelompok dan sponsor.
Dalam Pandangan Islam, kekuasaan bukan semata memperoleh jabatan dan dukungan rakyat, akan tetapi lebih dari itu bahwa Allah memberikan tata cara menggunakan amanah tersebut dalam formulasi perbaikan dan pembangunan, serta merealisasikan hukum Allah bagi seluruh umat manusia.
Karena Islam adalah agama yang Syamil (menyeluruh) menyentuh seluruh aspek kehidupan. Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Dalam Islam, memimpin atau menjadi pemimpin adalah pekerjaan dan amanah yang berat. Karena kesulitan itu, seorang Muslim tidak diperkenankan meminta jabatan atau amanah apapun pada orang lain. Namun ketika ia diserahi amanah, pantang baginya menolak perintah itu.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Wahai Abdurrahman bin Samurah! Jangan kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepadamu karena diminta, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepadamu bukan karena diminta, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Zaman dulu, para Sahabat dan orang-orang shaleh setelahnya selalu menghindar dan merasa keberatan menjadi seorang pemimpin. Mereka merasakan potensi yang dimilikinya sangatlah jauh dari kriteria seorang pemimpin. Menyadari bahwa kepemimpinanya akan di mintai pertanggungjawaban di hadapan sang pencipta.
Tak sedikit bahkan harus disiksa oleh penguasa zhalim karena menolak tawaran tersebut. Ada juga seperti Imam Abu Hanifah yang memilih dipenjara daripada menerima jabatan ketika itu.
Disebutkan sikap hati-hati itu dilakukan semata karena mereka mengetahui konsekuensi yang diterima jika menjadi pemimpin. Mereka paham, mengayomi rakyat kecil dan berbuat adil untuk semua pihak dan golongan adalah urusan yang sangatlah berat. Risikonya hanya dua, ia terjaga dan selamat hingga ke surga atau justru terpelanting jatuh ke neraka.
Pemandangan terbalik jika menengok fenomena sekarang. Setiap orang saling berlomba ingin menjadi pemimpin. Karena definisi pemimpin zaman ini adalah manusia yang dikelilingi kenikmatan dunia. Ia bisa hidup enak, dapat melakukan apa saja sekehendaknya dan tak peduli pada rakyatnya.
Berbagai cara ditempuh agar bisa menang dalam pencalonan. Mereka tak lagi segan mengucurkan dana miliaran rupiah untuk urusan kampanye. Di depan ribuan atau jutaan rakyat, mereka lantang menabur janji-janji murahan. Sedang ia sendiri lupa, bahwa dirinya tak punya modal akhlak dan ilmu yang bisa dipakai untuk mengayomi rakyat.
Inilah buah dari sistem kapitalis yang hanya di sandarkan pada materi. Saat amanah berada di pundak, yang terbayang bukanlah ketakutan akan hari hisab namun manfaat duniawi. Sehingga sistem saat ini menjadikan calon pemimpin yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan para elit pemilik modal.
Umat membutukan sistem yang akan menjadikan pemimpin yang berkuasa murni sebagai alat untuk mengurusi umat melalui penegakan sistem Islam secara kaffah. Sistem Islam yang akan melahirkan pemimpin yang amanah, takut dan taat akan perintah dan larangan Allah SWT. Adil dan mensejahterakan umat baik dikalangan muslim maupun non muslim.
Wallahu a'lam bisyowab.