Oleh : Eli Yulyani (Muslimah Pembelajar Islam Kaffah)
Kondisi politik Indonesia saat ini, menunjukan kemerosotan kualitas demokrasi yang sangat akut, hal ini terbukti saat penyelenggaraan pemilu serentak 2019 yang diahiri pemilihan capres-cawapres periode 2019-2024. Saling serang, saling tuduh, bahkan saling fitnah antar kubu tak henti hentinya dilontarkan, hingga menjadi pemantik kericuhan di tengah masyarakat, baik relawan masing-masing kubu, sampai masyarakat awam yang ikut-ikutan terkena pengaruh. Menjadikan suhu politik nasional baik sebelum ataupun sesudah pencoblosan terus memanas. Inilah wajah Demokrasi yang menghalalkan segala cara hanya untuk meraih kekuasaan demi kepentingan pribadi dan golongan.
Usai pemilu berlansung, dan KPU mengumumkan kemenangan Presiden terpilih periode 2019-2024, yang dimenangkan kubu (Jokowi-Makruf Amin), persaingan sengit belumlah usai, karena dimulainya kembali perebutan babak baru. Rebutan jatah kursi DPR dan Mentri sepertinya menjadikan hal yang wajib diperjuangkan masing-masing Parpol, terutama partai kualisi. Masing-masing anggota partai menepuk dada, seakan sudah menjadi pahlawan yang memperjuangkan dan membela jagoannya dalam kontestasi Pilpres, dan akhirnya meminta imbalan berupa jatah kursi di pemerintahan. Lagi-lagi semuanya sibuk dengan kepentingan pribadi dan golongannya.
Bukan hanya sekedar dalam pemerintahan, sistem Demokrasi juga telah merusak tatanan kehidupan ditengah masyarakat, dengan azas kebebasan berprilaku, berpendapat, berkepemilikan, melahirkan manusia-manusia yang cenderung tidak lagi mau diatur dengan syari'at dan norma-norma hukum. Contohnya saja LGBT, yang mulai mendapatkan ruang bebas, Narkoba, Prostitusi, Riba, Judi, satu persatu mulai dibuatkan dan mendapatkan payung hukum melalui UU Liberalnya. Kepemimpinan ideologi Demokrasi melahirkan kepemimpinan pragmatis, yang abai terhadap hukum agama dan moralitas. Agama dan moralitas sama sekali tidak dijadikan sebagai pertimbangan kebijakan dan perbuatan.
Di dalam sistem perekonomian, Kapitalis Demokrasi sudah menyulitkan dan menambah keterpurukan negeri ini, terjerat hutang pada rentenir dunia, akibatnya rakyatlah yang harus ikut menanggung beban hutang negara, dengan cara kenaikan pajak, tarif listrik, hingga bahan kebutuhan pokok yang terus meroket, melengkapi penderitaan rakyat. Kebijakan-kebijakan yang diambil penguasa tidaklah pro rakyat, mereka hanya sibuk mengurus proyek-proyek besar, menambah jumlah rekening mereka, memikirkan dan membuat UU yang akan mendukung dan melancarkan proyek-proyek asing, tanpa memikirkan kehidupan rakyat bawah yang hidupnya dibawah garis kemiskinan yang terus menjerit, terhimpit permasalahan hidup, yang seharusnya menjadi prioritas dan tanggung jawab mereka. Sungguh jauh panggang dari api, soal pemerataan kesejahteraan rakyat, sistem Demokrasi sangat mengecewakan, karena merupakan sistem politik yang sarat dengan praktik politik uang (money politik).
Kita bandingkan dengan sejarah nyata kepemimpinan Ideologi Islam dengan sistem insitusi Khilafah Islamiyah, yang sudah terbukti selama berabad-abad membangun peradaban yang maju dan mulia, dimana rakyatnya hidup dalam perlindungan, kesejahteraan, keamanan, kebahagiaan, yang bukan hanya dirasakan satu golongan atau umat muslim saja, tetapi seluruh rakyat lintas agama, ras yang hidup dalam naungan khilafah dalam tatanan kehidupan yang diatur dengan syari'at. Kepemimpinan ideologi Islam yang bersumber dari al-qur'an dan as-sunah, mampu mengangkat derajat manusia pada tingkat kemuliaan paling tinggi. Dengan sistem ideologi Islam, umat muslim sedunia akan disatukan dalam satu naungan Institusi Khilafah Islamiyah, yang menerapkan syari'at Islam kaffah. Dan kebangkitan Islam itu sebentar lagi akan kita rasakan, melenyapkan sistem batil, Komunisme dan Kapitalisme dari muka bumi ini, dengan jalan dak'wah rahmatan lilalamin keseluruh penjuru dunia. Wallahu a'lam bi ash shawab.
Tags
Opini