Oleh : Wida Eliana
Di akhir zaman ini kita menyaksikan banyak sekali ragam kezaliman serta eksisnya orang-orang zalim di tengah-tengah masarakat. Secara fitrah setiap manusia menyukai keadilan dan membenci kezaliman, artinya setiap manusia berpihak pada pelaku keadilan dan bersimpati pada orang yang terzalimi. Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempat yang seharusnya. Karena itu upaya mewujudkan keadilan diantara manusia terus menjadi"Misi" Islam dan kaum Muslim.
Islam mensyariatkan untuk mewujudkan keadilan secara umum ditengah- tengah masarakat, Islam pun mensyariatkan agar keadilan diwujudkan dalam dunia peradilan. Pengadilan suatu perkara tentu perkara itu hendaknya diputuskan menurut hukum syariah yang telah Allah Swt turunkan. Tidak ada yang lebih baik dari hukum-Nya: Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah bagi kaum yang yakin?(TQS al-maidah[5]:50).
Keadilan menjadi sangat penting jika menyangkut hajat umum, karena jika keadilan diabaikan, maka bukan saja akan menimbulkan kekacauan ditengah-tengah masarakat akan tetapi juga akan menimbulkan pergesekan dan pertikaian antara satu dengan yang lain. Contoh, keadilan dalam keluarga bagaimana memperlakukan istri secara baik, membina anak-anak merupakan bagian dari sikap adil seseorang terhadap anggota keluarganya. Menghindarkan diri dari berbagai keburukan dan malapetaka, seperti menjaga kesehatan dengan sebaik baiknya merupakan pula bagian dari sikap adil terhadap diri sendiri, sebaliknya menganiaya dan merusak masa depan baik terhadap diri sendiri atau orang lain adalah jelas bagian dari sikap tidak adil yang sesunguhnya.
Dalam memutuskan perkara, seorang qadhi atau hakim hanya disyariatkan untuk memutuskan menurut yang tampak(al-hukmu bi azh zhahir), yakni yang terungkap dari bukti-bukti dan kesaksian. Islam memerintahkan qadhi atau hakim tidak tergesa-gesa dalam memutuskan tetapi harus mendengar dari kedua belah pihak secara mencukupi. Tidak seperti sekarang ini banyak sekali perkara yang diputuskan qadhi atau hakim yang tergesa-gesa tanpa mendengar dari saksi yang terzalimi, tidak sedikit qadhi pun yang berat sebelah membela yang salah dan memutuskan yang tidak bersalah menjadi salah, banyak fakta yang terjadi disekitar kita, mereka yang mempunyai modal sangat mudah untuk membeli kejujuran. Semua itu terjadi akibat penerapan kapitalisme sekular. Kebahagiaan atau keuntungan didasarkan semata-mata pada materi serta agama terpisahkan dari kehidupan. Ibadah, ataupun pernikahan masih bersandar pada syariah sementara pengadilan bersandar pada pasal-pasal karangan manusia. Itulah alasan mendasar tidak akan tercapai sebuah keadilan dalam sistem kapitalisme.
Jika qadhi (hakim) memutuskan perkara dengan syariah Islam dan dia memiliki integritas atas dasar iman dan rasa takut atas azab neraka di akhirat, pasti dia akan memutuskan perkara secara adil. Karena itu siapapun yang merindukan terwujudnya keadilan, hendaknya saling bahu-membahu memperjuangkan penerapan syariah Islam secara kaffah, agar pengadilan yang diberlakukan hanya bersandar pada alQur'an dan as-Sunnah.
Wallahu a'lam bi ash shawab.