Oleh: Suherti (Ibu Rumah Tangga /Member Akademi Menulis Kreatif )
Hidup di tengah-tengah masyarakat yang berakidah islam tetapi pemikiran dan perasaan mereka bukanlah islam yang mereka emban adalah ideologi kapitalis sehingga seringkali menganggap orang-orang yang memegang ideologi islam di anggap orang aneh bahkan asing,tapi hal ini sudah di ingatkan oleh Nabi muhammad shallallahu'alaihi wa sallam bahwa:
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Ath Thibiy berkata bahwa maknanya adalah sebagaimana seseorang tidak mampu menggenggam bara api karena tangannya bisa terbakar sama halnya dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Islam saat ini, ia sampai tak kuat ketika ingin berpegang teguh dengan agamanya. Hal itu lantaran banyaknya maksiat di sekelilingnya, pelaku maksiat pun begitu banyak, kefasikan pun semakin tersebar luas, juga iman pun semakin lemah.
Sedangkan Al Qari mengatakan bahwa sebagaimana seseorang tidaklah mungkin menggenggam bara api melainkan dengan memiliki kesabaran yang ekstra dan kesulitan yang luar biasa. Begitu pula dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di zaman ini butuh kesabaran yang ekstra.
Itulah gambaran orang yang konsekuen dengan ajaran Islam saat ini, yang ingin terus menjalankan ibadah sesuai sunnah Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, begitu sulitnya dan begitu beratnya. Kadang cacian yang mereka dapatkan bahkan ada yg di kucilkan,di penjara karena di anggap menyebarkan ajaran sesat,di anggap radikal sehingga banyak yang di kriminalisasi.
Allah mengingatkan dengan firmanya :
أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا۟ ٱلْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلِكُم ۖ مَّسَّتْهُمُ ٱلْبَأْسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلْزِلُوا۟ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصْرُ ٱللَّهِ ۗ أَلَآ إِنَّ نَصْرَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ ﴿٢١٤﴾
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat."
(Q.S.2:214)
Begitupun Imam Abdullah bin Mubarak (w. 181 H) meriwayatkan bahwa sahabat Hudzaifah bin al Yaman r.a berkata:
Innaa haqqa tsaqiilun , wahuwa ma'a tsiqaalihi marii un , wa innaal baathila khafiifun , wahuwa ma'a khifattihi wa bii un ,watarkaal khathii ati aisalu , au qaala khairu min thalabiit taubati , warubba syahwati saa'atin aurasat huznan thawiilan
“Sesungguhnya kebenaran itu berat, (namun) bersama dengan beratnya itu ada kelezatan, sedangkan kebatilan itu ringan, (namun) bersama ringannya itu ada penyakit. Meninggalkan kesalahan lebih mudah – atau dia katakan lebih baik – dari pada meminta taubat, betapa banyak syahwat sesaat yang menyebabkan kesedihan yang berkepanjangan” [Az Zuhdu war Raqâ-iq, hal 291. Maktabah Syâmilah].[1]
Membawa kebenaran itu memang berat, karena tabiat manusia itu inginnya hidup tenang dan senang dan ingin hidup sesuai hawa nafsunya,sehingga akan ada pertarungan sengit dalam diri seseorang yang ingin hidup sesuai dengan syaria't karena syetan akan terus menggoda dan menggangu sampai manusia mau mengikuti bujukannya.
Banyak sekali riwayat tentang beratnya memikul beban membawa kebenaran islam diantaranya adalah kisah tentangNabi Ibrahim a.s yang di lemparkan ke dlm api, Nabi Yusuf a.s dipenjara bertahun-tahun, Nabi Zakariyya di gergaji, putra beliau yaitu Nabi Yahya as di pengggal kepalanya, Nabi Isa as hidup dalam kefaqiran yang sangat, dan karena kebenaran pula Nabi Muhammad saw mendapatkan gangguan, fitnahan dan siksaan.
Akan tetapi beratnya kebenaran itu juga akan terasa ringan jika dibarengi dengan tekad yang kuat, dan pandangan serta pikiran yang besar. Al Mutanabbi’ dalam sya’irnya mengatakan:
'ALAA QADRI AHLIIL 'AZAMI TU ATIYIL 'AZAA IMU , WA TU ATIYU 'ALAA QADRIIL KIRAAMIIL MUKAARAMU
“Kemauan itu datang sesuai dengan kadar keteguhan seseorang * Kemulian itu datang sesuai dengan kadar kebaikan seseorang.”
WATA'DZUMU FII 'AINIISH SHAGHIIRI SHAGHIIRUHAA , WATASH GHURU FII 'AINIIL 'AZHIIMIIL 'AZHAA IMU
“Perkara kecil dianggap besar di mata orang (yang pikirannya) kerdil * Perkara besar akan dianggap kecil di mata orang (yang berpikir) besar.” [2]
Oleh karena itu, walaupun dipenjara, dengan kebesaran jiwanya, Imam Ahmad bin hambal pantang untuk menutupi kebenaran, bahkan ketika sahabatnya memintanya untuk berpura-pura beliau menjawab:
"Jika orang yg mengetahui menjawab dg taqiyyah (berpura-pura), dan orang bodoh menjawab dg kebodohannya, maka kapan yang Haq akan jelas tersampaikan? "
( Imam ahmad dalam Al adabu asy Syar'iyyah )
Manusia Allah ciptakan lebih mulia dari mahluk Allah yang lainya karena kita di kasih kelebihan akal dan pikiran sehingga kita wajib mensyukurinya salahsatunya dengan cara menggunakanya untuk memilih yang hak dan membuang yang bathil jangan sampai karena ingin mendapatkan dunia kita meninggalkan kebenaran apalagi sampai menentang kebenaran hanya karena ingin menguasai dunia yang belum tentu kita dapatkan seperti yang kita idam-idamkan sementara ancaman Allah yaitu siksa aherat sudah pasti kita rasakan.
Jangan sampai kita terlena dengan dunia yang fana karena dunia hanya tempat singgahan sementara sedangkan negeri aherat kita akan kekal di dalamnya.Sudah saatnya kita berbenah perbaiki diri untuk bekal kehidupan aherat kita untuk mendapatkan surganya Allah yang Allah janjikan sebagai balasan untuk orang-orang yang berpegang teguh kepada agamanya.
Wallaahu a'lam bishawab.
Tags
Opini