Oeh: Ariani Percawati
Member Akademi Menulis Kreatif
Diantara bukti indahnya ajaran Islam adalah diperintahkanya berbuat adil. Sudah menjadi fitrah bahwa manusia menyukai keadilan dan membenci kezaliman. Tetapi adil adalah kata yang mudah diucapkan tetapi tidak mudah untuk dilakukan. Mewujudkan keadilan adalah suatu misi yang akan terus dilakukan oleh umat manusia hingga akhir zaman.
Adil bukanlah semata-mata memberikan perlakuan yang sama kepada setiap orang, tetapi adil adalah ketika menjalankan hukum Allah kepada setiap orang, manempatkan sesuatu pada tempat yang seharusnya. Seseorang tidak bisa disebut berlaku adil jika dia sering berbuat zalim terhadap diri sendiri dan orang lain, bermaksiat, berdusta, mengambil hak orang lain, menebar fitnah dan lain sebagainnya. Seorang hakim (qodhi) tidak bisa disebut adil jika dia memutuskan perkara dengan menggunakan hukum yang bertentangan dengan hukum Allah. Misalnya memutuskan pembagian harta waris secara merata pada seluruh ahli waris, karena hukum Allah telah menentukan bagian masing-masing tidak disama ratakan antara ahli waris. Seorang penguasa juga tidak bisa disebut berlaku adil walaupun dia memutuskan dengan hukum Allah di satu sisi, namun di sisi yang lain melanggar proses hukum yang telah ditentukan oleh syariat. Seperti menyelesaikan persengketaan diantara manusia tanpa proses pengadilan, hanya memutuskan sepihak tanpa pembuktian dan kesaksian.
Allah SWT berfirman:
“sesungguh Allah telah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, juga (menyuruh kalian) jika menetapkan hukum diantara manusia supaya kalian berlaku adil”. (QS. An-Nisa:58)
Imam Ath-Thabari di dalam tafsir Ath-Thabari menjelaskan tentang ayat tersebut “...Allah telah memerintahkan kalian (wahai para Ulil Amri), jika memutuskan perkara di antara rakyat, agar kalian memutuskan dengan adil.
Rosululloh SAW bersabda:
“Qodhi (hakim) itu ada tiga, dua di neraka dan satu di surga. Seseorang yang mengetahui kebenaran dan memutuskan dengan kebenaran maka dia di surga. Seseorang yang mengetahui kebenaran tetapi tidak memutuskan dengan kebenaran itu dan bertindak jahat dalam hukum (putusan), dia di neraka. Seseorang yang tidak mengetahui kebenaran lalu dia memutuskan untuk masyarakat tanpa ilmu, dia pun di neraka". (HR.Al-Baihaqi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan at-Thirmidzi).
Ayat-ayat Al-quran dan Sunnah Rosulullah di atas menggambarkan dengn jelas betapa berat tugas seorang hakim(qodhi), karena ia bukan hanya bertanggung jawab di dunia tetapi terlebih lagi bertanggung jawab di akhirat di hadapan Allah SWT. Dengan mengingat hal itu hendaknya seorang hakim(qodhi) akan memutuskan perkara secara adil, termasuk perkara yang melibatkan penguasa. Ia tidak akan silau dan tunduk oleh tekanan penguasa, ia akan lebih tunduk pada kebenaran dan lebih takut kepada ancaman Allah di akhirat kelak jika dia tidak memutuskan perkara dengan adil.
Islam memberikan serangkaian panduan dan petunjuk serta sistem untuk mewujudkan keadilan itu di tengah-tengah manusia, yaitu Syariah Islam. Hanya dengan Syariah Islam lah keadialan dalam perkara apapun akan terwujud, sebab hukum yang dipakai untuk memutuskan perkara adalah hukum yang bersumber dari zat yang maha adil yaitu Allah SWT. Dengan berhukum dengan hukum Allah maka seluruh manusia akan mendapatkan keadilan yang sesungguhnya.
Wallahu a’lam bisshawwab