Maraknya Tindakan Perdagangan Perempuan




Oleh : Ilma Kurnia P, S.P (Pemerhati Generasi)

Maraknya kasus tindakan perdagangan perempuan yang sempat menghebohkan media berita, dikutip dari detiknews.com yang menyatakan bahwa Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyebut sebanyak 29 WNI menjadi pengantin pesanan di China. Data tersebut diperoleh berdasarkan pengaduan korban sepanjang 2016-2019. Diduga pengantin pesanan ini merupakan modus dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Sebab, ada proses yang mengarah ke perdagangan yang terencana. Korban dijanjikan akan menikah dengan orang kaya asal China dan di iming-iming dijamin seluruh kebutuhan hidup korban dan keluarganya. Namun, sampai di China, korban malah diperkerjakan dengan durasi waktu yang lama.  Penipuan yang terjadi ini ada keterlibatan para perekut di lapangan untuk mencari dan memperkenalkan perempuan kepada laki-laki asal Tiongkok untuk dinikahi dan kemudian dibawa ke Tiongkok. Dari temuan pihak yang terkait, biaya yang digunakan untuk memesan pengantin perempuan harus menyiapkan sejumlah uang sebesar 400 juta rupiah. Dari uang tersebut akan diberikan 20 juta kepada keluarga. Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang berkedok pernikahan pesanan tak hanya saja melanggar terkait perlindungan perempuan, yaitu tentang Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi pemerintah melalui UU No 7 Tahun 1984. Selain itu  kasus ini melanggar Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak karena ada beberapa anak yang belum cukup umur untuk bekerja.
Sungguh menyedikah ketika kita hidup pada masa dimana pemilik modal berkuasa sekuka hatinya tanpa memperdulikan hak orang lain. Ruang lingkup perempuan dalam pusaran para pemilik modal dengan system kapitalisme tidak akan pernah terlepas dari segala bentuk eksploitasi baik secara seksual, psikologis maupun ekonomi. Terlebih ditunjang dengan gaya hedonisme semakin menempatkan perempuan sebagai objek komoditas, mesin penghasil uang. Dalam pemikiran orang kapitalis perempuan bagaikan objek yang begitu mudah dijadikan sebagai penghasil materi. Sehingga kejadian ini tidak lepas dari bentuk penindasan perempuan apalagi berkaitan dengan kapasitas dirinya sebagai tenaga kerja yang dieksploitasi oleh sang kapital. 

Hal ini seperti di ungkapkan oleh  Friedrich Engels seorang ilmuwan serta ahli filsafat  yang menyatakan bahwa penindasan perempuan terjadi sejalan dengan munculnya konsep tentang hak milik pribadi dan keluarga dalam sejarah perkembangan corak produksi masyarakat. Ketika sebagian orang dalam masyarakat memiliki kemampuan produksi yang dapat mengakumulasi kapital maka muncul konsekuensi baru, yaitu kebutuhan untuk pewarisan kapital kepada anak “Milik Bapak”. Hal ini kemudian mengikatkan perempuan pada tali perkawinan monogami/poligami sebagai isteri dan ibu dalam rumah tangga yang dipimpin oleh suami “Bapak”. Perempuan atau isteri lantas menjadi hak milik pribadi suami guna melangsungkan proses reproduksi sosial, maka dari itu perempuan tersebut kehilangan kondisi kemanusiaannya yang merdeka. Jadi, jelaslah bahwa penindasan perempuan bukanlah sesuatu yang alamiah, melainkan terjadi di dalam kondisi sosial ketika diri perempuan berubah menjadi hak milik pribadi (private property) ayah atau suaminya. Oleh karena itu, melihat fakta segala bentuk eksploitasi, diskriminasi terhadap perempuan adalah bagian dari cara-cara komunis yang tak terlepas dari tangan para kapitalis sebagai pemilik modal jika dilihat dari sejarahnya.

Dari hal tersebut, kita sangatlah butuh solusi untuk mengurai masalah ini. Sebagai seorang muslim, maka Islam di yakini hadir sebagai solusi yang memandang perempuan  hamba yang mulia di mata sang pencipta. Karena islam sangat begitu menjaga izzah (kemuliaan) dan iffah (Kehormatan)  seorang muslimah dimata masyarakat. Tak hanya itu islam memberi solusi untuk mengikat hubungan antara perempuan dan laki-laki dalam ikatan pernikahan syar’i tentunya yang sesuai dengan syari’at islam, sebab pernikahan pesanan justru melanggar aturan islam karena didalamnya tidak memenuhi syarat-syarat pernikahan yang syar’i dan terkesan pemaksaan tidak terdapat keridhoan antar sesama pasangan. Maka, betapa pentingnya menerapkan islam secara menyeluruh untuk melindungi kehormatan serta kemuliaan perempuan dari segala bentuk eksploitasi maupun penindasan. Disini pentingnya peran negara sebagai pemegang kekuasaa agar segala aturan islam tak hanya sebagian saja yang diterapkan namun seluruhnya. Wallahu A’lam bishshowab..

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak