Liberalisasi Film Penghancur Generasi




Oleh: Sumiati  (Praktisi Pendidikan dan Member AMK )

Film Indonesia kian hari seolah kehilangan peminatnya. Tergerus oleh arus kapitalis yang menggiring masyarakat Indonesia lebih menyukai film luar ketimbang produk sendiri.

Berbagai cara dan narasi di tempuh agar menarik peminat dari masyarakat Indonesia. Walaupun tetap saja masyarakat Indonesia lebih menyukai film luar, bahkan film Indonesia pun akhirnya meniru film luar, karena melihat dari sisi pasar lebih di minati.

Baru-baru ini Indonesia di kagetkan dengan film remaja yang di nilai berbahaya bagi remaja kita.
Film berjudul Dua Garis Biru yang baru tayang di bioskop hari ini dinilai sangat menggambarkan nilai-nilai yang ingin ditanamkan dalam program remaja di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN M Yani di Jakarta, Kamis, mengatakan film Dua Garis Biru dapat membantu BKKBN dalam menjangkau remaja Indonesia lebih luas dengan program Generasi Berencana (GenRe).

"Dalam program kita sulit menggambarkan realita ini, tapi film ini dengan mudah memberikan gambaran yang benar-benar terjadi di tengah masyarakat," kata Yani.

Film Dua Garis Biru karya sutradara Ginatri S Noer mengisahkan sepasang remaja yang melampaui batas dalam berpacaran sehingga berujung pada pernikahan usia dini.

Film tersebut memberi pesan bahwa remaja harus memiliki rencana kehidupannya sejak awal hingga kelak membangun rumah tangga. Garis Dua Biru menggambarkan pernikahan di usia muda bisa merusak masa depan dan memupuskan berbagai cita-cita.

Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Dwi Listyawardani mengatakan bahwa film tersebut bisa menjadi edukasi kesehatan reproduksi kepada remaja yang menontonnya.

Film itu menggambarkan realita bahwa anak remaja sedikit mengetahui dan belajar tentang kesehatan reproduksi namun tidak mengetahui risiko-risiko yang bisa terjadi akibat perkawinan usia muda.

"Salah satu penyebab kematian ibu kehamilan usia terlalu muda," kata Dwi.

Menurut dia, menyampaikan sosialisasi mengenai kesehatan reproduksi, perencanaan kehidupan, dan nilai-nilai lain kepada remaja memang lebih tepat dengan menggunakan media film.

"Penyajiannya memang harus seperti ini, dalam bentuk ceramah orang nggak akan dengar, tapi dengan film seperti ini bisa tersampaikan," kata dia.

Dwi pun mengatakan BKKBN akan membawa film Dua Garis Biru sebagai sosialisasi program agar bisa ditonton oleh remaja di seluruh provinsi.

Ketika film Dua Garis Biru di gadangkan untuk sosialisasi BKKBN, tentu tidak tepat, jika isi filmnya saja tentang remaja yang mengagungkan kebebasan. Pastinya muatan utamanya adalah bisnis, mencari untung yang besar. Selama ada yang berminat dan menjanjikan keuntungan, film akan dibuat dengan judul dan trailer yang menjual. 

Saat ini rezim tidak berdaya mengendalikan arus liberalisasi yang menghancurkan generasi ini. Bukan selamat yang didapat remaja, melainkan laknat dari Allaah SWT karena keingkaran mereka kepada aturan Allaah SWT. Jika hari ini mereka tertawa mengumbar gharizah nau (naluri menyukai lawan jenis), sesuka hati mereka, suatu hari banyak remaja merana karena dosa yang telah dibuatnya. 

Ketika pergaulan bebas di biarkan, maka negeri ini semakin hancur, jauh dari kasih sayang Allaah SWT, generasi muda tak lagi membanggakan. Mereka memilih hidup seperti hewan, tanpa sebuah aturan.

Bagaimana Islam menyikapi film, dan adakah manfaatnya bagi kemaslahatan umat?

Islam adalah agama sempurna, apapun jika diatur oleh Islam, maka barokah seluruh alam,  film dalam Islam tentunya akan mengisahkan segala sesuatu yang bisa membangkitkan iman dan taqwa umat. Mengedukasi masyarakat dengan memanfaatkan segala keahlian untuk kemaslahatan umat, sehingga amalnya dapat menuntun mereka ke surga. Tidak akan ada film yang merusak umat, yang ada adalah film yang mendidik, membangkitkan ghirah perjuangan Rasulullah saw, dalam menegakkan kalimat tauhid.

Wallaahu a'lam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak