Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Member Komunitas menulis Revowriter dan WCWH)
Benarlah jika manusia disebut sebagai mahluk sosial. Ibarat air danau, karena percikan batu sebutir, bergelombang hingga ketepian. Vibrasinya memantul dan menyebar. Meskipun ketika sampai ke tepi tak sekeras diawal.
Aplikasi FaceApp buatan Rusia (Wireless Lab) ini sedang digandrungi masyarakat dunia. Aplikasi ini memberikan lisensi perusahaan untuk menggunakan foto dan informasi lain yang diunggah oleh pengguna untuk tujuan komersial, termasuk nama, rupa dan suara mereka. Bahkan aturan tersebut juga menyebut FaceApp dapat terus menyimpan data pengguna setelah dihapus dari aplikasi (merdeka.com, 22/7/2019)
Muncullah #AgeChallenge, tantangan wajah tua dengan aplikasi FaceApp. Meskipun kemudian memancing hiruk pikuk lainnya yang dipicu Amerika. Terkait kebijakan privasi FaceApp tentang informasi yang dikumpulkan dan dapat disimpan sekaligus ditransfer ke negara tempat FaceApp dan afiliasinya beroperasi.
Aplikasi FaceApp sendiri sudah diunduh lebih dari 100 juta kali di Play Store dan menempati posisi teratas di 121 negara melalui iOS App Store. Dapat dibayangkan sudah berapa banyak foto yang telah diedit dan dikoleksi oleh aplikasi tersebut.
Alasan inilah yang menyebabkan aplikasi FaceApp berpotensi menjadi ancaman bagi keamanan data pribadi terkhusus privasi warga Amerika Serikat. Bukan kali ini saja otoritas Amerika Serikat kerap melontarkan pernyataan miring soal teknologi.
Babak baru persaingan Amerika Serikat dan Rusia dapat dimulai melalui eksistensi FaceApp saat ini. Berbagai opini negatif muncul dari pihak AS dimana FaceApp diklaim sebagai "topeng baru" asal Rusia.
Menjelang Pemilu AS 2020 mendatang, Komite Nasional Demokrat memperingatkan para kandidat presiden beserta staff dari Partai Demokrat untuk tidak mengakses aplikasi FaceApp ( www.kompasiana, 18/7/2019).
Hingga kini belum ada bukti yang menyatakan bahwa data pengguna FaceApp dikelola oleh otoritas Rusia. Bisa jadi inilah bukti Amerika sedang memancing di air keruh. Point pentingnya adalah sebagaimana Amerika yang menyadari ancaman era digitalisasi ini tak sepele, kitapun kaum muslim harus mulai punya agenda tersendiri.
Memanfaatkan kecanggihan teknologi adalah keharusan. Sebagai umat yang dijanjikan Allah kemenangan dan bahwa kita adalah umat terbaik tentu tak sekedar slogan. Namun Allah menghendaki kita mengikuti syariatNya agar benar-benar terwujud. Negara harus memiliki teknologi tercanggih dalam aspek apapun, agar mampu menjadi negara ula (utama).
Namun, jika kemajuan teknologi hanya disikapi sebagai fenomena sosial budaya saja justru kita yang akan terjebak di dalam perangkap kebatilan kaum kufar. Bukankah hal demikian telah dinashkan dalam Alquran yang mulia, bahwa kita akan terus dijebak hingga masuk lubang biawak? ketakwaan adalah perisai terkuat bagi kaum muslim, karena ia akan mendudukan teknologi sebagai wasilah dalam memudahkan ia beribadah kepada Allah.
Hal-hal yang akan mengganggu akal maupun kehormatan seseorang akan dijamin enyah dalam kehidupan sosial yang berasas akidah Islam. Kholifahlah yang menjamin itu terterapkan. Karena berpanjang angan pun adalah bagian dari bujuk rayu setan. Agar manusia lalai dan jauh dari mengingat Allah.
Viral ingin tahu bagaimana kelak jika dia menua, tapi tak disambung dengan pemahaman, iya jika Allah ijinkan hingga tua, karena ajal tak ada yang tahu sampai kapan adalah kesia-siaan. Lebih bijak jika mengaitkan setiap amal dengan misi visi terbesar seorang muslim, yaitu mulia dunia akhirat. Kebebasan tanpa aturan yang hari ini membelit kaum muslim harus dienyahkan, agar tak lagi-lagi menjadi kelinci percobaan kaum kufar.
Challenge dalam aplikasi adalah satu dari sekian ratus pintu yang disediakan kafir untuk membuat manusia, khususnya kaum muslim berbelok dari apa yang seharusnya dia utamakan. Yakni diri dan keluarganya terhindar dari api neraka dan melanjutkan kehidupan Islam sebagaimana yang dituntun oleh Rasulullah SAW. Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (QS. Al-A’raf: 179)
Naudzubillah, lalai merupakan penyakit berbahaya bila seseorang telah terjangkit dan penyakit tersebut bercongkol pada dirinya. Maka ia tidak akan menyibukkan diri dengan ketaatan kepada Allah, berdzikir mengingat-Nya, dan beribadah kepada-Nya, akan tetapi menyibukkan diri dengan berbagai perkara yang sia-sia dan jauh dari dzikir mengingat Allah. Saatnya untuk mawas diri.
Wallahu a' lam biashowab