Oleh : Lilik Yani
Nabi Ibrahim belum dikarunia anak hingga di masa tuanya, kemudian beliau berdoa kepada Allah dengan penuh harap.
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang sholeh.” (TQS Ash-Shaffat : 100)
*******
Allah yang Maha Kuasa, berkenan menerima permohonannya, hingga Allah memberikan kabar gembira akan lahirnya seorang anak yang sabar dari rahim Ibu Siti Hajar. Nabi Ibrahim ketika itu berusia sekitar 86 tahun. Sungguh suatu penantian yang lama untuk bisa menimang seorang putra yang beliau beri nama Ismail.
//Ibu Hajar dan Ismail Kecil di Lembah Tandus//
Atas perintah Allah Nabi Ibrahim membawa istri dan anaknya yang masih bayi dan menyusu itu ke Makkah. Ketika itu Makkah masih tanah gersang yang tidak berpenghuni dan tidak ada sumber mata air. Nabi Ibrahim meninggalkan istri dan anak yang yang dicintainya di sana, dengan sedikit bekal kurma dan bejana kulit berisi air.
Kemudian Nabi Ibrahim beranjak pergi meninggalkan keluarga yang dikasihinya, tanpa menoleh sedikitpun. Siti Hajar memanggilnya serasa berkata, “Wahai Ibrahim, kemana engkau hendak pergi? Apakah engkau tega meninggalkan kami di lembah tandus tidak ada seorang manusia pun dan tidak ada makanan apapun?”
Nabi Ibrahim berhenti sejenak, tanpa menjawab dengan sepatah kata pun. Hingga Siti Hajar mengulangi pertanyaannya lagi. Namun Nabi Ibrahim tidak menoleh sama sekali. Kemudian Siti Hajar bertanya kembali kepada Nabi Ibrahim dengan kalimat berbeda, “Wahai Ibrahim, Apakah Allah yang menyuruhmu melakukan itu?”
Lantas Nabi Ibrahim mengangguk dan menjawab, “Iya”
Ibu Hajar berkata, “Baiklah kalau Allah yang menyuruh, maka Allah pasti tidak menyia-nyiakan kami.” Kemudian ibu Hajar kembali ke tempatnya tadi dan melepas kepergian suaminya dengan penuh keikhlasan.
Nabi Ibrahim melanjutkan perjalanan, hingga setelah cukup jauh sampai di Tsamiyah, beliau menghadapkan wajahnya ke Baitullah dan berdoa :
“Yaa Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang diberkati. Yaa Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah rezki kepada mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (TQS Ibrahim : 37)
//Ibu Hajar Sibuk Mencari Sumber Air//
Ibu Hajar menyusui Ismail dan minum dari air yang dibekali suaminya tadi. Ketika air yang ada dalam bejana sudah habis, maka ibu Hajar dan Ismail merasa haus. Lalu ibu Hajar melihat putranya merengek kehausan. Beliau pergi, tidak tega melihat anaknya. Ibu Hajar berdiri di atas bukit dan menghadap lembah, sembari melihat-lihat, adakah orang di sana. Ternyata beliau tidak mendapatkan seorang pun di tempat tersebut.
Setelah itu, beliau turun kembali dari Shafa dengan susah payah hingga sampai di lembah. Kemudian beliau mendatangi bukit satunya lagi yaitu bukit Marwah, lalu beliau berdiri di sana sambil melihat-lihat adakah orang di sana. Namun beliau tidak menemukan seorang juga pun di sana. Beliau melakukan itu, dengan berlari-lari antara bukit Shafa dan bukit Marwah, untuk mencarikan air buat buah hatinya yang kehausan. Beliau melakukannya hingga sebanyak tujuh kali, tetapi tidak menemukan seorang pun manusia dan tidak ada sumber mata air sedikitpun.
Ketika ibu Hajar mendekati Marwah, beliau mendengar ada suara, ternyata Allah mendatangkan pertolongannya. Di tempat dekat Ismail berada, muncullah sumber mata air. Kemudian Ibunda Ismail segera membendung air itu dengan tangannya dan menciduknya. Air semakin bertambah deras. Ibunda Ismail minum dari air itu dan menyusui Ismail dengan hati penuh syukur.
Adanya sumber mata air, menjadikan banyak kafilah yang datang untuk istirahat dan meminum air untuk menghilangkan dahaga. Makin lama, daerah yang semula tandus itu, menjadi subur., sehingga makin banyak yang mau tinggal di situ. Ismail tumbuh sehat dan pintar di daerah itu. Hingga suatu saat ayah tercintanya, rindu ingin melihat istri dan buah hati tercinta yang dulu ditinggalkan di tanah gersang tanpa penghuni.
Kala itu Nabi Ibrahim, diberi mimpi oleh Allah. Bagi seorang Nabi, mimpi itu bagaikan petunjuk atau perintah dari Allah. Tetapi mimpi kali ini beda, Nabi Ibrahim disuruh oleh Allah untuk menyembelih putra tercintanya, Ismail. Seorang anak yang kehadirannya sangat ditunggu-tunggu. Setelah lahir, belum sempat menimang lama tetapi Allah menyuruhnya untuk ditinggalkan bersama ibundanya di lembah gersang tanpa ada sedikitpun sumber mata air. Setelah anaknya cukup besar, beliau merindukan untuk bisa tinggal bersama-sama istri dan anaknya, ternyata Allah menurunkan perintah melalui mimpi tersebut.
//Perintah Allah untuk Menyembelih Ismail //
Ujian yang sangat berat bagi seorang ayah, bagaimana mungkin untuk melakukan perintah itu. Menyembelih anak tercintanya. Nabi Ibrahim risau hatinya. Perintah belum dilakukan. Kemudian mimpi yang sama terulang kembali. Nabi Ibrahim ragu, apakah mimpi ini benar dari Allah, atau dari gangguan setan. Kemudian Allah memberikan mimpi yang sama seperti sebelumnya. Mimpi yang tampak nyata kebenarannya, kalau ini perintah dari Allah. Maka Nabi Ibrahim membenarkan mimpi itu datang dari Allah.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim. Maka Ibrahim berkata : “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.”Maka fikirkanlah apa pendapatmu?” (TQS Ash Shaffat : 102)
Nabi Ibrahim datang menemui anaknya untuk memyampaikan perintah Allah agar menyembelihnya. Bagaimana perasaan seorang ayah menghadapi situasi seperti itu. Berhadapan dengan buah hati yang dirindukan kehadirannya, yang baru saja bertemu kembali setelah berpisah bertahun-tahun. Antara rasa cinta kepada seorang anak dengan ketaatan kepada Sang Khaliq yang tak pernah sekalipun beliau membantahnya.
Nabi Ibrahim as menempatkan cintanya kepada Allah, melebihi apapun juga, termasuk harus mengorbankan buah hati tercinta. Lantas, apa jawaban anak sholeh itu, ketika dihadapkan dengan pertanyaan ayahnya. Apakah Ismail merasa berat hati, hingga menolak permintaan ayahnya, atau Ismail menerima dengan penuh ketaatan?
//Kesabaran Ismail Menjalani Ujian//
Maka Ismail pun menjawab : “Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. In syaa Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (TQS Ash Shaffat : 102).
Subhanallah, jawaban anak soleh yang hatinya dipenuhi keimanan kepada Rabb-Nya. Tidak ada keluhan sedikit pun di hatinya. Yang ada hanyalah, menjalankan semua perintah dengan penuh ketundukan dan kesabaran. Nabi Ismail meminta ayahnya untuk mengerjakan apa yang Allah perintahkan. Dan beliau berjanji kepada ayahnya akan menjadi seorang yang sabar dalam menjalani perintah itu. Sungguh mulia sifat Nabi Ismail.
Allah memujinya di dalam Al Qur’an : “Dan ceritakanlah (wahai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi.” (TQS Maryam : 54)
Setelah Nabi Ismail memberikan jawaban kepada ayahnya, maka Nabi Ibrahim menjalankan perintah Allah dengan hati ikhlas tanpa ada beban yang memberatkan. Nabi Ibrahim kemudian membaringkan anaknya di atas pelipisnya (pada bagian wajahnya) dan bersiap melakukan penyembelihan dan Ismail pun siap menaati perintah ayahnya.
Seperti dalam firman Allah :
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), nyatalah kesabaran keduanya.” (TQS Ash Shaffat : 103)
“Wahai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (TQS Ash Shaffat : 104-107).
Saudaraku, Allah menguji Nabi Ibrahim dengan perintah untuk menyembelih anaknya tercinta. Dan Nabi Ibrahim menjalankan perintah itu dengan hati yang teguh, penuh ketaatan. Demikian pula Nabi Ismail sebagai anak yang akan disembelih, beliau menunjukkan kesholehan yang luar biasa. Beliau menjalankan perintah Allah dengan hati lapang penuh kesabaran. Tanpa ada keberatan atau penolakan sedikit pun.
Saudaraku, ketaatan seorang hamba yang hatinya dipenuhi dengan keimanan dan rasa cinta yang sudah bulat kepada Rabb-nya. Cinta yang lebih dari segala apapun yang ada di muka bumi ini. Sebuah ketaatan yang tiada tara. Ketaatan yang dilandasi keimanan yang tangguh, tak sedikit pun bisa dibelokkan oleh godaan apapun.Semoga kita bisa meneladaninya.
Saudaraku, Allah yang Maha Baik tidak mungkin tega melihat hamba yang dikasihi-Nya bersedih kehilangan anak tercintanya. Hingga Allah menggantikan dengan sembelihan besar yakni berupa domba jantan yang bagus. Allah hanya menguji keimanan hamba-hamba pilihan-Nya, yaitu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Terbukti bahwa cintanya beliau kepada Allah, melebihi segalanya.
Saudaraku, demikian sekilas napak tilas tentang kisah Keluarga Nabi Ibrahim, sebagai latar belakang turunnya perintah ibadah Qurban. Kalau Nabi Ibrahim disuruh menyembelih buah hati tercintanya. Maka untuk kita hanya diperintah untuk mengorbankan hewan ternak seperti kambing atau domba, sapi, unta. Allah sudah mengukur kemampuan hamba-Nya.
Saudaraku, masih adakah alasan untuk tidak berqurban? Ujian yang tidak seberapa dibandingkan ujian keluarga Nabi Ibrahim kala itu. Marilah kita berjuang untuk menjalankan perintah qurban ini dengan maksimal. Walaupun merupakan ibadah sunnah, tetapi termasuk amalan yang utama di hari raya Idul adha nanti.
Wallahu a'lam bisshawab
Surabaya, 18 Juli 2019
#KisahIndahKeluargaNabiIbrahim
#SejarahQurban