Oleh : Lilik Yani
Pagi itu perutku terasa sedikit mulas, tapi bukan karena sakit perut. Jadi aku tetap berangkat ke sekolah, SMP Negeri yang letaknya tidak begitu jauh dari rumahku. Sekitar 500 meter jaraknya dari rumah. Aku naik sepeda pancal, bersama teman-teman yang rumahnya searah denganku.
"Bunda, saya berangkat sekolah dulu ya," kataku sambil mencium tangan bundaku yang selalu mengantarkan anak-anaknya di depan pagar, setiap akan keluar rumah.
"Iya, Nak. Hati-hati. Belajar sungguh-sungguh. Jaga diri baik-baik. Semoga Allah memudahkan semua urusanmu," jawab bundaku.
"Aamiin," jawabku sambil mengayuh sepeda dan meninggalkan bunda yang masih berdiri melihatku.
Pelajaran demi pelajaran di sekolah aku ikuti dengan baik, cuma sedikit tidak enak saja. Mengapa perut bawah terasa mulas?
Ketika bel tanda pulang sudah berbunyi. Aku bergegas pulang tanpa menunggu teman yang biasa bersamaku. Aku mau buru-buru ke kamar mandi, karena terasa ada cairan yang keluar. Jangan-jangan aku mulai haid. Karena hampir semua teman sebayaku sudah mendapat haid. Ya Allah, apakah ini hari pertamaku? Aku penasaran. Lalu kukayuh sepedaku agak kencang.
Sampai di rumah, kulihat bunda masih mengangkat jemuran di samping rumah. Aku langsung masuk rumah setelah mengucap salam dan dijawab langsung oleh bunda. Tas ku taruh di meja, aku langsung ke kamar mandi.
Ya Allah, aku benar haid. Ini hari pertamaku. Aku kaget dan sedikit bingung. Lalu memanggil bundaku.
"Bunda, aku haid. Ini aku baru mengetahui. Makanya sejak pagi perutku terasa mulas dan tidak nyaman. Bunda, apa yang harus aku lakukan?" aku bercerita pada bunda dengan gemetar.
Aku pernah dengar cerita dari teman-teman yang lebih dulu mendapat haid. Hampir semua teman sudah mengalami. Tinggal dua anak yang belum. Aku termasuk yang akhir. Jadi sudah banyak masukan dari teman-teman. Tapi kalau mengalami sendiri, ada rasa takut dan cemas.
"Anakku, Alhamdulillah. Allah sudah mempercayaimu untuk mandiri. Tidak apa-apa sayang. Sudah waktunya. Semua perempuan akan mengalami haid. Tandanya kamu sudah dewasa. Tidak tergantung lagi sama ayah bunda," kata bunda dengan gemetar juga. Antara siap dan terkejut. Tapi bunda bisa mengendalikan diri, tenang.
"Maksudnya apa, Bunda? Aku diauruh mandiri. Apa aku tidak boleh tinggal bersama Ayah Bunda lagi?" tanyaku memperjelas.
"Anakku, ketika anak perempuan sudah mengalami haid atau menstruasi. Maka pena perhitungan Allah sudah bergerak. Artinya kamu sudah harus bertanggung jawab atas semua aktivitas yang kamu lakukan. Jika kamu menjalankan amal kebaikan, maka Allah akan memberikan pahala. Jika kamu melanggar perintah Allah dan melakukan kesalahan, maka Allah akan memberi sanksi. Itu maksudnya, Anakku." Ibuku menjawab sambil menjelaskan agar aku bisa mengerti.
"Oh, begitu ya, Bunda." jawabku pendek. Sambil merenungi kata-kata bunda. Yang bagiku informasi baru. Karena kalau kata teman-temanku, kalau sudah haid itu tanda dewasa dan boleh pacaran. Yach, mau tanya bunda tapi tidak berani. Suasana tidak mendukung. Bundaku masih merenung, rasanya masih banyak yang mau disampaikan.
"Anakku, jadi sekarang posisi kita sama," kata Bunda
"Lho, apa lagi maksudnya, Bunda?" aku bertanya karena belum paham maksud perkataan bunda.
"Kita sama-sama menjadi hamba Allah yang akan bertanggung-jawab sendiri-sendiri terhadap setiap amal perbuatan yang kita lakukan," jawab bundaku
"Anakku, maafkan Bunda, jika selama ini belum banyak memberikan bekal padamu. Bekal agama yang berupa aturan untuk menjalankan ibadah kepada Allah dan kepada sesama manusia. Ibadah untuk diri sendiri juga harus lebih diperhatikan lagi."
"Anakku, karena pengetahuan Bunda yang masih terbatas. Hanya didapat ketika Bunda mengaji dan membaca buku. Maka hendaklah kamu juga melanjutkan mengajimu, memperdalam Islam. Jika tidak paham mengenai hukum atau aturan untuk menjalankan ibadah, tanyakan kepada Ayah Bunda dulu, jika kurang jelas bisa bertanya kepada ustadzah ya, Nak."
"Baiklah, Anakku. Bismillah, semangat ya. Bersyukurlah. Ini hari pertamamu. Allah mulai mempercayaimu menjalankan amanah. Beribadah kepada Allah sesuai panduan yang diberikan."
"Anakku, mulai saat ini pena pencatat amal sudah berjalan. Mari saling mengingatkan ya, Nak. Amar ma'ruf nahi munkar. Mari kita ingat kembali, visi keluarga kita. Akan bersama-sama tinggal di jannah dengan Ridlo Allah."
"Anakku, mari saling mendoakan ya. Semoga Allah selalu menjagamu dan melindungi kita semua, kapanpun dan dimanapun berada. Semoga dimudahkan semua urusan kita, termasuk dalam hal beribadah. Hingga visi terbesar kita untuk berkumpul sekeluarga di jannah dikabulkan Allah. Aamiin."
"Aamiin yaa Rabb," jawabku terharu. Gerimis memenuhi dadaku. Hingga tak terasa airmata membasahi pipiku.
"Yaa Allah, ini hari pertamaku. Bimbinglah hamba menapaki setiap langkah kehidupan ini. Tunjukkan hamba jalan yang benar dan berikan hamba hati yang ikhlas untuk mengabdi kepadaMu. Menjalankan ibadah karena Allah, sesuai apa yang dicontohkan oleh Rasulullah tercinta," doaku dalam hati.
"Baik, Bunda. InsyaaAllah. Kita akan berupaya maksimal untuk menjalankan ketaatan kepada Allah. Saya mohon doa restu ya, Bunda. Semoga Allah berkenan membimbing dan memudahkan semua urusan."
"Bunda, minta tolong sampaikan pada Ayah juga ya. Saya minta doa restu, agar bisa menjalankan ibadah dengan baik dan diridloi Allah. Ehm, aku malu kalau cerita ke Ayah secara langsung. Hehe." Pintaku dengan senyum simpul.
"Iya sayang, Bunda akan cerita sama Ayah. Dan minta ayah agar mendoakanmu dan adik juga. Agar Allah selalu menjaga dan melinduangi kalian di manapun berada," jawab Bunda
"Aamiin," jawabku tersenyum lega.
Alhamdulillah, bersyukurnya aku memiliki Ayah Bunda yang peduli masa depan anak-anaknya. Bukan sekedar masa depan ketika di dunia. Tapi sungguh, ada visi besar yang hendak kami raih. Kami sekeluarga ingin berkumpul bersama di jannah dengan Ridlo Allah.
Suatu visi teramat besar, jika tidak ada kekompakan sekeluarga, manalah bisa diraih. Dengan keterbatasan ilmu agama yang Ayah Bunda miliki, tapi ada Allah yang diyakini akan memberikan pertolongan. Maka kami semua akan sangat berjuang untuk mewujudkan visi itu.
Sungguh, hanya pertolongan dan Ridlo Allah yang sangat kami harapkan di setiap helaan nafas kami. Semoga Allah berkenan meridloi.
Wallahu a'lam bisshowab