Oleh: Tri S, S Si
(Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)
Diakhir zaman ini, kita menyaksikan banyak sekali ragam kezaliman dan eksisnya orang-orang zalim di tengah-tengah masyarakat. Seperti kasus yang dialami oleh Baiq Nuril.
Penolakan Mahkamah Agung (MA) atas Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril Maknun, 37, mantan guru perempuan asal Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Indonesia menjadi sorotan media-media internasional. Penolakan PK itu membuat Baiq tetap menjalani hukuman penjara. (Sindonews.com, 6 Juli 2019).
Baiq adalah terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ditolaknya PK oleh MA, membuat mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram itu tetap menjalani hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan sesuai putusan Kasasi MA.
Kasusnya menjadi ironi hukum di Indonesia. Kasus ini bermula ketika dia merekam percakapan telepon dengan kepala sekolah yang jadi atasannya saat dia menjadi guru. Rekaman itu untuk membuktikan bahwa bosnya melecehkannya secara seksual. Namun, Baiq justru dilaporkan ke polisi pada 2015 atas tuduhan pelanggaran UU ITE.
Rekaman telepon itu kemudian menyebar di antara staf di sekolah dan akhirnya diserahkan kepada kepala dinas pendidikan setempat. Rekaman juga viral di media sosial.
Pada November lalu MA menyatakan bahwa Baiq bersalah karena melanggar kesusilaan berdasarkan hukum informasi dan transaksi elektronik. Pada hari Kamis, PK yang diajukannya ditolak dengan anggapan dia gagal menghadirkan bukti baru.
"Peninjauan yudisialnya ditolak karena kejahatannya telah terbukti secara sah dan meyakinkan," juru bicara pengadilan Abdullah kepada berita AFP. Pengadilan juga menguatkan denda Rp500 juta.
Nuril berpendapat bahwa dia tidak menyebarkan rekaman itu. Menurutnya, ada seorang teman yang mengambil rekaman dari ponselnya.
Media internasional yang berbasis di Amerika Serikat, seperti Reuters, Washington Post hingga New York Post ramai-ramai memberitakan kasus yang menjerat wanita tersebut.
"Indonesia’s top court jails woman who reported workplace sexual harassment," bunyi judul Reuters dan New York Post. Terjemah judul itu adalah "Pengadilan tertinggi di Indonesia penjarakan wanita yang melaporkan pelecehan seksual di tempat kerja".
Media ternama Inggris, BBC, mengangkat judul; "Indonesian woman jailed for sharing boss's 'harassment' calls". Terjemah dari judul itu adalah; "Wanita Indonesia dipenjara karena berbagi penggilan 'pelecehan' atasan."
Al Jazeera, media yang berbasis di Qatar juga ikut mengulas kasus Baiq. "Indonesia: Top court rejects woman's appeal over boss's lewd call," bunyi judul media Arab tersebut.
Pengacara Baiq, Joko Jumadi, mengatakan kepada BBC Indonesia bahwa kliennya siap menerima putusan MA. Namun, Baiq berharap dia akan menjadi korban terakhir yang akan menghadapi tuntutan pidana karena berbicara tentang pelecehan seksual di Indonesia.
Joko mengatakan bahwa Baiq "relatif tenang" saat mendengar putusan MA.
Putusan MA tidak dapat diajukan banding, tetapi tim hukumnya mengatakan Baiq akan meminta amnesti kepada Presiden RI.
Mewujudkan Keadilan
Secara fitrah,setiap manusia menyukai keadilan dan membenci kezaliman. Secara fitrah pula, manusia akan berpihak pada pelaku keadilan dan bersimpati kepada orang yang terzalimi.
Karena itu upaya mewujudkan keadilan diantara manusia terus menjadi "misi" Islam dan kaum muslim. Hal itu tampak dalam jawaban Rib'i bin Amir ketika ditanya oleh Restum, Jendral persia, tentang misi Islam.
"Allah mengutus kami untuk membebaskan umat manusia dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam, serta membebaskan manusia dari kezaliman agama-agama selain Islam menuju keadilan Islam dan kelapangannya".
Islam mensyriatkan untuk mewujudkan keadilan secara umum ditengah-tengah masyarakat. Secara lebih khusus islam pun mensyariatkan agar keadilan di wujudkan dalam dunia peradilan dan pengadilan suatu perkara. Tentu perkara itu hendaknya diputuskan menurut hukum syariah yang telah Allah SWT turunkan. Sebab hukum Allah SWT adalah hukum yang paling baik. Tercantum dalam firman Allah surat Al- maidah(5):50
Secara lebih spesifik, Allah SWT memerintahkan ulil amri atau para penguasa, termasuk qadhi atau hakim yang memutuskan perkara, untuk memutuskan perkara diantara manusia harus adil dan fair, tidak tergesa-gesa memutuskan,tetepi harus mendengar dari kedua pihak secara mencukupi, dan memutuskan menurut yang tampak(Al- hukmu bi azh-zha^ir), yakni yang terungkap dari bukti-bukti dan kesaksian, agar tidak terjadi kesalahan terhadap keputusannya.
Para qadhi/hakim juga harus senantiasa perpegang teguh pada keimanan, mereka juga harus selalu ingat bahwa kalaupun bisa lolos di peradilan dunia,mereka tidak akan bisa lolos dari peradilan Allah SWT di akhirat.
Dengan demikian keadilan ditengah masyarakat hanya bisa di wujudkan dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah,sebab syariah islam yang dijadikan dasar untuk memutuskan perkara berasal dari zat yang maha adil yaitu Allah SWT, karena itu siapapun yang merindukan terwujudnya keadilan, hendaknya saling bahu membahu memperjuangkan penerapan syariah Islam kaffah.[Tri S].