Kekeringan Bukan Semata Fenomena Alam



Oleh Lulu Nugroho*


Kekeringan yang terjadi di beberapa wilayah di tanah air, benar-benar perlu mendapat perhatian serius. Sebab kini seluruh warga terdampak kekeringan mulai merasakan kesulitan. Air merupakan kebutuhan vital bagi umat. Ketiadaannya menghentikan seluruh aktivitas mannusia, termasuk makhluk hidup lainnya.


Sejatinya kemarau merupakan siklus tahunan. Puncaknya Juni, Juli, Agustus. Akan tetapi yang terjadi, berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan dan Holtikura Jabar per 28 Juni 2019, saat ini tercatat 12.048 hektare lahan telah mengalami dampak. Dari 573.842 hektare lahan pertanian di Jawa Barat sebanyak 52.983 hektare terancam kekeringan, sedangkan 82 hektare lahan sudah mengalami puso. 


Kerusakan irigasi memperluas potensi gagal panen lahan pertanian di Jawa Barat pada musim kemarau. Rinciannya, dari 1.108 hektare lahan pertanian di Sukabumi mengalami puso 38 hektare, di Cianjur ada 757 hektare (lahan) dan puso 17 hektare, sedangkan di Cirebon dari luas 871 hektare lahan terdapat 22 hektare mengalami puso.


Pada faktanya, kekeringan yang semakin parah melanda negeri bukanlah sekadar fenomena alam. Akan tetapi, memang ada yang salah dalam paradigma pembangunan. Pengurusan umat menggunakan pola sekuler kapitalis, sangat rakus. Hingga menghasilkan kerusakan di seluruh lini kehidupan umat. Salah satu dampaknya adalah kekeringan.


Daur air menjadi rusak akibat hilangnya hutan. Berkurangnya daerah resapan dengan dibangunnya jalan-jalan beraspal. Pengerukan sumber daya alam yang membabi buta, turut menjadi andil pemanasan global. Akibatnya, evaporasi dan kondensasi meningkat hingga menghambat terbentuknya hujan.


Eksploitasi alam merusak cadangan air. Penebangan dan pembakaran hutan, membuat CO2 menumpuk di atmosfer. Akibatnya panas matahari yang dipantulkan bumi terjebak sehingga temperatur bumi dan atmosfer akan meningkat.


Perilaku membuang sampah sembarangan, serta penggunaan bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan, menjadi penyebab rusaknya alam. Kerusakan sistemis yang muncul akibat kebijakan yang salah, hingga perilaku warga yang jauh dari kecintaan terhadap alam.


Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar” (QS Ar-Rum[30]:41).


Kembali pada solusi hakiki. Kembali pada Islam. Alam diciptakan Allah subhaanahu wa ta'ala untuk tunduk pada manusia. Jika manusia menggunakan syariat yang datangnya dari Allah, maka akan menghasilkan rahmat yang bisa dirasakan bagi semesta alam. 



*Muslimah Penulis dari Cirebon.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak