Oleh: Tri S, S.Si
(Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)
Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara harus bersiap-siap menghadapi kekeringan. Antisipasi urgen dilakukan karena kekeringan yang akan terjadi terbilang panjang dan ekstrem. Peringatan itu disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berdasarkan hasil monitoring hari tanpa hujan (HTH) hingga tanggal 30 Juni 2019. Beberapa daerah di Jawa yang berpotensi mengalami kekeringan antara lain Sumedang, Gunungkidul, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Gresik, Tuban, Pasuruan, dan Pamekasan. (Koran Sindo, 5 Juli 2019).
Pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Kementerian Pertanian (Kementan) mengaku sudah mengantisipasi ancaman kekeringan. Kementerian PUPR misalnya telah menyiapkan sumur-sumur dan mobil tangki.
Hal yang sama disampaikan Kementan yang mengaku sudah beberapa tahun belakangan membekali kelompok tani dengan pompa. Dari pantauan di lapangan, kekeringan sudah terasa di sejumlah daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.
Sebelumnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah mengingatkan pemerintah daerah untuk bersiap menghadapi cuaca ekstrem kekeringan yang berlangsung cukup panjang. “Dari hasil analisis BMKG, teridentifikasi adanya potensi kekeringan meteorologis yang tersebar di sejumlah wilayah,” ujar Deputi Bidang Klimatologi Herizal kemarin.
Berdasarkan catatan BMKG, wilayah yang memiliki potensi kekeringan adalah yang telah mengalami HTH lebih dari 60 hari dan diperkirakan curah hujan rendah alias kurang dari 20 mm dalam 10 hari mendatang dengan peluang lebih dari 70%.
Daerah itu meliputi Bekasi, Karawang, dan Indramayu di Provinsi Jawa Barat; Karanganyar, Klaten, Magelang, Purworejo, Rembang, Semarang, Semarang, dan Wonogiri (Jawa Tengah); sejumlah daerah di Jawa Timur; Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo, dan Sleman (Yogyakarta); Buleleng (Bali); Sikka, Lembata, Sumba Timur, Rote Ndao, Kota Kupang, dan Belu (Nusa Tenggara Timur); Bima, Kota Bima, Lombok Timur, Sumbawa dan Sumbawa Timur (Nusa Tenggara Barat).
Kemudian untuk wilayah dengan status siaga potensi kekeringan adalah yang mengalami HTH lebih dari 31 hari serta prakiraan curah hujannya rendah kurang dari 20 mm dalam 10 hari dengan peluang lebih dari 70%.
Daerah itu adalah Jakarta Utara dan Banten yang meliputi Lebak, Pandeglang, dan Tangerang. Adapun wilayah waspada kekeringan yang telah mengalami HTH lebih dari 21 hari dan prakiraan curah hujannya rendah atau kurang dari 20mm dalam 10 hari dengan peluang lebih dari 70%.
Daerah-daerah itu terdapat di Aceh Besar, Pidie, dan Bireuen di Provinsi Aceh Nanggroe Darussalam; Merangin, Batang-hari, dan Beng ka yang (Jambi); Way Kanan (Lampung); Pulang-pisau (Kalimantan Tengah), Bengkayang (Kalimantan Barat); dan Bantaeng, Selayar, serta Takalar (Sulawesi Selatan).
Selain itu monitoring terhadap perkembangan musim kemarau menunjukkan, ber dasarkan luas wilayah, 37% wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau dan 63% wilayah masih mengalami musim hujan. Wilayah yang telah memasuki musim kemarau meliputi Aceh bagian utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, Pulau Jawa dan Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan bagian selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur bagian selatan, Maluku, dan Papua bagian selatan.
“Musim kemarau tidak berarti tidak ada hujan sama sekali. Beberapa daerah diprediksi masih berpeluang mendapatkan curah hujan,” kata dia. Di sisi lain sejumlah daerah mengalami curah hujan tinggi.
Potensi ini diindikasikan terjadi di sejumlah wilayah, antara lain Sulawesi Tengah meliputi Morowali, Banggai dan Tojounauna; Papua di Yahukimo, Pegunungan Bintang, Asmat, Mimika, Jaya wijaya, Nabire dan Paniai.
“Masyarakat diimbau agar waspada dan berhati-hati terhadap kekeringan yang bisa berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan, waspada atas pengurangan ketersediaan air tanah (kelangkaan air bersih) dan peningkatan potensi kemudahan terjadinya kebakaran,” katanya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono memastikan bahwa pemerintah selalu melakukan antisipasi karena kekeringan hampir tiap tahun terjadi. Untuk musim kekeringan sekarang ini telah disiapkan balai-balai.
Tentunya hal ini akan dikoordinasikan dengan BMKG mengenai wilayah mana saja yang mengalami kekeringan. “Kita siapkan semua sumur untuk bisa beroperasi. Yang kedua, mobil-mobil tangki juga kita siapkan sehingga kita kalau sudah ada kekeringan, sumur-sumur terdekat dipompa untuk menyediakan air itu,” tuturnya di Manado kemarin.
Adapun dari pihak Kementan, Direktur Jenderal Pra sa ra na dan Sarana Pertanian (PSP) Sarwo Edhy mengatakan pihak nya melakukan optimalisasi pom pa di sejumlah wilayah ter dampak. Bahkan, kata dia, peng gunaan pompa-pompa su dah dilakukan sejak empat tahun terakhir.
“Sudah kita instruksikan kepada petani dan kelompok tani untuk mengoptimalisasi pompa yang kami beri. Kita instruksikan mereka memompa air dari sungai terdekat,” kata Sarwo Edhy di Jakarta, Rabu (3/7).
Adapun untuk lahan kering yang berlokasi jauh dari sungai, menurut dia, petani dapat memanfaatkan sumber air permukaan. Dia menjelaskan, sumber air permukaan tersebut perlu diukur terlebih dahulu tingkat kemampuannya untuk kemudian baru dapat diinventarisasi ke beberapa lokasi titik lahan yang terdampak kekeringan.
Berdasarkan catatannya, dalam kurun empat tahun terakhir, Kementan telah mengalokasikan sekitar 200.000-an pompa dengan berbagai jenis ukuran. Adapun wilayah-wilayah yang terdam pak kekeringan lahan yang belum memiliki pompa diimbau segera mengajukan kepada dinas pertanian di wilayah masing-masing.
Tidak hanya itu, lanjut Sarwo Edhy, guna mengantisipasi kekeringan, pihaknya juga selama tiga tahun terakhir telah membangun banyak infra strukturair. Dia menuturkan, sebanyak 3 juta hektare infrastruktur air telah dibangun selama tiga tahun terakhir dan yang diharapkan dapat meminimalisasi dampak kekeringan di areal pertanian.
Mencari Sebab Terjadinya Kekeringan
Hutan memiliki manfaat yang banyak bagi kehidupan. Hutan adalah pemberi oksigen dan penyerap karbon dioksida. Keberadaan hutan juga memiliki peran penting bagi siklus air. Pohon - pohon akan menyerap curah hujan sehingga bisa mengurangi bahaya banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.
Diakui atau tidak pembalakan liar banyak terjadi di negeri ini termasuk di Kabupaten Ngawi. Belum lagi masifnya pembangunan infrastruktur, pembangunan kawasan industri ataupun pemukiman. Menurut kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan,setiap tahun terjadi penyusutan lahan pertanian antara 150.000 hingga 200.000 hektar akibat alih fungsi hutan.
Adakah Solusi Dari Pemerintah?
Dalam mengatasi bencana kekeringan ini pemerintah mengklaim telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya. Tetapi bila kita lihat berbagai upaya yang dilakukan hanyalah bersifat tambal sulam.
Jumlah hutan kritis terus bertambah dari tahun ke tahun. Investor asing bahkan diundang untuk datang ke negeri ini meski kita sendiri yang harus rugi karena apa yang investor lakukan justru lebih banyak merusak lingkungan. Bisa disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah hanya mengatasi masalah permukaan bukan dari akarnya.
Cara Islam Mengatasi Kekeringan
Tidak ada satupun persoalan yang tidak ada solusinya dalam Islam. Termasuk di dalamnya masalah kekeringan. Dalam pandangan Islam masalah kekeringan selain terkait dengan masalah teknis akademis dan keahlian juga terkait dengan masalah non teknis.
Secara teknis akademis dan keahlian, pemerintah Islam dalam hal ini Khilafah melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dengan tim terbaik yang dikumpulkan dari seluruh dunia akan mengkaji secara menyeluruh, cermat serta akurat akan melakukan pemetaan iklim, kondisi cuaca, potensi panas dan hujan termasuk dampak dari keduanya untuk tanaman. Secara teknis akademis kekeringan bisa diatasi dengan beberapa cara:
1. Negara bersama masyarakat membangun, merehabilitasi dan memelihara jaringan irigasi. Termasuk waduk dengan kincir air dan mesin penggerak air di sejumlah titik yang dibutuhkan oleh masing masing wilayah di seluruh dunia.
2. Negara bersama warga masyarakat membangun, merehabilitasi dan memelihara konservasi lahan dan air. Termasuk memelihara hutan, daerah resapan air agar tetap pada fungsinya. Sekaligus menindak tegas pihak yang menyalah gunakan dengan memberi sanksi hukuman yang tegas.
3. Negara senantiasa menciptakan iklim yang kondusif untuk kemajuan sains dan teknologi terutama untuk mengantisipasi dan menghadapi kekeringan akibat kemarau panjang.
4.Negara memberi bantuan sarana produksi pada masyarakat termasuk memberi bantuan makanan pokok kepada mereka yang terdampak kekeringan.
5.Negara mengeluarkan kebijakan pelarangan privatisasi/swastanisasi terhadap sumber sumber yang menjadi milik umum.
6.Sikap amanah, kerja keras dan sungguh sungguh dari Khilafah untuk mencegah dan mrngatasi bencana kekeringan. Sabda Nabi yang artinya "Imam adalah pelayan dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas seluruh rakyatnya"
Adapun mengatasi kekeringan karena faktor klimatologi yang bisa dilakukan adalah:
1.Menyebarkan informasi perkiraan iklim secara lebih akurat sesuai wilayah masing masing.
2.Membuat kalender tanam.
3.Memperhatikan dan menerapkan peta rawan kekeringan yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian.
Sedangkan secara non teknis akademis yang bisa dilakukan adalah negara memimpin rakyatnya untuk berdoa, memohon ampun kepada Allah.
Menjalankan semua perintahnya dan menjauhi laranganNya. Ada korelasi yang erat antara kemaksiatan dan dosa yang kita lakukan dengan datangnya berbagai bencana.
Firman Allah dalam Surat Asy Syuro ayat 30 yang artinya "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu,maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kamu sendiri dan Allah memaafkan sebagian dari doda dosamu".
Akhirnya bila kita ingin tinggal di negeri yang penuh berkah maka tidak ada jalan lain yang mesti kita lakukan selain kembali pada aturan Allah. Rakyatnya dipenuhi dengan rasa takut pada Allah sementara pemimpinnya bertugas menerapkan aturan Allah secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan dala naungan negara Khilafah. [Tri S].