Oleh : Silvi Sephiani Pratiwi
Sebagimana diberitakan, saat ini sedang ramai diperbincangkan tentang wacana penghapusan pelajaran agama. Wacana ini dipicu oleh adanya usulan dari Praktisi pendidikan Setyono Djuandi Darmono, yang menyatakan bahwa pendidikan agama tidak perlu diajarkan di sekolah. Darmono berpandangan bahwa agama cukup diajarkan oleh orangtua masing-masing atau lewat guru agama di luar sekolah.
Argumentasi yang dilempar ke publik adalah "Mengapa agama sering menjadi alat politik? Karena agama dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Di sekolah, siswa dibedakan ketika menerima mata pelajaran (mapel) agama. Akhirnya mereka merasa kalau mereka itu berbeda,” sebut Darmono usai bedah bukunya yang ke-6 berjudul Bringing Civilizations Together di Jakarta, Kamis (04/07/2019).
Dia menyarankan Presiden Joko Widodo untuk meniadakan pendidikan agama di sekolah. Ia menganggap pendidikan agama harus jadi tanggung jawab orangtua serta guru agama masing-masing (bukan guru di sekolah). Ia menganggap pendidikannya cukup diberikan di luar sekolah, misalnya masjid, gereja, pura, vihara, dan lainnya.(hidayatullah. Com)
Bahaya kapitalisme bagi generasi negeri
Kapitalisme didasarkan pada akidah sekularisme (pemisah antara agama dan kehidupan). Akidah sekularisme ini mengakui bahwa manusia, alam semesta dan kehidupan ini berasal dari, atau diciptakan dari Tuhan. Namun demikian keberadaan Tuhan hanya diakui sebagai pencipta saja, bukan sekaligus sebagai pengatur. Ideologi kapitalisme-sekuler hanya mengakui Tuhan dari sisi keberadaan-Nya semata, tidak dari sisi peran-Nya. Sudah jelas sekali ini sangat berkaitan dengan wacana penghapusan pelajaran agama, seolah-olah Tuhan tak berhak mengatur dan tidak boleh ikut campur dalam masalah pendidikan. Padahal berbeda dengan pandangan Islam, justru segala apapun harus berlandaskan hukum yang telah ditetapkan oleh Sang Maha Pencipta, yaitu Allah SWT. Bagaimana nasib generasi negeri ini apabila pendidikan agama akan benar-benar ditiadakan di jenjang pendidikan?. Sangat dimungkinkan ini akan mengakibatkan semakin meningkatnya angka penyimpangan dan pergaulan bebas seperti, perzinahan, aborsi, narkoba dan tindakan kriminalitas di tengah-tengah bmasyararakat.
Idealnya sebuah sistem pendidikan, tak sekedar mentransfer ilmu dengan baik pada anak didik. Namun juga bisa membentuk karakter berakhlak mulia pada siswa. Kurikulum pendidikan islam dibangun berlandaskan akidah Islam sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras dengan azas itu. Konsekuensinya, waktu pelajaran untuk memahami tsaqofah Islam dan nilai-nilai yang terdapat didalamnya mendapat porsi yang besar.
Bukti nyata dari sistem pendidikan berbasis akidah Islam, adalah banyaknya para ulama yang cerdas dalam bidang akademik maupun agama. Seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusydi, Al Khawarizmi, dan ribuan ulama yang memiliki keahlian dalam bidangnya sekaligus faqih fi ad-dien. Semua itu hanya bisa diraih jika Islam menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum pendidikan. Bukan sebaliknya, ditiadakan dari pendidikan.
Betapa mengerikannya jika pelajaran agama benar benar dihapus dari kurikulum sekolah selain melanggar undang undang UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
"Pasal 12 (1) butir a Undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama
Jadi jelaslah bahwa wacana penghapusan pelajaran agama dari kurikulum sekolah adalah wacana yang jelas menyalahi amanah tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalamn UU Sisdiknas dan juga sangat bertentangan dengan pendidikan dalam Islam. Oleh karena itu selayaknya opini tentang bpenhhapusan mata pelajaran agama di sekolah harus dihentikan dan pemerintah serta masyarakat selayaknya menolak dengan tugas usulan tersebut.
Wallau a’lam bi-ashawwab.[]