Kala Indonesia Jadi Surga Pembuangan Sampah Negara Maju



Oleh : Anggun Wijayanti

Dalam beberapa bulan terakhir Indonesia kedapatan banyak kontainer sampah impor yang bermasalah dari negara lain. Pada akhir Maret lalu misalnya, ada lima kontainer sampah impor bermasalah yang dikirim dari Seattle di Amerika Serikat ke Surabaya, Jawa Timur. Pada pertengahan Juni ini, pemerintah Indonesia telah mengembalikan lima kontainer sampah tersebut ke Amerika Serikat.  

Tak cuma di Surabaya, kontainer sampah impor bermasalah ternyata juga ditemukan di Batam, Kepulauan Riau. Dilansir Antara, tim gabungan dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam, dan Kantor Pelayanan Umum Bea Cukai Batam akan menindaklanjuti 65 kontainer sampah impor bermasalah yang ditemukan di Pelabuhan Bongkar Muat Batu Ampar, Batam. 

65 kontainer tersebut merupakan milik dari empat perusahaan yang datang secara bertahap sejak awal Mei lalu. Namun hingga kini puluhan kontainer tersebut belum dikirimkan balik ke negara asalnya. 

Impor sampah yang berlimpah ke Indonesia memang sedang menjadi sorotan. Belum usai penanganan limbah lokal, Indonesia justru diserbu sampah pastik impor dari Eropa dan Amerika. 

Peneliti minat lingkungan FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM), Suherman, menyebutkan, masuknya sampah dari luar negeri disebabkan kebijakan Cina pada 2018. Yaitu, untuk membatasi impor sampah. Sedangkan, Cina menjadi produsen pengolahan sampah daur ulang terbesar dunia. Cina menjadi penyerap tidak kurang 45 persen sampah dunia untuk didaur ulang. 

Akibat pembatasan impor sampah itu menjadikan pengekspor sampah dari negara-negara maju mencari negara alternatif. Utamanya, sebagai tujuan pengiriman sampah domestik padat mereka. Akhirnya, pemilik sampah di negara maju mencari alternatif dan negara-negara berkembang menjadi tujuan dari sampah-sampah impor, termasuk Indonesia. 

Belum lagi, industri pengolahan sampah daur ulang di Indonesia tidak besar. Sistem pengelolaan sampah belum pula berjalan secara maksimal dengan angka daur ulang masih 10 persen hingga 20 persen. 

Pembatasan impor ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia dan negara-negara lain. Sebab, sampah jadi komoditas bisnis lintas negara yang butuh regulasi ketat. Selain itu, perlu pengawasan cermat dan selaras dengan keamanan lingkungan masa mendatang. Data BPS 2018 mencatat, Indonesia melakukan impor scrap plastik sekitar 283 ribu ton.  

Masuknya sampah impor ini jelas menjadi beban tambahan bangsa. Sebab, Indonesia sendiri belum usai dengan pengelolaan sampah dalam negeri. Artinya, ada tambahan urusan sampah impor, bahkan ada yang terkontaminasi B3. Karenanya, langkah penghentian impor sampah yang tidak sesuai ketentuan harus segera dilakukan. Sampah yang terkontaminasi B3 dan tidak bisa didaur ulang menjadi ancaman kelestarian lingkungan dan membahayakan manusia. 

Pemerhati hukum lingkungan internasional UGM, Heribertus Jaka Triyana, menilai masuknya sampah plastik dan tidak bisa didaur ulang dari luar negeri bukan kali pertama di Indonesia. Kondisi itu telah terjadi pada 2007, 2011, 2015 dan 2016. Maka itu, Heribertus merasa, sampah plastik masuk ke Tanah Air ini merupakan kejadian berulang.  

Yang menjadi pertanyaan, kenapa ini bisa terus berulang? Hal ini dikarenakan tidak lain tidak bukan karena adanya lahan bisnis yang sangat menggiurkan pada sampah impor ini. Para pengusaha kapitalis-lah yang berperan besar dalam bisnis impor ini. Selama dinilai menguntungkan, maka sampah pun bisa menjadi lahan bisnis yang sangat menggiurkan. Tidak peduli pencemaran terhadap lingkungan akibat zat berbahaya yang terkandung dalam sampah tersebut. Aturan yang ‘longgar’ menjadikan para pengusaha kapitalis ini semakin mudah menjalankan bisnisnya tanpa terhalang hambatan oknum birokrasi. 

Namun sejumlah elemen baik birokrat maupun swasta mulai mengambil langkah tegas dengan mengembalikan 5 kontainer sampah ke AS. Menurut pihak berwenang Indonesia, dilansir The Indian Express, kontainer yang diimpor seharusnya berisi potongan kertas tetapi diisi dengan sampah, termasuk botol, sampah plastik, dan popok. 5 Kontainer tersebut, dikirim dari Amerika Serikat ke Indonesia pada akhir Maret. 

Kebijakan khilafah dalam menjamin kesejahteraan 

Peradaban Islam telah memberikan tinta emas dalam perjalanan kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Kemajuan ilmu pengetahuan hingga kesejahteraan masyarakat turut menjadi catatan gemilang ketika peradaban Islam tegak di muka bumi ini. Peradaban Islam tersebut adalah masa dimana Islam menjadi pedoman dalam segala lini kehidupan rakyat dengan kesempurnaan aturan yang ada di dalamnya dan tegak dalam satu institusi politik Khilafah Islamiyyah. 

Kegemilangan ini bukan muncul karena kebetulan atau isapan jempol belaka apalagi hanya retorika semata. Namun itu salah satu hikmah dan rahmat yang Allah jaminkan ketika setiap aturan diterapkan secara utuh tanpa memilah-milih. Sebagaimana ada kaidah yang mengatakan bahwa setiap ada syariah, maka pasti akan ada maslahat. Itulah kemudian yang menjadikan Khilafah Islamiyyah secara imani dan alami akan memberikan keterjaminan berkah dan maslahat bagi kehidupan manusia, dan termasuk di dalamnya kesejahteraan. 

Rekaman jejak emas masa peradaban Islam hingga sekarang masih ada dan bahkan bisa ditemukan dalam banyak catatan-catatan sejarah yang ditulis oleh orang non-muslim. Sebagai contoh adalah apa yang dikatakan Will Durant seorang sejarawan barat. Dalam buku yang dia tulis bersama Istrinya Ariel Durant, Story of Civilization, dia mengatakan, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka”. 

Kesejahteraan dalam daulah khilafah juga terlihat dari bagaimana daulah mengelola sampah. Hal ini menjadi persoalan yang sangat penting karena menyangkut kesehatan seluruh warga daulah. Dalam bidang kesehatan, pada kurun abad 9-10 M, Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi membangun sistem pengelolaan sampah perkotaan, yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran masing-masing orang, yang di perkotaan padat penduduk akan menciptakan kota yang kumuh. Kebersihan kota menjadi salah satu modal sehat selain kesadaran sehat karena pendidikan. 

Regulasi yang tegas pastinya diterapkan oleh daulah bagi siapa saja yang melanggar aturan yang telah ditetapkan khalifah. Apalagi para pengusaha ‘nakal’ yang hanya mengutamakan keuntungan dan melalaikan kesehatan manusia akibat pencemaran lingkungan. 

Wallahu’alam bishowab 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak