Oleh : Paridah, S.Pd.I
Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia. Banyaknya kaum muslimin tersebut merupakan potensi yang sangat luar biasa, apalagi dengan sumberdaya alam yang begitu besar. Namun potensi tersebut juga bisa menjadi bumerang bagi Indonesia sendiri jika tidak dikelola dengan baik. Untuk itu, berbagai upaya harus dilakukan untuk menunjang kemajuan di Indonesia. Salah satu upayanya yaitu pada bidang pendidikan, terutama kepada pendidikan yang diselenggarakan oleh madrasah yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia.
Untuk meningkatkan pendidikan islam di Indonesia, pemerintah di bawah Kementrian Agama (Kemenag) melakukan kerjasama dengan Bank Dunia. Sebagaimana yang dilansir oleh CNN Indonesia, bahwa Bank Dunia menyetujui pinjaman senilai US$250 juta atau setara Rp3,5 triliun (dengan asumsi kurs Rp14 ribu per dolar) untuk mendukung program peningkatan mutu madrasah dasar dan menengah di Indonesia. Menurut catatan Bank Dunia, sekitar 8 juta anak atau 15 persen dari total siswa sekolah dasar dan menengah di Indonesia mengenyam pendidikan di sekolah agama atau madrasah di bawah Kementrian Agama (Kemenag). Dalam praktiknya, sekolah-sekolah tersebut mengikuti kurikulum nasional, dan banyak diikuti anak-anak dari keluarga termiskin di pedesaan.(https://cnnindonesia.com/ekonomi,28/06/2019). Potensi yang luar biasa besar.
Proyek ini juga akan membiayai pelatihan bagi tenaga pendidik agar mendukung peningkatan mutu pengajaran dan pembelajaran. Selain itu, proyek itu juga akan berinvestasi dalam pengumpulan dan analisis data untuk meningkatkan managemen sekolah-sekolah. Menurut Menteri Agama Lukman, pengembangan madrasah tidak akan optimal jika hanya mengandalkan anggaran negara. Pasalnya, keterbatasan dana mengakibatkan pengembangan madrasah lebih terpusat pada pengembangan fisik, belum ke arah kualitas pendidikan. (https://cnnindonesia.com/ekonomi,28/06/2019). Suatu hal yang sangat ironi ditengah berlimpahnya sumberdaya alam di Indonesia hingga tidak mampu membiayai pendidikannya hingga harus meminta bantuan luar negeri.
Yang menjadi pertanyaan apakah langkah yang diambil pemerintah tersebut sudah tepat, ataukah malah menjadi bumerang yang membahayakan eksistensi dan pendidikan islam di Indonesia?
Sebenarnya apapun bantuan baik berupa hutang ataupun yang lebih halus “dana hibah” yang berasal dari luar negeri patut kita waspadai. Pasalnya di era kapitalisme sekarang (dimana segala sesuatu dinilai dengan materi) hampir tidak ada yang namanya makan siang gratis (no free lunch). Bahkan kita ketahui negara-negara barat memakai sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan riba sebagai penopang ekonomi mereka. Jadi bisa dipastikan bahwa “bantuan” mereka mempunyai kompensasi yang harus dibayar oleh negara pengutang berupa bunga yang berlipat ganda. Apalagi jumlah 3,5 triliun bukanlah jumlah yang sedikit, belum lagi dengan bunganya. Ditambah lagi, sudah menjadi rahasia umum, ketika negara lain mau memberikan hutang akan diikuti dengan agenda-agenda yang terselubung. Cukup menjadi pelajaran bagi kita tentang jeratan IMF sebagai salah satu badan moneter internasional kala itu, tidak hanya menghutangi namun diikuti pula dengan agenda yang menguntungkan mereka. Seperti halnya kenaikan BBM, tarif listrik, penguasaan SDA dan lain sebagainya. Jadi bisa dibilang bahwa hutang adalah alat negara barat yang digunakan untuk menjajah.
Untuk itulah, kucuran dana dari Bank Dunia yang notabene merupakan lembaga dunia penopang sistem ekonomi kapitalis global juga patut kita waspadai sebagai jebakan. Apalagi dana itu digunakan dalam bidang pendidikan yang merupakan bidang yang sangat strategis dalam kehidupan bernegara guna mencetak generasi penerus bangsa. Pendidikan sebagai salah satu pilar peradaban malah diserahkan kepada asing yang akan leluasa mengintervensi arah pendidikan islam di Indonesia melalui kurikulum pendidikannya yang sarat akan nilai-nilai sekuler kapitalis. Harusnya pemerintah tegas menolak apapun bentuk pinjaman dari asing bukan malah mengemis minta bantuan pada mereka.
Pada hakekatnya, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar dan sangat urgen dibutuhkan manusia. Apalagi pendidikan islam merupakan pencetak generasi muslim yang berkepribadian islam dan membina mereka agar menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta tsaqafah islam. Menjadikan islam sebagai mabda yang membimbing mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan generasi yang berotak sekuler kapitalis yang hanya mengejar materi dan tidak mengenal halal dan haram.
Disinilah peran pemerintah sebagai penguasa yang di amanahi untuk mengatur urusan rakyatnya sangat diperlukan. Negara wajib menjadi penyelenggara pendidikan yang utama sebagaimana dalam islam. Pendidikan bebas bea yang bermutu dari tingkat dasar hingga menengah harus disediakan untuk seluruh warga negara tanpa membedakan agama, madzab,ras,suku bangsa maupun jenis kelamin. Negara akan mengelola sumberdaya alam yang dimiliki dan memberikan perhatian yang besar untuk membiayai pendidikan rakyatnya tanpa harus berhutang kepada asing, apalagi ada muatan riba yang jelas haram hukumnya dalam islam. Oleh karena itu, sangat tidak mungkin bisa mencapai tujuan mulia itu namun pembiayaanya ditopang oleh dana ribawi dari pinjaman Bank Dunia. Jadi pendidikan islam bisa sempurna hanya bisa terwujud di dalam sistem islam juga bukan dalam sistem kapitalisme.
Tentunya patut menjadi perhatian kita bersama untuk bisa menghidupkan kembali islam sebagai ideologi yang diemban dunia agar umat tidak mudah dijajah dengan janji manis kaum penjajah. Tampak seperti madu namun sejatinya racun. Untuk itu kaum muslim harus cerdas dan memahami islam dengan benar serta berjuang hingga bisa tegak dan berjaya kembali di muka bumi. Allahu Akbar!