Jebakan Demokrasi bagi Morsi




Oleh: Ine Wulansari
Pegiat Dakwah dan Ibu Rumah Tangga


“Hari kiamat tak akan terjadi hingga umatku meniru generasi-generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Ditanya Rasulullah: "Wahai Rasulullah, seperti Persia dan Romawi? Nabi menjawab: "Manusia mana lagi selain mereka itu?"

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya, Fathul Bariy, menerangkan bahwa hadist ini berkaitan dengan tergelincirnya umat Islam mengikuti umat lain dalam masalah pemerintahan dan pengaturan urusan rakyat. 

Dapat kita rasakan kebenaran sabda Rasulullah Saw dalam pemerintahan dan pengaturan urusan rakyat saat ini, sistem demokrasi dianggap sebagai sistem terbaik, bahkan tidak jarang hukum Islam pun dinilai dengan sudut pandang demokrasi. Kalau hukum Islam dianggap tidak sesuai dengan demokrasi maka tidak segan-segan dibuang dan diabaikan. 

Masih segar dalam ingatan kita, seorang pejuang Islam yang demikian gigih, ikhlas, dan terhormat bernama Mohammad Morsi bertahan di kancah perjuangan di tengah arus deras demokrasi. Morsi menjadi contoh nyata untuk menggambarkan kerusakan dan kebusukan sistem demokrasi. Seperti yang dilansir iNews.id (Selasa, 18 Juni 2019). Morsi dipilih sebagai kandidat presiden dari Ikhwanul Muslimin dalam pemilu tahun 2012 di Mesir. Morsi memenangkan kontes pemilu secara jujur dan dikehendaki mayoritas rakyat Mesir, dengan selisih suara tipis dan berjanji memimpin pemerintahan yang adil bagi seluruh rakyat Mesir. Karena visi Morsi dan Ikhwanul Muslimin adalah Islam, dengan serta merta rezim sekuler Mesir menggerakan massa untuk menggerogoti kekuasaan Mesir dan mengkudeta kekuasaan sah Morsi secara paksa. Para penentangnya menyebut Morsi gagal memerintah selama masa kekuasaan yang bergolak. Mereka menuduhnya membiarkan kelompok-kelompok berhaluan Islam mendominasi arena politik dan ia pun telah salah dalam menjalankan amanah kepengurusan ekonomi. Morsi menghadapi berbagai dakwaan, termasuk spionase. Pihak berwenang juga menyasar para pendukungnya dan menggolongkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris. 

Saat kudeta Mesir berlaku terhadap Morsi, dunia internasional tak ada yang bersuara. Amerika bahkan segera memberi dukungan atas tindakan inkonstitusional ini dengan alasan menjaga demokrasi. Amerika, tuan bagi bangsa lain yang berdemokrasi, sangat terancam dengan demokrasi yang dijalankan Morsi, karena Morsi adalah seorang muslim yang berakidah Islam dan menginginkan syariat Islam mengatur kehidupan bernegara. Amerika hanya peduli dan melindungi eksistensi demokrasi jika sejalan dengan nilai sekulerisme yang dianutnya selama ini.

Islam adalah agama yang sempurna, Islam tidak mengenal sekularisasi dalam kehidupan, ia mengatur setiap aspek kehidupan yang dengannya akan menjadikan kehidupan berislam makin sempurna dan keberkahan hidup dapat diraih di bawah naungan Islam. Sebagaimana firman Allah Swt,
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (TQS al-A'raf: 96).

Jika diperhatikan dari kasus Morsi ada pelajaran yang dapat dipetik, betapa Islam sangat bertentangan dengan demokrasi dan karenanya adalah hal yang mustahil ketika kaum muslimin ingin memperjuangkan Islam melalui jalur demokrasi. 

Pada kenyataannya jika merujuk pada sejarah bahwa Rasulullah ketika memperjuangkan Islam agar terealisasi dalam kancah kehidupan mencontohkan thariqah yang demikian runut. Pertama, tahap pembinaan (marhalah tatsqif), tahap ini dimulai sejak beliau diutus menjadi Rasul. Pada tahap ini Rasulullah melakukan pembinaan para kader dan membuat kerangka tubuh gerakan. Kemudian mengajak masyarakat untuk memeluk Islam. Kedua, tahap interaksi dan perjuangan (marhalah tafaul wal kifah), Rasulullah menampilkan kutlahnya (kelompoknya) secara terang-terangan kepada seluruh masyarakat, sekalipun masih ada sebagian kaum muslimin yang menyembunyikan keislamannya sampai penaklukan kota Makkah. Perjuangan kelompok dakwah Nabi dan para sahabatnya berubah dari fase rahasia ke fase terang-terangan. Mulailah terjadi benturan antara iman dan kekufuran di masyarakat, terjadi pergesekan antara ide-ide yang benar dan batil. Tahap inilah periode paling berat yang dihadapi Rasul dan para sahabat sepanjang perjuangan mereka. Ketiga, penerimaan kekuasaan (marhalah istilamul hukm), Rasulullah hijrah ke Madinah, negeri yang para pemimpin dan mayoritas masyarakatnya telah siap menerima Islam sebagai metode kehidupan mereka. Kehidupan yang disandarkan pada asas peradabanya adalah kalimah tauhid (Laailahaillallah Muhammadarrasulullah), standar perbuatan dalam interaksi kehidupannya adalah halal-haram dan makna kebahagiaanya adalah mendapatkan ridha Allah. 

Maka perjuangan Islam melalui jalur demokrasi sama halnya dengan menjebak kaum muslimin dalam perangkap busuk yang mustahil dapat menghantarkan pada apa yang dicita-citakan yakni tegaknya Syariat Islam yang kaffah.

Sebagaimana kasus FIS di Aljazair, Hamas di Palsetina, Refah di Turki  yang kesemuanya adalah tumbal demokrasi ketika mengkompromikan antara Islam dan demokrasi. 
Waalahu 'alam bi ash-shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak