Oleh :Nursiyati (Anggota Sahabat Komunitas ”Teman Surga”)
Slogan “Negeri utang” mungkin telah cocok di sematkan kepada negara kita tercinta Indonesia ini. Bagaimana tidak, di setiap lini kehidupan bernegara dan berbangsa, kita selalu di warnai oleh adanya utang yang di buat pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya. Baru-baru ini Bank Dunia menyetujui pinjaman senilai US$250 juta atau setara Rp3,5 triliun (dengan asumsi kurs Rp14 ribu per dolar AS) untuk mendukung program peningkatan mutu madrasah dasar dan menengah di Indonesia. Berdasarkan catatan Bank Dunia, sekitar 8 juta anak atau 15 persen dari total siswa sekolah dasar dan menengah di Indonesia mengenyam pendidikan di sekolah agama di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Dalam praktiknya, sekolah-sekolah tersebut mengikuti kurikulum nasional, dan banyak diikuti anak-anak dari keluarga termiskin di daerah pedesaan. Pinjaman ini nantinya akan digunakan untuk melaksanakan program Realizing Education's Promise. Melalui proyek tersebut pemerintah akan membangun sistem perencanaan dan penganggaran elektronik berskala nasional untuk mendorong belanja yang lebih efisien oleh sumberdaya di bawah naungan Kemenag. (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi, 28/06/2019) Program tersebut juga akan digunakan untuk membangun sistem hibah sekolah, demi meningkatkan kinerja siswa dalam hal standar pendidikan nasional, terutama untuk sekolah dengan sumber daya terbatas.
Hal ini kemudian mengundang reaksi dari berbagai pihak, salah satu nya Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Maksum Machfoedz menanggapi soal penggunaan dana pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN), untuk peningkatan mutu madrasah. Dia mengaku secara umum tidak mempermasalahkan ihwal peminjaman dana dari Bank Dunia itu. Namun, lanjut Maksum, yang menjadi fokus adalah, sejauh mana efektivitas penggunaan dana tersebut.
"Pengalaman selama ini untuk urusan kualitas sosial seperti ini tidak jelas hasilnya. Banyak manipulasi dan tidak efektif. Ini menjadi tantangan," kata Maksum Machfoedz, Kamis (20/6) dalam laman republika.co.id
Jebakan Utang : Alat Penjajahan Barat
Sudah sangat di ketahui bahwa hakekat utang luar negeri merupakan alat yang di pakai oleh barat, untuk menjajah negeri-negeri berkembang seperti Indonesia. Dengan bujukan bahwa utang tersebut untuk membangun infrastruktur, maupun untuk di pakai dalam memenuhi sarana pendidikan madrasah yang menurut sebagian kalangan masih kurang, di banding sekolah negeri yang di bawahi oleh kemendikbud.
Terutama ketika utang ini dipakai untuk bidang pendidikan. Bisa kita katakan bahwa tidak ada makan siang gratis (no free lunch), pastinya dengan adanya dana utang tersebut, di sertakan pula dengan syarat-syarat tertentu yang harus di masukkan dalam pengajaran, atau kurikulum yang nantinya yang akan di ajarkan pada siswa. Apalagi, minat terhadap madrasah saat ini menjadi acuan bagi para orang tua yang ingin menyelamatkan akidah anak-anak mereka dan lebih memilih untuk menyekolahkan di madrasah, di banding pada negeri bisa saja menuai kecewa ketika nantinya. Yang di ajarkan justru dapat menjauhkan anak mereka dari ajaran Islam.
Selain di bidang pendidikan, fakta bahwa penguasaan asing terhadap sumber daya alam kita di karenakan meminjam kepada luar negeri bisa di lihat dari proyek OBOR, yang di prakarsai oleh China yang memberi pinjaman dengan syarat-syarat tertentu seperti wajib memperkerjakan naker (TKA) dari China , menggunakan bahan material dari China dan lain-lain kepada Indonesia dengan alasan B to B (Business to Business) dengan tenor 20 tahun dan intrest rate 3 %
Melihat hal ini membuktikan bahwa minimnya tanggungjawab negara dalam memprioritaskan pembangunan dan infrastruktur, yang salah satunya sektor pendidikan, sebagai salah satu pilar peradaban. Ini dapat dilihat dari anggaran pendidikan tahun 2019 yang dialokasikan sebesar Rp. 492.555 triliun naik dari anggaran di tahun 2018 yang hanya 20% yang kalau dalam rupiah berjumlah Rp. 444.131 triliun dan justru malah menyerahkannya kepada asing dan membuka celah intervensi atas arah pendidikan Islam.
Padahal, dalam Islam tanggung jawab pendidikan di ambil sepenuhnya oleh pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan akses pendidikan secara gratis untuk rakyatnya. Sebab ini adalah salah satu bagian dari ri’ayah dan meniadakan peran swasta ataupun peran dari barat untuk mengacak-acak sistem pendidikan yang telah di atur dalam Islam, yaitu bertujuan untuk membentuk kepribadian islami (syakhshiyah islamiyah) setiap Muslim serta membekali dirinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan.
Untuk membiayai pendidikan yang gratis Islam mempunyai Sumber dana untuk semua itu adalah dari pemasukan harta milik negara dan hasil pengelolaan harta milik umum, seperti tambang mineral, migas, hutan, laut, dsb. Rasulullah saw. bersabda: Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal: padang, air dan api (energi). (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).
Dengan itu, maka pendidikan bermutu dengan gratis atau biaya sangat rendah bisa disediakan dan dapat diakses oleh seluruh rakyat. Hal itu memang menjadi hak mereka semua tanpa kecuali dan menjadi kewajiban negara. Semua hal tersebut di atas hanya bisa di dapatkan ketika negara kita berlandaskan kepada syariat Islam dan akan menjadikan negara kita mandiri membiayai pendidikan rakyatnya dengan gratis tanpa bergantung kepada utang. Wallahu’alam bishawab
Tags
Opini