Oleh : Jalila Syarif
(The Voice Of Muslimah Papua Barat)
Ketika berbicara mengenai pengangguran, maka hal ini tidak akan ada habisnya. Karena hal ini merupakan salah satu masalah yang sangat kompleks di negeri ini. Dan sampai saat ini belum ditemukan solusi tuntas dan tepat untuk mengatasinya.
Tengok saja, di bumi cendrawasih ini, alias papua yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ternyata tidak membuat masyarakat di dalam nya hidup dengan kesejahteraan. Pengangguran terus meningkat dari tahun ketahun.
Selama satu tahun terakhir, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Papua mengalami peningkatan dari 2,91 persen pada bulan Februari 2018 menjadi 3,42 persen dari Februari 2019.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua mencatat, jumlah pengangguran pada Februari 2019 sebanyak 62.885 orang. Angka ini meningkat sekitar 3.129 orang dibanding Agustus 2019. (selasa, 7 Mei 2019 - wartaplus.com)
Kepala Bidang Statistik Sosial, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua, Bagas Susilo mengatakan, jumlah angkatan kerja di Papua pada Februari 2019 mencapai 1.808.848 orang atau berkurang 42.638 orang dibanding kondisi Februari 2018.
Penduduk yang bekerja di Papua pada Februari 2019 mencapai 1.746.963 orang berkurang 30.244 orang dibandingkan Agustus 2018 dan juga berkurang 50.705 orang dibandingkan keadaan setahun lalu,” tuturnya dalam release, Senin, 6 Mei 2019.
Sementara itu, jumlah pengangguran pada Februari 2019 sebesar 61.885 orang, meningkat sekitar 3.129 orang dibanding Agustus 2018 dan bila dibanding keadaan Februari 2018 meningkat 8.607 orang.
Fakta-fakta diatas merupakan hal yang perlu kita cermati mengapa tingkat pengangguran di papua semakin meningkat. Padahal papua merupakan wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang berlimpah ruah yang mestinya menjadi jalan bagi masyarakatnya untuk memperoleh pekerjaan yang layak dalam memenuhi kehidupannya.
Akar Masalah Pengangguran
Jika kita mencermati maka setidaknya ada 2 faktor penyebab meningkatnya pengangguran, yakni faktor individual dan faktor sosial ekonomi. Pertama faktor individual, dalam hal ini penyebab pengangguran bisa disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Faktor kemalasan individu.
Penganguran yang berasal dari kemalasan individu sebenarnya sedikit. Namun, dalam sistem materialis dan politik sekularis, banyak yang mendorong masyarakat menjadi malas, seperti sistem penggajian yang tidak layak atau maraknya perjudian. Banyak orang yang miskin menjadi malas bekerja karena berharap kaya mendadak dengan jalan menang judi atau undian.
b. Faktor cacat
Dalam sistem kapitalis hukum yang diterapkan adalah ‘hukum rimba’. Karena itu, tidak ada tempat bagi mereka yang cacat untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
c. Faktor rendahnya pendidikan dan keterampilan.
Kebanyakan tenaga kerja di Papua khususnya di daerah-daerah terpencil adalah mereka yang berpendidikan rendah, yaitu SD dan SMP. Dampak dari rendahnya pendidikan ini adalah rendahnya keterampilan yang mereka miliki. Akibatnya dengan keterbatasan ketrampilan itu menjadi hambatan bagi mereka dalam dunia kerja. Belum lagi sistem pendidikan Indonesia yang tidak fokus pada persoalan praktis yang dibutuhkan dalam kehidupan dan dunia kerja. Pada akhirnya mereka menjadi pengangguran intelek. Artinya hanya bermodal ijazah saja tetapi tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk bersaing dalam dunia kerja.
Faktor kedua yaitu faktor sosial ekonomi, faktor ini merupakan penyebab utama meningkatnya pengangguran, di antaranya:
a. Kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat.
Banyak kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat dan menimbulkan pengangguran baru. Kebijakan Pemerintah yang lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi bukan pemerataan juga mengakibatkan banyak ketimpangan dan pengangguran. Banyaknya pembukaan industri tanpa memperhatikan dampak lingkungan telah mengakibatkan pencemaran dan mematikan lapangan kerja yang sudah ada.
b. Pengembangan sektor ekonomi non-real.
Dalam sistem ekonomi kapitalis muncul transaksi yang menjadikan uang sebagai komoditas yang di sebut sektor non-real, seperti bursa efek dan saham perbankan sistem ribawi maupun asuransi. Sektor ini tumbuh pesat. Nilai transaksinya bahkan bisa mencapai 10 kali lipat daripada sektor real.
Peningkatan sektor non-real juga mengakibatkan harta beredar hanya di sekelompok orang tertentu dan tidak memilki konstribusi dalam penyediaan lapangan pekerjaan.
c. Banyaknya tenaga kerja wanita.
Jumlah pekerja wanita semakin meningkat. Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan jumlah tenaga kerja wanita ini mengakibatkan persaingan pencari kerja antara wanita dan laki-laki. Akan tetapi, dalam sistem kapitalis, untuk efesiensi biaya biasanya yang diutamakan adalah wanita karena mereka mudah diatur dan tidak banyak menuntut, termasuk dalam masalah gaji. Kondisi ini mengakibatkan banyaknya pengangguran di pihak laki-laki.
Solusi Islam dalam Mengatasi Pengangguran
Dalam sistem Islam, kepala negara berkewajiban memberikan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkan. Ini merupakain realisasi Politik Ekonomi Islam. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW bahwa "Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya". (HR al-Bukhari dan Muslim).
Selain itu, secara praktis Rasulullah SAW senantiasa berupaya memberikan peluang kerja bagi rakyatnya. Suatu ketika Rasulullah memberikan dua dirham kepada seseorang. Kemudian beliau bersabda (yang artinya), "Makanlah dengan satu dirham, dan sisanya, belikanlah kapak, lalu gunakan kapak itu untuk bekerja!".
Dari dalil ini memberikan gambaran tentang pentingnya seorang pemimpin dalam meriayah dan memperhatikan rakyatnya. Mekanisme yang dilakukan oleh Pemimpin Islam dalam mengatasi pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan secara garis besar dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu mekanisme individu dan sosial ekonomi.
1. Mekanisme individu.
Dalam mekanisme ini Pemimpin Islam secara langsung memberikan pemahaman kepada individu, terutama melalui sistem pendidikan, tentang wajibnya bekerja dan kedudukan orang-orang yang bekerja di hadapan Allah SWT, serta memberikan keterampilan dan modal bagi mereka yang membutuhkan. Islam pada dasarnya mewajibkan individu untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup. Banyak nash al-Quran maupun as-Sunnah yang memberikan dorongan kepada individu untuk bekerja.
Misalnya, firman Allah SWT : "Berjalanlah kalian di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya". (QS al-Mulk [67]: 15).
Imam Ibnu Katsir (Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, IV/478) menyatakan: "Maksudnya, bepergianlah kalian semua ke daerah di bumi manapun yang kalian kehendaki, dan bertebaranlah di berbagai bagiannya untuk melakukan beraneka ragam pekerjaan dan perdagangan.
Kemudian dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda : "Cukuplah seorang Muslim berdosa jika tidak mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya. (HR Muslim).
Bahkan Rasulullah pernah mencium tangan Saad bin Muadz ra. tatkala beliau melihat bekas kerja pada tangannya, seraya bersabda (yang artinya), “Ini adalah dua tangan yang dicintai Allah Taala.”
Dari sini, maka kita dapat melihat bahwa Islam mewajibkan kepada individu untuk bekerja. Begitupun ketika individu tidak bekerja, baik karena malas, cacat, atau tidak memiliki keahlian dan modal untuk bekerja maka Pemimpin Islam berkewajiban untuk memaksa individu bekerja serta menyediakan sarana dan prasarananya, termasuk di dalamnya pendidikan.
Hal ini pernah dilakukan Khalifah Umar ra. ketika mendengar jawaban orang-orang yang berdiam di masjid pada saat orang-orang sibuk bekerja bahwa mereka sedang bertawakal. Saat itu beliau berkata, "Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak." Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari masjid dan memberi mereka setakar biji-bijian.
2. Mekanisme sosial ekonomi.
Mekanisme ini dilakukan oleh Pemimpin Islam melalui sistem dan kebijakan, baik kebijakan di bidang ekonomi maupun bidang sosial yang terkait dengan masalah pengangguran.
Dalam bidang ekonomi kebijakan yang dilakukan Pemimpin Islam adalah meningkatkan dan mendatangkan investasi yang halal untuk dikembangkan di sektor real baik di bidang pertanian dan kehutanan, kelautan, dan tambang maupun meningkatkan volume perdagangan.
Di sektor pertanian, di samping intensifikasi juga dilakukan ekstensifikasi, yaitu menambah luas area yang akan ditanami dan diserahkan kepada rakyat. Karena itu, para petani yang tidak memiliki lahan atau modal dapat mengerjakan lahan yang diberi oleh pemerintah.
Sebaliknya, pemerintah dapat mengambil tanah yang telah ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya, seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika berada di Madinah. Itulah yang dalam syariat Islam disebut i‘thâ’, yaitu pemberian negara kepada rakyat yang diambilkan dari harta Baitul Mal dalam rangka memenuhi hajat hidup atau memanfaatkan kepemilikannya.
Dalam sektor industri Kepemimpinan Islam akan mengembangkan industri alat-alat (industri penghasil mesin) sehingga akan mendorong tumbuhnya industri-industri lain. Di sektor kelautan dan kehutanan serta pertambangan, Pemimpin Islam sebagai wakil umat akan mengelola sektor ini sebagai milik umum dan tidak akan menyerahkan pengelolaannya kepada swasta.
Sebaliknya, negara tidak mentoleransi sedikitpun berkembangnya sektor non-real. Sebab, di samping diharamkan, sektor non-real dalam Islam juga menyebabkan beredarnya uang hanya di antara orang kaya saja serta tidak berhubungan dengan penyediaan lapangan kerja, bahkan sebaliknya, sangat menyebabkan perekonomian labil.
Dalam iklim Investasi dan usaha, Pemimpin Islam akan menciptakan iklim yang merangsang untuk membuka usaha melalui birokrasi yang sederhana dan penghapusan pajak serta melindungi industri dari persaingan yang tidak sehat.
Adapun dalam kebijakan sosial yang berhubungan dengan pengangguran. Pemimpin Islam tidak mewajibkan wanita untuk bekerja, apalagi dalam Islam, fungsi utama wanita adalah sebagai ibu dan manajer rumah tangga (al ummu wa rabbatul bayt). Kondisi ini akan menghilangkan persaingan antara tenaga kerja wanita dan laki-laki.
Dengan kebijakan ini wanita kembali pada pekerjaan utamanya, bukan menjadi pengangguran, sementara lapangan pekerjaan sebagian besar akan diisi oleh laki-laki, kecuali sektor pekerjaan yang memang harus diisi oleh wanita.
Masyaa Allah, itulah mekanisme Islam yang insya Allah bisa mengatasi pengangguran dan menciptakan lapangana pekerjaan secara adil kepada rakyatnya. Dan hal ini hanya akan terwujud jika sistem islam diterapkan secara menyeluruh dalam bingkai Kepemimpinan Islam. Wallahu a'lam bishowab.